Hutan sebagai karunia Tuhan menjadi bagian dari kehidupan manusia untuk
menjadi solusi pemenuhan kebutuhan manusia, baik berupa hasil hutan kayu, non
kayu, dan jasa lingkungan yang dapat nikmati oleh manusia. Negara (state) harus dapat mengatur kekayaan
alamnya (termasuk hutan) yang dimiliki untuk digunakan sebesar-besarnya bagi
kemakmuran rakyatnya. Pemerintah Indonesa mencanangkan program Hutan
Kemasyarakatan (HKm) yang sampai saat ini melalui proses perjuangan yang sangat
panjang, sehingga menghasilkan sebuah pengakuan terhadap masyarakat yang
dahulunya diberi “label” perambah dan sekarang menjadi mitra pemerintah dalam
mengelola kawasan hutan khususnya hutan lindung.
Harapan bersama bahwa dengan adanya program tersebut yaitu hutan tetap
lestari masyarakat dapat bertambah kesejahteraannya menjadi slogan dimana-nama
sehingga program HKm untuk meningkatkan pendapatan rakyat (pro poor), menciptakan lapangan kerja (pro job), dan menumbuhkan investasi industri berbasis kayu rakyat (pro growth), serta mampu mempercepat
rehabilitasi lahan kritis dan perbaikan mutu lingkungan (pro environtment) dapat
tercapai. Saat ini yang menjadi tantangan yaitu apakah program tersebut
benar-benar mampu mengemban tugas berat yaitu menyeimbangkan kelestarian hutan
dan permasalahan kesejahteraan masyarakat sekitar dan di dalam hutan?
Disatu sisi program HKm dengan fakta adanya pengurangan areal berhutan
menjadi areal garapan HKm menjadi keprihatinan sendiri karena hancurnya kawasan
hutan yang masih prawan yang seharusnya menjadi zona lindung di areal HKm
berubah menjadi lahan garapan. Jika terus dibiarkan maka hutan menjadi sumber
kehidupan bagi makhluk lainnya seperti satwa-satwa dilindungi, tanaman-tanaman
yang dilindungi di kawasan hutan lindung akan punah begitu saja. Akan tetapi disatu
sisi permasalahan kesejahteraan masyarakat menjadi alasan bagi keberlanjutan
hidup mereka perlu menjadi perhatian tersendiri untuk segera dijawab dan
ditindak lanjuti agar tidak ada ketimpangan mengenai program HKm yang
dicanangkan oleh pemerintah dengan luas izin usaha pemanfaatan Hkm
secara nasional baru mencapai 46.435 hektare dari yang sudah ditetapkan oleh
menteri kehutanan yakni seluas 186.931 hektare.
Sebagai contoh keberhasilan pelaksanaan HKm di Menanga Jaya,
Way Kanan, Lampung. Pengelolaan HKm di daerah tersebut dilakukan oleh 679 orang
pada hutan seluas 1.003 hektare. Pada awalnya, vegetasi yang ada didominasi
oleh tanaman kopi. Lewat pengelolaan HKm, vegetasi secara perlahan berubah
menjadi tanaman karet yang memberikan dampak ekologis yang lebih baik.
Pendapatan masyarakat pun meningkat, dari awalnya yang mengandalkan kopi
sebesar Rp15 juta per tahun menjadi Rp 78 juta per tahun dengan vegetasi yang
kini didominasi karet. Apakah
hal ini sebagai bentuk kebetulan dari hasil social
forestry?saya fikir tidak, karena melalui proses yang panjang untuk
mayakinkan masyarakat bahwa hutan dapat menjadi bagian dari penopang
kesejahteraan mereka.
Didalam konteks ini perlu digaris bawahi bahwa kawasan hutan lindung
yang dijadikan tempat untuk pelaksanaan HKm juga memiliki fungsi penting bagi
sistem penyangga kehidupan sehingga perlu dijaga dan dilestarikan untuk
mendapatkan hasil yang optimal sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Maka perlu adanya kontrol dan evaluasi yang sustainable dalam pelaksaan HKm dilapangan agar tidak salah sasaran
yang seharusnya menyeimbangkan dua kebutuhan (hutan lestari dan masyarakat
sejahtera) justru akan menjadi berbalik (hutan rusak dan masyarakat semakin
miskin) karena kelengahan pemerintah dan stakeholder
lainnya ditengah-tengah euforia
pensuksesan program HKm. Kita perlu belajar dari pengalaman yang lalu, ketika
bangsa-bangsa yang saat ini mengalami kemajuan yang pesat adalah hasil dari
rekayasa terdesaknya kebutuhan sumberdaya alam dan lahan dengan kebutuhan
hidupnya yang semakin meningkat, sehingga mereka berfikir dan melakukan
inovasi-inovasi untuk mencukupinya. Bangsa kita juga harus segera mengambil
pelajaran penting dari mereka yaitu jangan sampai sumberdaya alam kita melimpah
justeru masyarakatnya semakin miskin, akankah kita akan berpangku tangan
menunggu sumberdaya alam kita rusak terlebih dahulu kemudian kita baru mulai
akan bertindak?Tentu saja hal tersebut tidak kita inginkan agar bangsa kita
tetap menjadi bangsa yang kuat dan mandiri dengan ditopang sumberdaya alam
khususnya hutan yang masih tersisa ini.(*)
Tulisan ini dikeluarkan di Koran Harian Radar Lampung : http://www.radarlampung.co.id/read/opini/50818-hutan-kemasyarakatan-hkm-dan-kesejahteraan-masyarakat