Rabu, 01 Agustus 2012

INFRASTRUKTUR HIJAU DI LAMPUNG


Provinsi Lampung yang terdiri dari 14 kabupaten dan kota memiliki potensi sumberdaya alam yang melimpah dengan luas daerah ± 3.528.835 ha Provinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat beraneka ragam, prospektif, dan dapat diandalkan, mulai dari pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, pertambangan, pariwisata, sampai kehutanan. Pertumbuhan penduduk yang yang cepat menurut badan pusat statistic (BPS) jumlah penduduk Provinsi Lampung sebanyak 7.608.405 jiwa yang mencakup mereka yang bertempat tinggal di daerah perkotaan sebanyak 1.955.225 jiwa (25,70 persen) dan di daerah perdesaan sebanyak 5.653.180 jiwa (74,30 persen), bisa dibayangkan kebutuhan akan sumberdaya alam semakin meningkat dari tahun ketahum.

Semakin majunya provinsi Lampung tentu akan membawa beberapa dampak negatif terhadap laju pertumbuhan di suatu daerah. Dampak negatif tersebut yang secara merata dari satu wilayah ke wilayah lainnya yaitu dampak terhadap menurunnya kualitas lingkungan hidup sehingga kekolektifan permasalahan lingkungan akan menyebabkan dampak yang sukar untuk di lokalisir permasalahannya. Maka perlunya penataan ruang dan wilayah yang sangat dibutuhkan sejak dini dengan kebijakan-kebijakan yang lebih pro lingkungan. Kita dapat mengambil contoh di Pulau Jawa seperti di Jakarta, Jakarta yang dahulu indah kini menjadi kumuh seperti tidak tertata, sehingga dampah dan permalasahannya susah untuk di lokalisir. Bagaimana dengan Lampung? Tentu kita harus melihat secara mendalam berbagai kondisi potensi di berbagai kabupaten dan kota di Lampung, seperti di Bandar Lampung sebagai ibu kota provinsi yang juga merupakan pusat pertumbuhan baik kawasan industri, perdagangan, pendidikan, dan lain-lain. Di wilayah Lampung Timur, Lampung Tengah, Lampung Selatan, Lampung Utara yang merupakan kawasan perindustrian, di wilayah Way Kanan, Tulang Bawang, Tulang Bawang Barat, Lampung Barat, Tanggamus, Mesuji yang memiliki potensi untuk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan. Spot-spot yang dimiliki Lampung tentunya harus memiliki kesadaran bersama dari pemerintah (baik legislatif maupun eksekutif) untuk menentukan arah dan tujuan dari pembangunan yang berbasis lingkungan.

Infrastruktur hijau didefinisikan sebagai An interconected network of green space that conserves natural ecosystem values and functions and provides associated benefits to human population (Green Infrastructure: Smart Conservation for the 21st Century, 2001). BErangkat dari pengertian tersebut, infrastruktur hijau merupakan kerangka ekologis untuk keberlanjutan lingkungan, sosial, dan ekonomi, sebagai sistem kehidupan alami yang berkelanjutan. Infrastruktur hijau merupakan jaringan ruang terbuka hijau (RTH) kota untuk melindungi nilai dan fungsi ekosistem alami yang dapat memberikan dukungan kepada kehidupan manusia.

Sebagai contoh, apabila pemerintah telah membangun infrastruktur jaringan air bersih untuk kebutuhan air masyarakat, jaringan RTH dapat memasok oksigen (O2) yang sangat diperlukan warga. Demikian pula apabila pemerintah telah membangun jaringan infrastruktur penanggulangan limbah cair ataupun padat agar terhindar dari pencemaran yang berdampak negatif bagi warga, dengan adanya jaringan RTH dapat menetralisir dampak pencemaran udara, terutama penyerapan karbon dioksida (CO2), sekaligus menekan emisi karbon pemicu pemanasan bumi.

Implementasi infrastruktur hijau dijabarkan dalam pola pemanfaatan ruang. Pola Pengamanan Ekologis yang Komprehensif (Comprehensive Ecological Security Pattern) merupakan pola ruang kota yang berkaitan dengan infrastruktur hijau (Wang, Chen, yang dalam ISOCARP Congress ke-44, 2008). Pola tersebut yaitu 1) Pola pengamanan ekologis (Ecological Security Pattern/ ESP) untuk setiap kota bisa berbeda bergantung pada permasalahan lingkungan kotanya. Pola pengamanan ekologis kota terdiri dari pola pengamanan terhadap masalah air dan banjir, udara, bencana geologis, keanekaragaman hayati, warisan budaya, dan rekreasi.2) Pola pengamanan air dan banjir (flood and stormwater security pattern) berhubungan dengan proses-proses hidrologis, seperti aliran permukaan (run off), daerah resapan air (infiltration), dan daerah tangkapan air hujan (catchment area). 3) Pola pengamanan udara (air security pattern) berhubungan dengan upaya peningkatan kualitas udara agar udara kota tetap segar, tidak tercemar, dan sehat untuk warga. Kawasan dengan potensi pencemaran udara tinggi menjadi prioritas dalam penyediaan RTH untuk mengendalikan pencemaran udara, terutama sektor transportasi. Jalur hijau jalan dan kawasan industri menjadi fokus utama penentuan pola RTH kota. 4) Pola pengamanan bencana geologis (geological disaster security pattern) berhubungan dengan pengendalian daerah-daerah yang rawan longsor, amblesan muka tanah (land/surface subsidence), daerah patahan geologi, dan daerah rawan bencana geologis lainnya. 5) Pola pengamanan keanekaragaman hayati (biodiversity security pattern) berhubungan dengan konservasi berbagai spesies dan habitat tempat mereka bisa hidup. Kesesuaian lahan untuk habitat berbagai spesies dan penentuan kawasan yang harus dikonservasi merupakan fokus utama agar penataan ruang kota tetap memberi peluang keanekaragaman biologis. 6) Pola pengamanan warisan budaya (cultural heritage security pattern) berhubungan dengan konservasi situs budaya (heritage site), seperti bangunan cagar budaya dan kawasan lanskap cagar budaya (landscape heritage). Kawasan atau tempat yang bernilai budaya tinggi perlu dicagar dan dikonservasi agar tak habis dilanda pembangunan fisik yang akan mengubah wajah lanskap. 7) Pola pengamanan rekreasi (recreational security pattern) berhubungan dengan tempat- tempat yang mempunyai fungsi sosial dan nilai rekreasi bagi warga kota. Taman kota, taman lingkungan, taman rekreasi, taman pemakaman, kawasan dengan pemandangan indah, kawasan dengan fitur alam yang unik, dan lanskap vernakular merupakan daerah-daerah yang perlu diamankan dari pembangunan kota.

Lampung harus segera memiliki konsep infrastruktur hijau selain kebijakan-kebijakan yang terus di dorong kearah yang lebih pro lingkungan. Mengingat Lampung adalah provinsi yang strategi untuk dilakukannya pengembangan-pengembangan pembangunan di berbagai sector, sehingga dampak negatif terhadap lingkungan dapat diminimalisir sedini mungkin untuk keberlanjutan hidup anak cucu kita dimasa yang akan datang.

Dengan demikinan infrastruktur hijau merupakan jaringan yang saling berhubungan antara sungai, lahan basah, hutan, habitat kehidupan liar, dan daerah alami di wilayah perkotaan; jalur hijau, kawasan hijau, dan daerah konservasi; daerah pertanian, perkebunan, dan berbagai jenis RTH lain, seperti taman-taman kota. Pengembangan infrastruktur hijau dapat mendukung kehidupan warga, menjaga proses ekologis, keberlanjutan sumber daya air dan udara bersih, serta memberikan sumbangan kepada kesehatan dan kenyamanan warga kota (liveable cities). Tidak mustahil jika Lampung dapat dijadikan kota seperti Jakarta namun lingkungannya tetap terjaga jika tetap menjaga kaidah-kaidah dan etika lingkungan serta disegerakannya pembangunan infrastruktur hijau sesegera mungkin untuk mengantisipasi kondisi lingkungan yang diluar perkiraan yang tidak diinginkan.(*)

Tulisan ini dimuat di Koran Harian Lampung Post pada Selasa, 31 Juli 2012 halaman 12 kolom OPINI