Selasa, 16 April 2013

KALAU EYANG GAK MUNCUL SIAPA YANG JADI SUBUR

Mulai ramai media masa, elektronik dimana-mana muncul fenomena yang sebenarnya biasa tetapi menjadi luarbiasa karena banyaknya versi. He.he.he kenapa versi? Karena ada yang bertindak sebagai pembela, korban, hingga tidak memihak manapun.  Begitulah berita yang berkembang dengan “subur”nya di media cetak, elektronik saat ini.
Si Adi, Si Arya tiba-tiba muncul di tv mengangkat masalah aliran sesat hingga praktek si eyang yang dianggapnya menyalahi aturan. Kemudian ditambah lagi dengan si A, B, C dan lain-lain hingga akhirnya sampai kemeja DPR untuk mengadukan permasalahan yang dialaminya. Dalam hati saya katakan “Cocok bener ini berita untuk menggiring pengesahan UU santet” He.he.he. bagaimana tidak, untuk membuat suatu UU saja para wakil rakyat harus jauh-jauh ke benua-benua di dunia salah satunya yaitu Eropa. Sungguh menggelitik dalam hati, jangan –jangan nanti ada fakultas baru untuk membuktikan bagaimana, dari mana, oleh siapa santet itu berasal sehingga secara ilmiah dapat dibuktikan. Sehingga suburlah ilmu tentang santet, pellet di fakultas baru yaitu Fakultas Ilmu Santet dan Ilmu Pelet (FISIP). He.he.he
Kita coba menjadi pemerhati sejenak ya….
Si korban mengatakan bahwa ajaran eyang Subur sesat, memeras para pengikut, melunturkan akidah, kaya dari togel, bermain perempuan, mengawini saudara/adik/kakak istrinya dan lain-lain. Tentu korban mengeluarkan semua unek-unek yang pernah dia alami, wajar saja namanya juga korban ingin menumpahkan semua kepublik agar dengan harapan publik juga merasakan apa yang mereka rasakan. Tentu sebagai manusia biasa, saya merasakan apa yang dirasakan saudaraku setanah air yang mengalami hal tersebut, jika saya jadi mereka mungkin hal yang sama saya teriakkan tanpa “tedeng aling-aling” apakah ada landasan hukumnya atau tidak. Ini yang disebut dengan “intim”nya suatu ajaran yang telah diterima oleh akal dan fikiran ketika mendapat pencerahan baru sadar bahwa apa yang dilakukan salah, namun jika diyakini benar maka apapun yang dilakukan benar. He.he.he…saya jadi berfikir subur untuk menulis hal ini karena tangan saya gatal, dari pada saya garuk mendingan saya garuk di laptop saja.
Si pembela mengatakan juga bahwa eyang Subur bukan sesat, karena yang diajarkan itu adalah kebaikan, saling mengingatkan. Dalam hal ini eyang justeru menjadi korban katanya, karena dilaporkan tentang masalah yang tidak jelas, mulai santet, guna-guna, dan lain-lain. Wajar saja yang namanya membela ya apapun yang bisa dibela tentu di bela, mumpung masih ada peluang untuk membela. Negara kita negara hukum, tentu harus dibuktikan dengan fakta-fakta hukum. Namun bagaimana yang tidak masuk dalam hukum seperti halnya kasus eyang ini? Tentu saja ada satu hal yang di ingat lembaga yang pernah ingin di bubarkan ole Gus Dur, yaitu MUI. Majelis tersebut di Indonesia menjadi sorotan untuk menentukan benar-salah, khalal-kharam, sesat-benar, dll. Sehingga pada waktu itu dianggap tidak memiliki kuasa apa-apa MUI di mata Gus Dur. Namun bagaiman dengan MUI sekarang? Belum ada sikap juga tuh…..katanya untuk menentukan sesat-tidaknya ada lima tahapan yang harus dilalui. Karena  nunggu suatu keputusan sehingga masalah berlarut-larut menjadi buah bibir masyarakat. Namun saya boleh dong mengingatkan, jangan dijadikan “tuntunan” namun jadikan “tontonan” saja ya….he.he.he
Tentu banyak yang telah melihat bagaimana perseteruan ini terjadi, sehingga dapat menjadi hikmah bagi masing-masing pembaca, pemirsa di media cetak maupun elektronik.  Tapi ada satu kata kunci yang seharusnya menjadi penetralisir, yaitu damaikanlah permasalahannya kepada hati dan fikiran masing-masing sehingga didekatkan pada upaya penyelesaian, bukan upaya semakin kesetanan dimasing-masing pihak. Eyang berbicara di publik sebenarnya selesai permasalahannya, namun bukan untuk mengakui atau menghakimi orang lain namun sebagai orang yang dituakan ketika angkat bicara harus di hormati, dan disimak baik-baik. Kalau eyang tidak muncul akhirnya yang subur adalah pihak-pihak lain, agenda lain, dan lain-lain. He-he.he syukur-syukur kantong juga subur.
Sebagai penutup sebaiknya kita saling mengingatkan dalam kebaikan. Jika Allah SWT memberikan kenikmatan yang tidak terhingga, haruskah kita terus merengek meminta yang lebih untuk kita jadikan tumpukan harta benda yang dilihat orang yang membutuhkan. Begitu juga dengan keyakinan kita, jangan sampai tergadai dengan indahnya dunia ini. 
Semoga akhir cerita yang khusnul khatimah, mari bertanya pada diri kita bahwa masihkah tidak yakin dengan kekuatan Allah SWT mengenai takdir hidup?semoga saja kita masih yakin. Kita niatkan semua karena-Nya.