Mulai
ramai media masa, elektronik dimana-mana muncul fenomena yang sebenarnya biasa
tetapi menjadi luarbiasa karena banyaknya versi. He.he.he kenapa versi? Karena
ada yang bertindak sebagai pembela, korban, hingga tidak memihak manapun. Begitulah berita yang berkembang dengan
“subur”nya di media cetak, elektronik saat ini.
Si
Adi, Si Arya tiba-tiba muncul di tv mengangkat masalah aliran sesat hingga
praktek si eyang yang dianggapnya menyalahi aturan. Kemudian ditambah lagi
dengan si A, B, C dan lain-lain hingga akhirnya sampai kemeja DPR untuk
mengadukan permasalahan yang dialaminya. Dalam hati saya katakan “Cocok bener
ini berita untuk menggiring pengesahan UU santet” He.he.he. bagaimana tidak,
untuk membuat suatu UU saja para wakil rakyat harus jauh-jauh ke benua-benua di
dunia salah satunya yaitu Eropa. Sungguh menggelitik dalam hati, jangan –jangan
nanti ada fakultas baru untuk membuktikan bagaimana, dari mana, oleh siapa
santet itu berasal sehingga secara ilmiah dapat dibuktikan. Sehingga suburlah
ilmu tentang santet, pellet di fakultas baru yaitu Fakultas Ilmu Santet dan
Ilmu Pelet (FISIP). He.he.he
Kita
coba menjadi pemerhati sejenak ya….
Si
korban mengatakan bahwa ajaran eyang Subur sesat, memeras para pengikut,
melunturkan akidah, kaya dari togel, bermain perempuan, mengawini
saudara/adik/kakak istrinya dan lain-lain. Tentu korban mengeluarkan semua
unek-unek yang pernah dia alami, wajar saja namanya juga korban ingin
menumpahkan semua kepublik agar dengan harapan publik juga merasakan apa yang
mereka rasakan. Tentu sebagai manusia biasa, saya merasakan apa yang dirasakan
saudaraku setanah air yang mengalami hal tersebut, jika saya jadi mereka
mungkin hal yang sama saya teriakkan tanpa “tedeng aling-aling” apakah ada
landasan hukumnya atau tidak. Ini yang disebut dengan “intim”nya suatu ajaran
yang telah diterima oleh akal dan fikiran ketika mendapat pencerahan baru sadar
bahwa apa yang dilakukan salah, namun jika diyakini benar maka apapun yang
dilakukan benar. He.he.he…saya jadi berfikir subur untuk menulis hal ini karena
tangan saya gatal, dari pada saya garuk mendingan saya garuk di laptop saja.
Si
pembela mengatakan juga bahwa eyang Subur bukan sesat, karena yang diajarkan
itu adalah kebaikan, saling mengingatkan. Dalam hal ini eyang justeru menjadi
korban katanya, karena dilaporkan tentang masalah yang tidak jelas, mulai
santet, guna-guna, dan lain-lain. Wajar saja yang namanya membela ya apapun
yang bisa dibela tentu di bela, mumpung masih ada peluang untuk membela. Negara
kita negara hukum, tentu harus dibuktikan dengan fakta-fakta hukum. Namun
bagaimana yang tidak masuk dalam hukum seperti halnya kasus eyang ini? Tentu
saja ada satu hal yang di ingat lembaga yang pernah ingin di bubarkan ole Gus
Dur, yaitu MUI. Majelis tersebut di Indonesia menjadi sorotan untuk menentukan
benar-salah, khalal-kharam, sesat-benar, dll. Sehingga pada waktu itu dianggap
tidak memiliki kuasa apa-apa MUI di mata Gus Dur. Namun bagaiman dengan MUI
sekarang? Belum ada sikap juga tuh…..katanya untuk menentukan sesat-tidaknya
ada lima tahapan yang harus dilalui. Karena
nunggu suatu keputusan sehingga masalah berlarut-larut menjadi buah
bibir masyarakat. Namun saya boleh dong mengingatkan, jangan dijadikan
“tuntunan” namun jadikan “tontonan” saja ya….he.he.he
Tentu
banyak yang telah melihat bagaimana perseteruan ini terjadi, sehingga dapat menjadi
hikmah bagi masing-masing pembaca, pemirsa di media cetak maupun
elektronik. Tapi ada satu kata kunci
yang seharusnya menjadi penetralisir, yaitu damaikanlah permasalahannya kepada
hati dan fikiran masing-masing sehingga didekatkan pada upaya penyelesaian,
bukan upaya semakin kesetanan dimasing-masing pihak. Eyang berbicara di publik
sebenarnya selesai permasalahannya, namun bukan untuk mengakui atau menghakimi
orang lain namun sebagai orang yang dituakan ketika angkat bicara harus di
hormati, dan disimak baik-baik. Kalau eyang tidak muncul akhirnya yang subur
adalah pihak-pihak lain, agenda lain, dan lain-lain. He-he.he syukur-syukur
kantong juga subur.
Sebagai
penutup sebaiknya kita saling mengingatkan dalam kebaikan. Jika Allah SWT
memberikan kenikmatan yang tidak terhingga, haruskah kita terus merengek
meminta yang lebih untuk kita jadikan tumpukan harta benda yang dilihat orang
yang membutuhkan. Begitu juga dengan keyakinan kita, jangan sampai tergadai
dengan indahnya dunia ini.
Semoga
akhir cerita yang khusnul khatimah,
mari bertanya pada diri kita bahwa masihkah tidak yakin dengan kekuatan Allah
SWT mengenai takdir hidup?semoga saja kita masih yakin. Kita niatkan semua
karena-Nya.