Sabtu, 29 Juni 2013

AKTIVIS, KONEKSI DAN KEINTIMANNYA


Sore itu (Jum’at, 28/6) saya menyempatkan untuk ngopi dan kongkow-kongkow bareng dengan teman-teman di kantin asyik Fahutan IPB. Seperti Sahabat Anggi, Adi Jombang, Munawir, dll yang bernotabene karena ketidaksengajaan bertemu dikantin, masing-masing memiliki background yang berbeda saya, Anggi, dan Adi berbendera PMII, sedangkan yang lainnya HMI. Suasana itu menjadi seru ketika obrolan dibuka dengan pertanyaan dari si Munawar “ada kabar apa dunia ini?” he.he.he.. heran juga saya yang baru datang tiba-tiba ditanya seperti itu, namun saya tahu yang dimaksud, saya menjawab “Indonesia sudah beres, tinggal kita ini yang belum beres pak, bagaimana cara membereskan kita berdua?” he.he.he.

Sementara saya baru asyik ngobrol dengan Anggi, maka saya lanjutkan terlebih dahulu obroland engan Anggi yang memang membutuhkan bantuan. He.he.he bantuan apakah itu? Yah kita tahu bahwa fresh graduate butuh apa to. Bisa kita maklumi. He.he.he. dalam hati dan fikiran saya sebenarnya member jawaban yang sama dengan yang lain, bahwa saya sepertinya banyak yang dijadikan tempat menghantarkan untuk sebuah kesibukan “standard ganda” gara-gara dahulu saya Sekjen Sylva Indonesia jaman mereka. Namun disisi lain saya juga merasa berdosa belum bisa memberikan yang terbaik untuk para aktivis seperti mereka (Anggi, Adi Jombang) dan teman-teman loyalis Sylva. He.he.he… sungguh saya masih memiliki hutang kepada mereka.

Segelas kopi kapucino saya pesan, dan sebungkus rokok saya pesan akhirnya obrolan semakin berlanjut dalam satu meja. Munawar pun menggoda dengan pertanyaan “Bagaimana ini rasanya rokok dari Papua ni?” he.he.he. rasanya saya biasa-biasa saja mencicip rasa rokok dari Papua sama bukan Papua, namun dengan cepat saya faham bahwa begitulah obrolan para aktivis membuka sebuah wacana yang memang menjadi kebiasaan ketika kongkow-kongkow. Saya katakana, memang rasa Papua tapi bungkus tetap dari Jawa. He.he.he. maksud saya yaitu hasil kerja di Papua kita nikmati di Jawa (kantin ini).

Mulai di buka kembali “cletukan” pertama dari teman-teman, bagaiman ini nasib kawan-kawan ini Faridh bisa bawa tidak? He.he.he kayak saya itu orang badan kepegawaian saja yang bisa bawa begitu saja orang untuk bekerja. Mereka sekali lagi memandang “buku lama” saya. He.he.he saya jawab saja, “begini bung, jaman sekarang aktivis seperti tidak memiliki pengaruh apa-apa dibandingkan jaman dahulu. Itulah sebabnya saya ingin mengatakan bahwa aktivis belum tentu memiliki koneksi yang banyak. Begitu juga orang yang memiliki koneksi banyak belum tentu dia aktivis. Namun orang yang memiliki koneksi dipengaruhi oleh aktivis.” Hal-hal tersebut diatas adalah bentuk keintiman bagaimana dunia aktivis adalah dunia yang bisa menjalankan segala keadaan dengan menggunakan segenap usaha dan upaya untuk menjadikan koneksi sebagai alat untuk perjuangan disetiap lini baik yang sesame aktivis ataupun non aktivis. 

Akhirnya, dia sepakat. He.he.he…. begitulah kesimpulan obrolan di kantin Asyik Fahutan IPB sore itu. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca yang budiman.