Kota Bogor secara geografis terletak
di antara 106’ 48’ BT dan 6’ 26’ LS dan terletak di tengah-tengah wilayah
Kabupaten Bogor dengan luas 118.50 km2 yang terdiri dari: 6 kecamatan,
31 kelurahan, 37 desa, 210 dusun, 623 RW dan 2.712 RT (Kota Bogor, 2015). Kota
Bogor juga memiliki nilai historis sejak era pra kemerdekaan hingga era
kemerdekaan saat ini dengan umur kota Bogor cukup tua (300an tahun) perlu
menjadi cermin bagi pemangku kebijakan untuk membenahi kota Bogor agar dapat
melayani kebutuhan warganya. Hal yang penting di kota Bogor sejak jaman dahulu
yaitu perhatian tentang lingkungan hidup, dimana Bogor terkenal sebagai kota
hujan dan ruang terbuka hijaunya yang seiring dengan pembangunan yang terus
berkembang.
Berbagai peristiwa penting terjadi
seiring cepatnya kemajuan jaman di kota Bogor khususnya bidang lingkungan
hidup, sehingga menjadi catatan akhir
tahun 2015 untuk mengkritisi tentang lingkungan hidup di kota Bogor. Berangkat
dari potret realita yang terjadi di lapangan, kondisi lingkungan hidup di kota
Bogor yang semakin memprihatinkan secara luas akan disajikan dari berbagai
aspek, sehingga kedepan perlu dilakukan reorganisasi tata kelola lingkungan
hidup di kota Bogor.
Permasalahan Sampah
Rata-rata kepadatan penduduk kota
Bogor tahun 2014 menurut BPS (2015) yaitu 8.698 orang/km2 dengan
jumlah penduduk sebanyak 1.030.720 jiwa. Beban kota Bogor menurut catatab BPS
semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk yang tersebar
disetiap kecamatan, khususnya yang berada dalam lingkaran pusat ibu kota Kota
Bogor. Tercacat jumlah sampah setiap hari pada tahun 2009 yaitu sebesar 2.205 m3,
sedangkan pada tahun 2013 sebesar 2.447 m3/hari. Selama ini
sampah-sampah dibuang ke tempat Tembuangan Akhir sampah (TPA) di Desa Galuga,
Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor yang akan habis kontrak 31 Desember
2015. Data yang di olah Walhi Jawa Barat tahun 2014 juga menunjukkan skala yang
lebih luas tentang sampah di Provinsi Jawa Barat yang menunjukkan bahwa
produksi sampah kota Bogor mencapai 493.72 ton/hari. Perbandingan yang jauh di
bandingkan data 2009 sampai 2014 meningkat drastis.
Di beberapa sisi lain dalam
permasalahan sampah yaitu sering menjadi pemandangan umum sungai menjadi tempat
pembuangan sampah oleh masyarakat di berbagai wilayah mulai dari desa, kecamatan,
hingga kota baik di sungai kecil maupun sungai besar. Data BPLH Kota Bogor
tahun 2013 yang bersumber dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bogor
merilis masih banyaknya rumah tangga yang membuang sampah ke sungai sebanyak
4.454 rumah tangga, dan lainnya 27.468 rumah tangga.
Sumber: Dinas Kebersihan dan
Pertamanan, dalam BPLH Kota Bogor tahun 2013
Setidaknya beberapa faktor yang
menyebabkan hal tersebut terjadi yaitu: 1) Rendahnya kesadaran masyarakat untuk
mengelola sampah, 2) Kurangnya perhatian khusus aparatur pemerintah tentang
penangan sampah di lingkungan terkecil yaitu wilayah perdesaan, 3) Masyarakat
tidak memiliki akses terhadap lokasi pembuangan sampah dilingkungannya, 4)
Kurangnya gerakan yang kontinyu dalam penangan sampah di Kota Bogor.
Hal yang mengkhawatirkan adalah
kota Bogor yang kepadatan penduduknya semakin tinggi belum memiliki upaya untuk
menangani sampah didalam wilayahnya sendiri. Saat ini dirasakan semakin sulit
untuk mendapatkan lokasi TPA dekat atau di dalam kota, selain itu semakin
mahalnya mobilisasi sampah seiring dengan kenaikan BBM dan pemeliharaan sarana
angkutan, beberapa hal tersebut patut dipertimbangkan oleh para pembuat
kebijakan layanan publik atau para kepala daerah.
Permasalahan Pembangunan Kota
Permasalahan Pembangunan Kota
Pembangunan di wilayah perkotaan
sulit untuk di hindarkan, penyebabnya antara lain kebutuhan akan fasilitas yang
dibutuhkan publik seperti jalan raya, pedestrian, petokoan dan pasar, terminal,
hotel, tempat rekreasi dan hiburan, dll yang sangat membutuhkan areal untuk
mendukung suatu kemajuan kota. Akan tetapi realita yang terjadi saat ini yaitu
masih lemahnya sinergitas perencanaan tata ruang dan perencanaan pembangunan terutama
pada pelaksanaan pembangunan permukiman perkotaan. Pemukiman perkotaan
merupakan salah satu tuntutan dari laju pertambahan penduduk di kota Bogor, hal
tersebut dapat terjadi karena beberapa faktor berikut:
1. Tingginya
kebutuhan akan pemukiman di wilayah perkotaan yang didukung dengan belum
banyakknya aturan dan strategi pembangunan yang terencana.
2. Kebijakan
dan strategi pembangunan permukiman perkotaan seringkali bersifat sesaat dan
berorientasi pada ketersediaan program atau proyek pendukung.
3. Strategi
pembangunan yang belum bersinergi dengan RTRW secara keseluruhan.
4. Tumpang
tindik kebijakan dan strategi penanganan persoalanpembangunan permukiman perkotaan
pada tingkat operasional wilayah kota.
Sorotan tajam saat ini yaitu
semakin maraknya pembangunan perumahan menuju 6 wilayah kecamatan di Kota Bogor
serta pembangunan pusat-pusat perbelanjaan dan pertokoan. Pembukaan wilayah
yang diperuntukkan untuk pembangunan lain perlu diimbangi dengan adanya wilayah
yang diperuntukkan atau disinergikan dengan kebutuhan kelestarian lingkungan
hidup. Banyak hal yang menjadi catatan dalam pembangunan kota yaitu: 1) Semakin
sempitnya ruang terbuka hijau, 2) Meningkatnya penggunaan air bawah tanah, 3)
Meningkatnya penggunaan bahan pencemar udara dalam aktivitas sehari-hari
masyarakat, 4) Meningkatnya jumlah penggunaan energi berbahan bakar fosil, 5)
Sanitasi air serta pembuangan bahan-bahan pencemar kesungai, 6) Tata ruang yang
tidak diindahkan oleh masyarakat, 7) Belum berdayanya kemandirian di tingkatan
desa dalam strategi merencakan menghadapi bonus demograsi dan dampak ekonomi
global terhadap tekanan kebutuhan lahan.
Catatan Walhi Jawa Barat tahun 2014
menunjukkan adanya konflik sosial di kota Bogor sebanyak 7 kali hampir
rata-rata konflik karena alih fungsi lahan sehingga petani kehilangan lahan
garapannya, proyek-proyek infrastruktur publik dan swasta skala besar seperti
pelebaran jalan, pembangunan kawasan industri, kawasan properti, dll. Seperti
saat ini, kota Bogor pelebaran jalan dengan jumlah kendaraan yang tidak
seimbang akan menyebabkan berkurangnya kenyamaan dalam aktivitas di wilayah
kota Bogor, begitu juga kawasan properti yang hanya mengedepankan design yang
tidak memperhatikan kebutuhan untuk menyerapkan air kedalam tanah juga akan
menyebabkan semakin tingginya laju air permukaan yang banyak terbuang begitu
saja padahal disisi lain air sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
Nampak bahwa pembangunan dilakukan akan menyebabkan dampak lain terhadap
kondisi lingkungan hidup.
Mengantisipasi Krisi Ekoligis
Mengantisipasi Krisi Ekoligis
Dalam catatan akhir tahun 2014
tentang provinsi Jawa Barat bahwa Walhi mengungkapkan Jejak krisis ekologi di
Jawa Barat menjadi catatan refleksi bersama, bahwa kita semua dihadapkan pada
situasi patologi ekologis dan bencana yang akan menjadi petaka kehidupan dan bahkan
diprediksi, krisis ekologi ke depan akan semakin hebat, alam dan lingkungan
hidup akan semakin rusak sejalan dengan kebijakan pembangunan yang semakin
serakah dan eksploitasi sumber daya alam tanpa kendali dan tanpa perencanaan
dan perhitungan ekologi.
Berbagai data dan kajian tentang
pembangunan yang kurang memperhatikan situasi lingkungan hidup justeru akan
membayakan kehidupan umat manusia sendiri banyak disajikan. Kota Bogor dengan
berbagai regulasi dan kebijakan yang ada tentu perlu kembali menegaskan dan
terjun langsung mengawal keseimbangan ekologi antara pembangunan dan lingkungan
hidup, dengan demikian maka kota Bogor yang sering dibangga-banggakan
masyarakat sebagai kota asri, sejuk, dan nyaman masih dapat dirasakan.
Penutup
Dengan catatan dari sisi yang coba
dilihat dari kacamata penulis diatas yaitu permsalan sampah dan pembangunan
skala luas, maka beberapa usulan dari catatan akhir ini untuk pemerintah kota
Bogor antara lain:
1. Permasalahan
pembangunan akan memiliki efek yang luas, maka perlu memastikan upaya
pengendalian dan pengawasan terhadap semua komponen yang terlibat dalam
pembangunan kota supaya taat aturan hukum dan tata ruang serta bertanggung
jawab terhadap lingkungan hidup
2. Pemerintah
perlu mendukung ide dan gagasan komunitas dengan berbagai inisiatif-inisiatif
dalam bekerja untuk penanganan dan pemulihan lingkungan hidup.
3. Pemerintah
perlu memberikan akses informasi yang terbuka bagi masyarakat atas kebijakan
pembangunan sehingga masyarakat dapat berpartisipasi dalam pemantauan dan
pengawasan pembangunan
4. Pemerintah
perlu memastikan perlindungan akses dan aset sumber kehidupan untuk mendukung
pembangunan yang berkelanjutan (sustainable
development).