Sabtu, 07 Februari 2015

KEHUTANAN MASYARAKAT, SIMBOL DEMOKRASI INDONESIA



Pesta demokrasi akan segera tiba, yaitu pemilihan serentak kepala-kepala daerah diseluruh Indonesia. Hal tersebut dilakukan pertama kali di Indonesia untuk mencari pola-pola yang tepat dalam menjalankan dan menjamin good governance yang terbaik bagi Indonesia kedepan, sekaligus menjadi bagian dari proses-proses pembelajaran sebagai negara yang menganut sistem demokrasi.
Berbicara demokrasi sebenarnya telah lama dilakukan oleh bangsa Indonesia sejak jaman-jaman kerajaan, dimana rakyat menjadi simbol kekuatan (power) dalam menunjang sistem demokrasi. Akan tetapi ada satu hal yang menarik untuk diperhatikan yaitu bagaimana pola-pola pengelolaan sumberdaya alam yang dilakukan oleh rakyat memberikan gambaran bahwa demokrasi telah dilaksanakan secara tidak langsung oleh mereka (rakyat) yang mengelola sumberdaya alamnya selama berabad-abad lamanya. Sebagai contoh yaitu pengelolaan Hutan Rakyat (HR), hutan kemasyarakatan (HKm), hutan desa (HD), hutan tanaman rakyat (HTR).
Tulisan ini terinspirasi dari sebagian akumulasi pemikiran penulis dengan mempertimbangkan berbagai potensi sumberdaya hutan dan kepentingan masyarakat yang selama ini banyak dikesampingkan oleh pihak-pihak tertentu. Bagaimana pengelolaan sumberdaya hutan di Indonesia sebagian besar dilakukan oleh pemodal (private), namun rakyat yang ingin turut andil dianggap sebelah mata yang disebabkan terbatasnya kapasitas individu dan teknologi yang tidak memadai. Sejak itulah ketidak adilan terjadi sehingga menimbulkan banyak konflik-konflik terjadi antara rakyat dan pemerintah atau rakyat dengan pemodal yang sengaja dipelihara atau dibiarkan. Disisi lain, pesta demokrasi terus berjalam tiap 5 tahunan yang belum juga memberikan dampak signifikan bagi rakyat untuk mendapatkan kepastian pengelolaan sumberdaya hutan.
Perkembangan Kehutanan Masyarakat
Wulandari (2009) menyebutkan bahwa krisis lingkungan yang diikuti dampak krisis ekonomi yang mengakibatkan rusaknya hutan Indonesia menunjukkan ketidak mampuan pemerintah dalam menghadapi persoalan lingkungan yang terjadi secara perlahan-lahan. Kurun waktu 15 tahun belakangan ini bangsa Indonesia belum menunjukkan adanya perkembangan yang siginifikan atas perbaikan kondisi lingkungan hidup, sehingga berbagai pihak memunculkan kembali kekuatan lokal yang sebenarnya telah berjalan berabad-abad lamanya akan tetapi semakin tergerus dengan adanya kebijakan-kebijakan pemerintah yang banyak mengesampingkan keberadaan masyarakat lokal.
Maka muncul istilah kehutanan masyarakat yang menjadi alternatif jawaban yang menawarkan pendekatan pembangunan kehutanan secara partisipatif dengan melibatkan masyarakat setempat, kemudian dalam perkembangannya banyak diistilahkan dengan hutan kemasyarakatan (HKm), hutan desa (HD), hutan tanaman rakyat (HTR), dan Hutan Rakyat (HR) melalui berbagai kebijakan, aturan, dan penelitian-penelitian yang dilakukan. Masyarakat mulai diakui dan diberikan kepercayaan untuk mengelola hutan, jika ditelisik secara komprehensif sebenarnya hasil hutan yang dikelola masyarakat memberikan sumbangsih yang nyata dan terus menerus kepada pasar. Studi manfaat dan aliran produksi hasil hutan dari kehutanan masyarakat banyak dilakukan oleh berbagai pihak terutama peneliti yang menunjukkan bahwa benar adanya hasil dari pengelolaan hutan berbasis masyarakat memberikan dampak positif dan sumbangan yang besar kepada pasar walaupun belum memberikan kontribusi sesuai dengan permintaan pasar yang lebih besar dari produksi.
Jika paradigma berfikir yang digunakan untuk membaca pengelolaan kehutanan masyarakat,  secara tidak langsung seharusnya dapat menjadi intropeksi bagi bangsa Indonesia. Krisis-krisis yang terjadi berakar dari perubahan perilaku, kelembagaan, dan cara pengelolaan yang banyak dimonopoli oleh negara yang selama ini bertindak sebagai pemilik sekaligus pengelola sumberdaya hutan yang dipandang sebagai manfaat ekonomi belaka (Peluso 2006). Oleh karena itu yang terjadi adalah kehancuran berbagai sendiri kehidupan masyarakat terutama dalam hal tatanan sosial masyarakat sekitar hutan, sebab masyarakat banyak yang dibungkam oleh pemodal yang “se-iya, se-kata” dengan aparatur negara dalam mengelola sumberdaya hutan.
Konsep kehutanan masyarakat telah membuka “kran” demokrasi yaitu adanya peran aktif masyarakat yang terhitung sejak dimulainya reformasi walaupun sebelumnya telah ada. Berbagai sendi kehidupan masyarakat lokal mengalami perubahan yaitu semakin terbukanya akses-akses pengelolaan hutan yang berbasis masyarakat. Disadari atau tidak bahwa tanpa partisipasi masyarakat lokal, pengelolaan hutan tidak akan efektif karena pemerintah tidak mungkin sendirian didalam melakukan pengelolaan hutan yang dituntut semakin transparasi dan menghadapi liberalisasi ekonomi yang pada akhirnya masyarakat lokal harus dilibatkan dalam proses-proses tersebut.
Simbol-simbol Demokrasi
Pembelajaran yang dapat dipetik dari perkembangan kehutanan masyarakat di Indonesia yaitu masyarakat sebagai salah satu subjek dalam pengelolaan hutan, bukan lagi sebagai objek seperti rezim-rezim terdahulu. Kekuatan demokrasi terletak pada bagaimana kewajiban negara dan rakyatnya yang bagai ikan dan air, keduanya tidak dapat dipisahkan karena perlu keseimbangan (Rosyidi 2013). Faktanya hal tersebut sedikit sekali terjadi, perubahan yang cepat terjadi ditingkat masyarakat sedangkan sistem yang dijalankan pemerintah sulit untuk berubah bahkan tidak ingin melakukan perubahan. Hal tersebutlah yang menjadikan masyarakat lebih agresif karena tuntutan ditingkat bawah tidak direspon.
Pengelolaan hutan berbasis masyarakat juga demikian, masyarakat yang selama ini dibungkam (menjadi penonton) dan sedikit sekali dilibatkan dalam pengelolaan hutan baik skala kecil maupun besar, sehingga menjadi “beringas” terhadap pemerintah karena tuntutan yang telah menumpuk berpuluh-puluh tahun lamanya. Peran masyarakat sekitar hutan sejatinya simbol-simbol demokrasi kerakyatan yang perlu dijaga dan diberikan peran yang luas agar cita-cita bangsa Indonesia menjadi negara yang makmur, adil, sejahtera, dan sentosa tercapai seperti yang tertuang dalam amanat UUD 1945. Sebagai contoh bahwa kehutanan masyarakat adalah simbol demokrasi yaitu ketika bangsa Indonesia mengalami krisis moneter pada tahun 1998 dan beberapa tahun kemudian kembali pulih. Situasi perekonomian negara carut marut, akan tetapi peran masyarakat lokal yang mengelola sumberdaya hutan secara mandiri dan sering dikesampingkan oleh pemerintah membuktikan kemampuannya dalam menghadapi gempuran krisis ekonomi tersebut.
Banyak penelitian-penilitian yang menunjukkan adanya kekuatan masyarakat lokal yang dapat bertahan bahkan menolong perekonomian negara. Penelitian Imang et all (2008) di Kalimantan Timur yang menunjukkan masyarakat lokal suku Kenyah mampu menghadapi gempuran krisis ekonomi pada tahun 1998 dengan memanjemen lahan, memproduktifkan lahan garapannya, serta memberdayakan sumberdaya manusia yang dimilikinya (kelompok) untuk mengolah lahan secara intensif. Hakim et all. (2009) yang menunjukkan bahwa produksi kayu dari hutan negara yang dikelola pemerintah dan pemodal terus mengalami penurunan, akan tetapi kayu dari HR di Kabupaten Ciamis mampu mensuplai kekurangan tersebut ke berbagai wilayah seperti Jawa Barat, Banten dan DKI Jakarta. Contoh-contoh tersebut menjadi bukti bahwa sejatinya rakyat mampu mengelola sumberdaya hutan dengan catatan diberikan kesempatan untuk melakukan tindakan pengelolaan.
Mewujudkan Kedaulatan Rakyat
Sudah saatnya negara harus percaya terhadap rakyatnya sendiri dan jangan ada sekat yang menghalangi antara keduanya yaitu negara dan rakyat atau sebaliknya. Suharjito dan Darusman (1998) menyatakan bahwa sejatinya penekanan pada kata “masyarakat atau rakyat” pada kehutanan masyarakat atau sejenisnya merupakan penekanan atas pengelolaan hutannya, bukan pada kepemilikan, akan tetapi beberapa definisi yang berhubungan dengan pelibatan rakyat seperti HKm, HD, HTR menggunakan penekanan pada status kepemilikan yaitu dihutan negara yang dikelola oleh rakyat. Perbedaan yang nyata diantara definisi tersebut yaitu HD, HTR, dan HKm kepemilikan lahannya yaitu oleh negara dimana tanahnya tidak dibebani hak (tanah negara), akan tetapi HR berada di tanah yang dibebani hak (tanah milik).
Apapun itu namanya pada dasarnya adalah demokrasi di negara Indonesia merupakan demokrasi yang memiliki keunikan dengan beranekaragam latar belakang sumberdaya alam yang dimiliki, budaya, suku, dan agamanya yang membutuhkan waktu panjang untuk menemukan keseimbangan diantara komponen-komponen negara tersebut, salah satunya yaitu rakyat. Satriawan (2014) mengemukakan bahwa setidaknya demokrasi di suatu negara dapat dicirikan adanya kedaulatan rakyat, terjaminnya HAM, persamaan di depan hukum, pembatasan kekuasaan secara konstitusional, dan adanya pemilu yang jujur dan adil. Kehutanan masyarakat dapat menjadi bagian dari usaha mewujudkan tegaknya demokrasi sekaligus modal bangsa Indonesia dalam berdemokrasi, sebab tanpa pelibatan masyarakat mustahil sumberdaya hutan akan lestari dan rakyat dapat sejahtera.