Rabu, 06 Januari 2016

PUISI BUAT GARSI


Tepat hari ini lima januari engkau disepakati para pendiri
Tepat dua Februari dua ribu dua engkau resmi tercatat dalam akta negara
Garuda Silva menjadi nama
Empat belas tahun engkau berjalan melewati jalan mendaki dan berduri
Wahai Garsi....engkau menjadi tempat pertama kami berjalan menapaki profesi kami
Maafkan kami yang sering meninggalkanmu tanpa acuhkan jasamu
Rimbawan muda mencoba menegakkanmu agar kembali berdiri
Garsi pusaka kami, menjadi warisan moral yang haus akan tantanganmu
Wahai Garuda
Wahai Silva
Wahai rimbawan muda
Wahai penerus kerja-kerja sosial lainnya
Buatlah sejarah dalam bidangmu
Catatlah dengan penamu
Tunjukkan dirimu
Bahwa dirimu mampu
Garsi engkau sungguh berarti

Bogor, 5 Januari 2016 ; 20.11 WIB

Faridh Almuhayat Uhib Hamdani

GARUDA SILVA DALAM METAMORFOSIS KELEMBAGAAN



Pendahuluan

Garuda Silva (Garsi) merupakan salah satu non government organisation (NGO) yang berdiri tanggal 5 Januari 2002 oleh para alumni manajemen hutan (MHT) Universitas Lampung dan tercatat secara resmi oleh notaris Soekarno nomor 01 tanggal 2 Februari 2002. Pendirian tersebut dilatar belakangi oleh keprihatinan para alumni kehutanan Unila terhadap kondisi kehutanan dan lingkungan hidup pada saat itu, dimana banyak terjadi kerusakan dan penurunan kualitas lingkungan hidup sejak meletusnya reformasi tahun 1998. Dengan berdirinya Garsi maka idealisme sebagai rimbawan akan terus terjaga dan sekaligus sebagai bentuk aktualisasi diri para alumni di bidangnya.
Pada bulan April 2015 Garsi melakukan musyawarah anggota (MA) ke-IV dan merubah status lembaga dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) menjadi perkumpulan. Hal tersebut dilandasi dengan semangat membangun pergerakan lembaga yang lebih progresih baik di bidang kehutanan dan lingkungan hidup maupun dibidang usaha lainnya untuk keberlanjutan lembaga. Selama ini Garsi memiliki peran-peran penting dalam pengelolaan lingkungan hidup dan kehutanan di Indonesia khususnya di Propinsi Lampung yang telah lama menjadi brand lembaga yaitu peran dalam bidang kehutanan yang dikemas dengan peran “konservasi (conservation)” dalam arti luas, bidang lingkungan hidup (environment), dan pemberdayaan masyarakat (community development).Oleh karena itu, Garsi dengan brand-nya tersebut harus dapat turut andil dalam ketiga bidang tersebut secara total dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada. Disisi lain Garsi perlu juga memperhatikan kapasitas sumberdaya manusia (SDM) yang ada, dimana selama ini masih mengandalkan kekuatan internal yaitu dengan latar belakang kehutanan baik mahasiswa kehutanan maupun sarjana kehutanan. Setidaknya sisi lain tersebut menjadi bagian kecil dari pekerjaan rumah Garsi untuk terus berbenah baik secara internal maupun eksternal agar peran-perannya teroptimalkan.


Catatan Kaki Buat Garsi
Garsi pada tahun 2016 ini telah berumur 14 tahun dengan melewati 3 era kepemimpinan, yaitu Ahmad Hendri Gunawan (2002-2008), Irhandi Juanestvant (2008-2010), Faridh Almuhayat Uhib Hamdani (2010-2015). Beberapa catatan penting secara kelembagaan di masing0masing era tersebut yaitu:

1. Ahmad Hendri Gunawan (2002–2008)

a. Belum terbentuknya organisasi ikatan alumni kehutanan Unila, sehingga Garsi pada saat itu adalah tempat berkumpul dan berhimpunnya para alumni kehutanan Unila
b. Garsi menyatakan berdiri dengan status sebagai LSM Kehutanan dan Lingkungan Hidup di Provinsi Lampungc. Landasan berfikir dan bergerak hasil kristalisasi selama berproses di akademik kampus, lembaga kemahasiswaan (Himasylva dan Sylva Indonesia), dan pengalaman individu di berbagai organisasi.
d. Jaringan terbentuk karena didukung isu kehutanan dan lingkungan hidup yang pada saat itu banyak LSM lokal dan LSM internasional yang masuk dengan berbagai macam proyek.
e. Kontribusi secara kelembagaan, Garsi lebih banyak dalam bidang kehutanan seperti berkontribusi dalam pemberdayaan masyarakat di sekitar TN, studi konservasi satwa di TN, pengembangan jasa lingkungan dan ekowisata di TN (LPJ Garsi, 2008). Hal tersebut tidak lepas dari kuatnya pengaruh pola fikir dan gerak konservasi yang telah dilalui para pengurus dan anggota Garsi di perkuliahan.
f. Kendala yang dihadapi yang coba penulis rangkum bagi internal dan eksternal Garsi menurut LPJ Garsi (2008) yaitu: 1) Kondisi internal antara lain, (a) Kurangnya profesionalisme kerja setiap individu, (b) Minimnya sumberdaya anggota, (c) Kurangnya koordinasi dan komunikasi diantara pengurus, (d) Kurangnya loyalitas anggota terhadap lembaga, (e) Rentan konflik antar anggota dan pengurus. 2) Kondisi ekternal antara lain, (a) Sosialisasi dan ekposes kurang optimal dan berdampak pada kurang dikenalnya Garsi sebagai lembaga yang berjuang untuk lingkungan dan masyarakat, (b) Terbatasnya kemampuan finansial.
g. Dalam sumbangsih pemikiran bagi tatakelola kehutanan dan pengelolaan lingkungan hidup dilihat dari track record belum banyak dilakukan Garsi secara lembaga, disisi lain peran strategis sesuai status sebagai LSM seharusnya dapat dijalankan.
h. Transfer knowladge dan share informasi secara kolektif belum merata dan dirasakan antar anggota.

2. Irhandi Juanestvan (2008–2010)
a. Pengkaderan keanggotan dijalankan secara kontinyu. Hal ini menjadi titik point kekuatan kolektif sebagai LSM.
b. Isu kehutanan di tangkap dengan membuat program-program jangka panjang melalui pengajuan kerjasama, proposal (Dokumen Kesekretariatan Garsi 2008–2010)
c. Penataan organisasi melalui tertib administrasi kelembagaan dilakukan pengurus
d. Meletakkan pondasi pemikiran diinternal Garsi bahwa LSM perlu melakukan pekerjaan sesuai dengan bidang dan perlunya menjalankan usaha untuk sustainable keuangan lembaga. Hal tersebut tercetus dari pengalaman selama beberapa tahun kepengurusan.
e. Transfer knowladge dijalankan melalui sistem pengkaderan. Pengkaderan Garsi dilakukan dengan perekrutan anggota secara resmi dan seleksi serta diumumkan sesuai dengan hasil penilaian dan kriteria yang dibutuhkan lembaga.
f. Garsi mewadahi anggota melalui pembentukan kelompok-kelompok minat. Hal ini dapat menopang keberlanjutan pengkaderan dan jalannya organisasi melalui keaktifan anggota di lembaga Garsi.
g. Kendala yang dihadapi Garsi (Hasil Wawancara, 2010) yaitu: 1) Kondisi internal, (a) Anggota Garsi banyak yang bekerja, (b) SDM belum banyak, (c) Potensi anggota sebenarnya dapat diandalkan, (d) Budaya ilmiah belum banyak berkembang, (e) Kurangnya kepercayaan diri anggota sebagai LSM, (e) Kondisi finansial belum stabil. 2) Kondisi Ekternal, (a) Belum banyak melakukan kerjasama dengan LSM lain, (b) Banyak jaringan individu yang dikenal di luar, bukan secara lembaga Garsi.
h. Organisasi vakum seiring banyak anggota yang banyak yang bekerja dan sekretariat Garsi yang habis masa kontrak.
i. Transisi kepemimpinan belum berjalan sesuai ketentuan lembaga dan terkesan dipaksanakan.


3. Faridh Almuhayat Uhib Hamdani (2010–2015)
a. Garsi mulai bangkit dari kevakuman dengan pengurus yang fresh graduate yang berbekal dari jaringan kampus, lembaga kemahasiswaan, dan ekternal.
b. Kerjasama dan joint program dengan Kementerian Lingkungan Hidup, konsultan, LSM (lokal, nasional, dan lembaga donor), pemberdayaan masyarakat.
c. Tertib administrasi lembaga, publikasi media masa berjalan, serta melegalkan kelembagaan di Kesbangpol Provinsi dijalankan.
d. Pembuatan media informasi melalui website, media sosial, pembuatan rekening lembaga, dan kartu keanggotaan
e. Garsi mewadahi anggota melalui pembentukan kelompok-kelompok minat.
f. Kendala yang dihadapai Garsi dalam LPJ tahun 2015 yaitu: 1) Kondisi internal, (a) Banyak anggota dan pengurus Garsi yang bekerja sehingga Garsi kehilangan sumberdaya manusia, (b) Kurangnya koordinasi dan komunikasi diantara pengurus dan anggota, (c) Budaya ilmiah belum banyak berkembang, (d) Belum berkelanjutannya program-program yang telah dilakukan, (e) Komando pelaksanaan program kegiatan masih bersifat sentralistik dari Direktur, sehingga belum banyak inisiatif pengurus dan anggota untuk menjalankan lembaga, (f) Individu kurang percaya diri sebagai LSM Garsi. 2) Kondisi Eksternal, (a) Belum banyak melakukan komunikasi aktif antar LSM dan organisasi di bidang kehutanan dan lingkungan hidup, (b) Berjalannya lembaga sesuai dengan kondisi idealnya LSM belum dapat dilakukan karena keterbatasan pengalaman dan jaringan yang dimiliki anggota. (c) Garsi belum show up kepublik secara optimal.
g. Kontribusi dalam pemikiran kehutanan dan lingkungan hidup berupa Opini di media masa di Lampung berjalan, namun masih sebatas oleh Direktur Eksekutif belum dilakukan oleh pengurus dan anggota Garsi.
h. Garsi merubah status dari LSM menjadi perkumpulan, perubahan banyak dilakukan oleh anggota Garsi yang telah memiliki pengalaman di LSM lain.

Catatan kaki dari era ke era kepemimpinan Garsi diatas setidaknya menjadi lesson learn untuk Garsi dimasa yang akan datang. Point penting catatan diatas bahwa lembaga Garsi memiliki permasalahan yang berulang-ulang baik internal maupun eksternal. Secara internal masalah penting yaitu SDM yang kurang konsisten tehadap bidang yang digeluti dan masih sebatas melihat orang/lembaga lain bekerja dibidang yang seharusnya Garsi lakukan. Disisi lain wilayah (maping area) untuk melakukan riset dan uji coba/aksi nyata dilapangan belum optimal karena permasalahan kurangnya data dan informasi yang dimiliki. Secara eksternal permasalahan jaringan dan finansial lembaga Garsi belum dioptimalkan karena individu tidak bermain dengan enjoy dengan lembaga lain ditingkat lokal.


Garsi dalam Pusaran Isu Kehutanan dan Lingkungan Hidup

Perkembangan agenda global dalam bidang kehutanan dan lingkungan hidup semakin berkembang pesat dan tidak hanya sekedar yang diketahui seperti bagaimana ilmu kehutanan dipelajari dan digunakan, namun berkembang hingga tataran kebijakan. Diskursus penggunaan ilmu kehutanan untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan hidup semakin panjang dan menuai berbagai perdebatan. Hingga tidak jarang bidang kehutanan menjadi korban atas kejahatan lingkungan hidup atas nama bisnis skala besar. Maka dalam tataran ini telah banyak peneliti, LSM/NGO lokal dan nasional bahkan internasional masuk ke ranah sensitif bidang yang kita geluti, dengan kata lain kita sebagai rimbawan yang berhimpun dengan nama “Garsi” belum memanfaatkan idealisme dan ilmu yang dimiliki untuk melakukan kerja-kerja di bidang yang menjadi dasar pembentukan pola fikir dan tindakan. 
Hal yang mengherankan bagi Garsi ketika belum dapat melakukan aksi-aksi di bidang yang digeluti untuk setara dengan LSM lainnya. Aneh bukan?Pusaran isu dibidang yang kita geluti berkembang pada pusaran kebijakan dan konsep yang jika ditelusuri masih diawang-awang karena terbatasnya SDM Garsi untuk mengakses data dan informasi tersebut, sebagai contoh bagaimana program REDD+ yang saat ini di gadang-gadang KLHK sudah mencapai tahap implementasi dengan percobaan carbon trade di Provinsi Kalimantan Timur. Bagaimana proses panjang tersebut dilakukan? Bagaimana penghitungannya? Bagaimana kelembagaan dan operasionalnya? Bagaimana penanganan masalah-masalah di lapangan yang terjadi?. Begitu juga dengan perkembangan hutan kemasyarakatan (social forestry) seperti HKm, HTR, HR, HD, HA dan telah sejauh mana pemerintah pro terhadap masyarakat sekitar dan dalam kawasan hutan khususnya di Lampung? Bagaimana Garsi masuk dalam pusaran isu tersebut? Maka perlunya peningkatan kapasitas SDM Garsi untuk melakukan kerja-kerja dibidang yang digeluti membutuhkan kesabaran dan kekonsistenan, sehingga selama ini sangat wajar jika SDM Garsi banyak yang tidak komitmen terhadap lembaga alias “hanya tempat sementara untuk aktualisasi” karena Garsi dalam hal ini individu-individu belum berusaha untuk mencapai “maqom” dessicion maker di keprofesiannya (rimbawan) melalui lembaga Garsi.
Upgrade potensi SDM Garsi harus segera dilakukan untuk mendapatkan kapasitas lembaga yang profesional. Namun juga tidak harus menghilangkan “jiwa kekeluargaan” ketika profesionalisme itu dicapai. Banyak lembaga yang dibentuk dan dijalankan pada awal perjuangan dengan kebersamaan dan kekeluargaan, namun perjuangan tersebut banyak yang tergadaikan karena proyek-proyek sesaat yang memang secara lembaga akan terkenal/eksis namun secara hubungan kekeluargaan hilang tergantikan dengan sekelompok anggota yang merasakan kenikmatan proyek-proyek tersebut. Garsi jangan sampai terjadi hal yang serupa, setidaknya keseimbangan diantara keduanya yaitu kekeluargaan dan keprofesionalan tetap terjaga sehingga Garsi tidak tergerus dan ditinggalkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kehutanan.

Momentum Perubahan Garsi

Setelah berubahnya Garsi dari LSM menjadi Perkumpulan, seharusnya membawa perubahan secara sumberdaya manusia maupun secara lembaga. Perubahan tersebut setidaknya mulai direncakan sejak dilakukannya evolusi status lembaga, sebab tanpa ada perencanaan yang matang mustahil Garsi dapat setara dengan lembaga-lembaga lain. Maka pemikiran bersama, dan aksi bersama harus di jadikan budaya ilmiah di lingkungan Garsi sehingga kemajuan lembaga dapat terlihat secara kolektif. Memang catatan penting perubahan Garsi dari LSM menjadi perkumpulan harus diakui dari beberapa anggota Garsi sebagai pemikirnya, namun kemudian tidak dibarengi dengan transfer knowladge oleh anggota Garsi itu sendiri. Maka dalam pandangan ini saya mencatat bahwa perubahan lembaga membutuhkan sumberdaya yang konsisten dan berani untuk melakukan pergerakan (movement) dalam bidang yang dimiliki serta percaya diri dengan fakta yang harus dibangun oleh lembaga Garsi untuk dijadikan data dan informasi awal agar dapat bersuara mengenai bidang tersebut baik permasalahan maupun solusinya.
Masalah kehutanan dan lingkungan hidup terus berkembang dan terkadang mengulang permasalahan yang telah lalu. Maka Garsi membutuhkan sikap dalam mengkonsistenkan diri untuk mengawal permasalahan tersebut dengan kritis dan terdokumentasikan secara baik dari waktu kewaktu. Menentukan prioritas diantara prioritas yang harus dilakukan setidaknya dapat dikemukakan oleh para pengurus Garsi saat ini kepada publik, sebab masih ada tempat untuk beraktualisasi bagi Garsi dalam upaya pengelolaan kehutanan dan lingkungan hidup di Provinsi Lampung. Selain itu masih banyak hal yang dapat dilakukan selama masa-masa transisi saat ini, terkadang apa yang telah dilakukan dianggap remeh oleh orang lain akan tetapi jika hal tersebut terus dan terus dilakukan oleh Garsi maka orang yang menganggap remeh suatu saat akan kagum dengan apa yang kita lakukan.