Jauh aku melangkah di bumi Borneo
Elok nan indah tatkala melihat hutan-hutan berdiri degan gagahnya
Suara burung bernyanyi dan gemercik air yang menggoda
Menambah syahdu kakiku untuk melangkahkan di bumi Borneo
Oh...Borneo
Cerita itu bukanlah isapan jempol belaka
Memang engkau cantik dan molek seperti sang permaisuri raja-raja
Diperebutkan oleh siapa saja yang ingin menjamah Borneo
Tatkala senja tiba, kakiku bergetar
Melihat bumi Borneo yang berserakan
Seakan-akan menangis di era jaman yang semakin edan
Dulangan emas merajalela, tak penudi akibar yang ditimbulkan
Wahai Borneo,
Aku mengerti jeritan hatimu
Akupun bersedih melihatmu
Aku berharap engkau kuat dan tabah di tengah kerakusan manusia serakah di bumi Borneo
Cukup wahai orang-orang yang rakus
Keberingasanmu mematikan hati nuranimu
Engkau obrak-abrik tanah airmu
Dan engkau tertawa di tengah-tengah rakyat yang terhunus
Palangkaraya, 22 Januari 2018
Pukul 04.11 WIT
Senin, 22 Januari 2018
Senin, 15 Januari 2018
Palangkaraya Kota Nyaman
Hadirku disini menjadi saksi bisu waktu
Tatkala negeriku yang luas dan kaya ini kujelajahi
Terus bertambah usianya dan terus semakin maju
Aku bukanlah siapa-siapa, hanya menjadi petualang yang mencoba mengejar waktu
Palangkaraya kota yang elok nan damai
Ditengah-tengah beragamnya warna warni ciptaan Ilahi
Generasi demi generasi mencoba merawat dengan penuh cinta
Sebab pendahulu telah menanamkan benih-benih perdamaian dan kasih sayang antar sesama
Palangkaraya kota kenangan
Bertahan dan lambat laun menjadi kota yang kucintai
Sebab bukan karena duniawi, tetapi karena rasa cintaku pada masyarakatnya yang begitu luhurnya
Sahabat-sahabatku disana menyambut dengan riang gembira, bersama dengan kenagan-kenangan yang tak terlupakan
Oh.... Palangkaraya
Kota yang damai
Serasa aku ingin menggapai
Namun cukup kutinggalkan cinta kepada Palangkaraya
Palangkaraya, 15 Januari 2018
Pukul 09.15
Tatkala negeriku yang luas dan kaya ini kujelajahi
Terus bertambah usianya dan terus semakin maju
Aku bukanlah siapa-siapa, hanya menjadi petualang yang mencoba mengejar waktu
Palangkaraya kota yang elok nan damai
Ditengah-tengah beragamnya warna warni ciptaan Ilahi
Generasi demi generasi mencoba merawat dengan penuh cinta
Sebab pendahulu telah menanamkan benih-benih perdamaian dan kasih sayang antar sesama
Palangkaraya kota kenangan
Bertahan dan lambat laun menjadi kota yang kucintai
Sebab bukan karena duniawi, tetapi karena rasa cintaku pada masyarakatnya yang begitu luhurnya
Sahabat-sahabatku disana menyambut dengan riang gembira, bersama dengan kenagan-kenangan yang tak terlupakan
Oh.... Palangkaraya
Kota yang damai
Serasa aku ingin menggapai
Namun cukup kutinggalkan cinta kepada Palangkaraya
Palangkaraya, 15 Januari 2018
Pukul 09.15
Kamis, 04 Januari 2018
MUSIM HUJAN TIBA, BANJIRPUN MELANDA
Indonesia
dengan letak geografis yang strategis di belahan bumi, ditakdirkan memiliki dua
musim yaitu musim penghujan dan musim kering. Keberkahan yang di berikan Tuhan
Yang Maha Esa tersebut patut disyukuri mengingat negara-negara lain belum tentu
di anugerahi musim yang menjadikan sumberdaya alam Indonesia melimpah dengan
tanah yanng subur, tanaman tumbuh subur, dan beraneka jenis spesies hewan ada
didalamnya. Oleh sebab itu wajib bagi kita menjaga dan melestarikannya agar
anak cucu kita dapat menikmati kekayaan alam tersebut.
Beberapa
bulan yang lalu kita dihadapkan pada musim kering yang panjang, kita
menyaksikan betapa negara kita dari sabang sampai merauke mengalami kekeringan
dari yang tingkat sedang hingga yang tingkat parah. Melalui media massa baik
cetak maupun elektroni hingga media sosial memberitakan kekeringan yang
menyebabkan masyarakat petani gagal panen, sumber-sumber mata air kering,
kebakaran hutan dan lahan yang hebat menyebabkan masyarakat terdampak penyakit
ispa bahkan meninggal, masyarakat mengantri untuk mendapatkan bantuan pasokan
air dan tidak sedikit mereka berkelahi karena berebut air. Contoh-contoh
kejadian pada saat musim kering tersebut sadar atau tidak bahwa saat itu Tuhan
memberikan ujian bagi hamba-hambanya untuk mengambil pembelajaran (hikmah) bahwa
betapa berharganya setetes air untuk makhluk hidup. Banyak yang selama ini
beranggapan bahwa air akan selalu tersedia, namun kenyataannya ketika musim
kering air bukan selalu tersedia melainkan kita yang harus mencari. Artinya
bahwa kebanyakan masyarakat menganggap remeh pentingnya air dan tidak banyak
melakukan tindakan/upaya agar air sebagai sumber kehidupan dapat selalu
tersedia. Pertanyaannya adalah jika kita terus dimanjakan dengan keadaan
seperti sekarang, bagaimana keadaan di bulan-bulan berikutnya?
Musim Penghujan Tiba
Pada
akhirnya kita saat ini dihadapkan pada musim penghujan, walaupun datangnya
sedikit terlambat namun musim tersebut akhirnya tiba. Hal yang sama terulang
kembali dari tahun-ketahun, dimana kita mengalami kebanjiran dan tidak sedikit
terjadi tanah longsor. Lebih mengejutkan lagi diwilayah-wilayah yang tahun lalu
tidak terjadi banjir sekarang terjadi banjir baik diwilayah perkotaan maupun di
pedesaan, ada apakah dengan kondisi bentangan alam Indonesia saat ini? Jika
ditelisik dari waktu-kewaktu sepertinya terjadi kemunduran kualitas lingkungan
hidup di negara kita yang kita ketahui bahwa pembangunan diperkotaan sulit
untuk dikendalikan seperti perumahan, pertokoan, jalan, dan industri yang pada
akhirnya banyak ruang terbuka hijau dan kualitas lingkungan hidup yang
tersingkirkan bahkan terabaikan karena untuk mengejar pertumbuhan ekonomi
semata.
Pertumbuhan
penduduk di perkotaan juga berdampak pada tersedotnya sumberdaya baik
sumberdaya manusia yang semakin menumpuk diperkotaan dan sumberdaya alam dalam
bentuk lain (telah diolah) yang dibutuhkan oleh masyarakat perkotaan. Efek lain
yang terjadi yaitu semakin banyaknya bahan pencemar yang mencemari udara, tanah
dan air, dan juga sampah-sampah yang menumpuk bahkan masyarakat banyak yang
membuanya ke parit atau sungai yang pada akhirnya menyumbat aliran air. Dimusim
kering tempat-tempat pembuangan tersebut terlihat kumuh dan bau yang pekat, dan
pada musim penghujan menyumbat aliran air sungai sehingga terjadilah banjir.
Banjir yang melanda perkotaan sering karena sumbatan air akibat menumpuknya
sampah-sampah dan juga akibat dari saluran air yang kurang dalam atau kurang
lebar sehingga tidak mampu menampung banyaknya air yang terbuang ke parit-parit
dan sungai-sungai.
Disisi
lain pedesaan terjadi banjir akibat meluapnya sungai-sungai diwilayah mereka, masalah
yang sering ditemui yaitu banyak parit dan sungai kecil yang tidak berfungsi
baik karena telah diratakan dengan tanah maupun karena tidak dapat mengalir
akibat sengaja alirannya dibuntukan. Sedangkan sungai-sungai besar secara
kuantitas menampung air yang mengalir dari hulu dan air yang dibuang kesungai
saat ini semakin banyak. Maka aliran air semakin deras dan mengikis badan
sungai sehingga air meluap dan menimpa lahan-lahan pertanian serta pemukiman. Masyarakat
pedesaan yang dahulunya nyaman dengan kondisi wilayahnya saat ini disibukkan
dengan banjir yang melanda wilayahnya.
Jika
ditinjau lebih dalam, maka indikasinya yaitu banyak wilayah hulu yang dahulunya
masih mampu menahan air hujan sehingga mengalirkan air secara perlahan-lahan dan
saat ini kondisinya banyak yang rusak. Rusaknya wilayah hulu dari berbagai
kajian menyebutkan bahwa semakin banyaknya alih fungsi lahan dari lahan
berhutan menjadi perkebunan, pertanian, pertambangan dan pemukiman dan lain
sebagainya. Diwilayah hilir kondisi yang sama juga terjadi, berkurangnya lahan
berhutan (ruang terbuka hijau) dan dampak pembangunan yang tidak pro-lingkungan
terus terjadi. Maka telah lengkap situasi bentangan alam Indonesia dimana
bagian hulu yang seharusnya menjaga siklus tata air telah banyak yang rusak
sedangkan wilayah hilir terus tergerus oleh pembangunan yang tidak pro-lingkungan
dan menumpuknya masalah-masalah lingkungan lainnya. Dimanakah letak kesadaran
kita sebagai masyarakat baik yang merasakan dampak secara langsung maupun tidak
langsung untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi saat ini selalu
terulang-ulang dari tahun ke tahun. Sedangkan disisi lain dimanakah tanggung
jawab pemerintah yang dengan program-programnya melakukan upaya pencegahan dan
penanggulangan banjir baik di hulu maupun di wilayah hilir? Sepertinya uang
rakyat yang digunakan belum banyak dirasakan untuk mengurus masalah yang
berulang ini.
Pendekatan Solusi
Upaya
pencegahan dan penanggulangan banjir yang terjadi saat ini setidaknya dilakukan
melalui dua pendekatan, yaitu: Pertama, Pendekatan
jangka pendek. Pendekatan jangka pendek dilakukan mengingat situasi musim
penghujan saat ini telah tiba sehingga perlu dilakukan tindakan cepat dan penuh
siap siaga. Tindakan tersebut antara lain: 1) Membersihkan selokan air dan
membebaskan sungai-sungai dari genangan sampah dan merial lainnya, 2) Membuat
sumur resapan sebagai upaya mengurangi volume air yang mengalir ke parit atau
sungai, 3) Menyiapkan logistik untuk korban terdampak banjir, 4) Melakukan
penyadaran dan pelatihan bagi masyarakat dalam mengelola lingkungan hidup. Kedua, Pendekatan jangka panjang. Hal
tersebut dilakukan sebagai bentuk upaya preventif agar kejadian serupa terjadi
kembali. Upaya tersebut antara lain: 1) Rehabilitasi hutan dan lahan kritis, 2)
Menambah ruang terbuka hijau dan membuat sumur resapan untuk membantu
infiltrasi air kedalam tanah, 3) Melakukan gerakan penyadaran untuk masyarakat
baik di wilayah hulu maupun wilayah hilir, 4) Memproduksi regulasi-regulasi
yang mengutamakan lingkungan hidup.
Pendekatan-pendekatan
tersebut sebenarnya telah banyak dilakukan baik secara individu maupun secara
lembaga seperti gerakan menanam pohon, program Corporate Social Responsibility (CSR) peduli lingkungan, hari cinta
puspa, hari konservasi nasional, hari bumi, dan banyak hari-hari peringatan
lainnya yang dilakukan untuk mengajak masyarakat lebih peduli terhadap kondisi
lingkungan hidup. Akan tetapi peringatan-peringatan tersebut masih berupa
kegiatan ceremonial belaka, belum
dijiwai oleh masyarakat secara luas. Sebagai contoh, bagaiman gerakan-gerakan
kecil peduli lingkungan belum dijiwai yaitu membuang sampah pada tempatnya dan
memilah sampah organik dan an-organik. Kondisi saat ini masih banyak masyarakat
yang membuang sampah sembarangan, dan sedikit yang melakukan penghijauan
diwilayah sekitar mereka, padahal disisi lain mereka mengalami masalah yang
sama seperti banjir dan tumpukan sampah dimana-mana.
Maka
tidak ada kata lain pendekatan yang harus dilakukan selain jangka panjang dan
jangka pendek diatas yaitu kesadaran kolektif dari seluruh komponen bangsa
terhadap situasi lingkungan hidup disekitarnya, baik semua komonen di wilayah
hulu maupun diwilayah hilir. Jika hal tersebut dilakukan maka situasi pada saat
musim penghujan ditahun yang akan datang berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya,
yaitu banjir tidak terjadi lagi. Akankah kesadaran kolektif seluruh komponen
bangsa tersebut terjadi? Sebab kebajikan yang dilakukan baik kecil maupun besar
untuk memperbaiki lingkungan hidup tidaklah sia-sia, sebagaimana sabda
Rasulullah SAW “Tak ada seorang muslim
yang menanam pohon atau menanam tanaman, lalu burung memakannya atau manusia
atau hewan, kecuali ia akan mendapatkan sedekah karenanya”. [HR.
Al-Bukhoriy]
DELAPAN BEKAL PEMIMPIN DUNIA KONSERVASI
Sumber daya hutan merupakan anugerah dari sang
pencipta untuk dimanfaatkan secara lestari agar masyarakat dapat merasakan
keberadaannya hingga generasi penerusnya. Pembagian hutan menurut fungsinya (UU
41 tahun 1999) hutan di bagi menjadi tiga yaitu hutan produksi, hutan lindung,
dan hutan konservasi. Masing-masing memiliki peran dan fungsi sesuai dengan
peruntukannya, salah satunya yaitu hutan konservasi yang berfungsi untuk
menjaga kelestarian flora dan fauna beserta ekosistemnya. Usaha untuk menjaga
fungsi tersebut maka dilakukan berbagai cara seperti pemanfaatan, perlindungan,
dan pengawetan.
Kerja-kerja konservasi menjadi bagian dari
sebuah kecintaan kepada alam, sehingga bagi yang dapat merasakannya benar-benar
ingin menempuh jalan kedamaian dan keseimbangan hidup melalui kegiatan cinta
alam “tadabur alam” tersebut. Seseorang yang telah menjadi konservasionis
sejati tentu akan terus haus akan sebuah ketenangan jiwa dengan cara jalan
kembali kealam (back to nature).
Tanpa itu mereka merasakan kekurangan dalam jiwanya.
Kawasan konservasi di Indonesia yang masih
tersisa ini memiliki sejarah yang sangat panjang dan memiliki nilai-nilai yang
sangat belimpah. Usaha-usaha yang dilakukan manusia untuk konservasi alam baik
dalam tataran kebijakan hingga teknis kehidupan sehari-hari telah ada sejak
jaman dahulu, namun state (negara)
juga harus memiliki pengakuan dan aturan main untuk memperkuat keberadaan
kawasan-kawasan konservasi sebagai salah satu bentuk kepedulian terhadap cagar
biosfer, warisan dunia, yang tidak ternilai harganya tersebut.
Kerja konservasi menjadi tantangan bagai
generasi penerus, mengingat kualitas kepemimpinan yang dimiliki oleh mereka
harus terus dikembangkan seiring kemajuan tehnologi saat ini. Kepemimpinan yang
saling asah, asuh, dan asih menjadi sesuatu hal yang sulit didapatkan saat ini,
maka bagi seorang pemimpin dunia konservasi harus dapat menjadi leader bukan sekedar manager. Perbedaannya diantara keduanya
yaitu leader adalah seseorang yang
memberikan arah. Seorang pemimpin harus dapat memberikan arah organisasi yang
ia pimpin secara tepat. Sedangkan manager
adalah seseorang yang harus mampu melaksanakan semua yang telah ditetapkan
arahnya.seorang manaje tidak perlu memperdulikan apakah arah yang ditentukan
tersebut sesuai dengan tujuan atau aspirasi yang berkembang, baik dalam
organisasi maupun masyarakat.
Kepemimpinan dalam dunia konservasi selalu akan
berhubungan dengan permasalahan-permasalahan klasik, dari tatabatas, illegal logging, illegal trading, perambahan, perburuan, pengamanan, hingga dalam
internal organisasi konservasi (seperti menumpuknya staf dikantor, sedikitnya
pekerja yang turun kelapangan, kerja yang mengandalkan surat perintah jalan,
pendanaan, sarana dan prasarana, kurang komunikasi dengan stakeholder lainnya, gap
alamamater, ketidak jelasan arah pengelolaan kawasan konservasi). Begitu juga
permasalahan transfer “ilmu” yang kemudian menyebabkan kesenjangan yang yang
tinggi antar generasi. Jika hal tersebut tetap dibiarkan maka Corps Rimbawan
akan semakin luntur seiring menuanya organisasi konservasi yang kita miliki
ini, sehingga pertanyaannya adalah bagaimana mendapatkan pemimpin dalam dunia
konservasi? Meminjam gagasan J.C. Maxwell dalam buku Nahkoda karangan Wiratno
(2005), bahwa 85% pemimpin dibentuk oleh pengaruh pemimpin sebelumnya, 10%
sebagai karunia alam, dan 5% sebagai akibat dari krisis.
Kepemimpinan dunia konservasi perlu memiliki
makna-makna filosofis yang dapat ditularkan kepada generasi penerus sebagai
“gen” kepemimpinan dimasa yang akan datang dan perlu dipersiapkan sedini
mungkin. Karena pembelajar yang baik akan menggunakan makna-makna filosofi
sebagai spirit peningkatan kualitas pribadi seorang pemimpin dalam mengawal
keeksisan gerakan-gerakan konservasi. Meminjam istilah leader dari budaya Jawa yang disebut dengan Asta Brata (delapan
kebajikan alam semesta) maka seorang pemimpin dunia konservasi penuh dengan
tantangan-tantangan dalam mengelola organisasi konservasinya, maka perlu sifat memiliki
dan menempuh jalan dalam Asta Brata tersebut, yaitu :
1.
Jalan
matahari
Matahari
memiliki sifat panas dan penuh dengan energi, ia member sarana hidup. Artinya
bahwa setiap pemimpin harus dapat memberikan spirit (semangat), member
kehidupan, memberi energi positif kepada anak buahnya.
2.
Jalan
bulan
Bulan
mampu menerangi dalam kegelapan malam, artinya setiap pemimpin harus
menyenangkan dan member terang apabila anak buahnya dalam kehampaan, kegelapan,
kegalauan akibat ketidak jelasan arah dan tujuan.
3.
Jalan
bintang
Bintang
sangatlah indah kita pandang, bintang juga memiliki fungsi sebagai kompas (petunjuk
arah mata angin). Artinya pemimpin harus dapat memberikan pedoman, contoh atau
suri tauladan, dan arahan yang benar bagi anak buahnya.
4.
Jalan
angin (udara)
Angin
(udara) memiliki sifat dapat berada dimana-mana disetiap ruang-ruang kosong,
setiap pori-pori. Artinya pemimpin harus mampu melakukan tindakan-tindakan yang
teliti, penuh dengan hati-hati, cermat, dan harus mau dan mampu turun kelapagan
menyelami kehidupan bawahannya dan kondisi lapangan sesungguhnya. Setiap
keadaan pemimpin mampu mengatakan kebenaran, karena sifat udara adalah jujur.
5.
Jalan
mendung
Mendung
bersifat menakutkan, namun sangat berkah dan manfaat jika telah turun hujan.
Artinya seorang pemimpin harus berwibawa dalam setiap perkataan maupun
perbuatan sehingga keberadaannya sangat bermanfaat bagi anah buahnya.
6.
Jalan
api
Api
memiliki sifat tegak dan sanggup membakar apa saja yang ada didekatnya. Artinya
pemimpin harus bertindak adil, memiliki prinsip yang benar, serta tidak pandang
bulu dalam hal apapun.
7.
Jalan
samudera
Samudera
memiliki sifat luas dan rata. Artinya seorang pemimpin harus memiliki pandangan
yang luas dalam berbagai segi ilmu dan sanggup menerima persoalan dengan penuh
tanggung jawab dan tidak membenci terhadap seseorang.
8.
Jalan
bumi
Bumi
bersifat sentosa dan suci. Artinya pemimpin harus dapat berfungsi seperti sifat
bumi, yaitu dalam hal pemikiran dan perbuatannya harus sentosa budi pekertinya,
jujur, dan memeberikan anugerah (reward) kepada bawahannya yang telah berjasa
dan melakukan kerja-kerja dengan serius dan benar.
Falsafah
yang mendalam tersebut sangatlah ideal jika pemimpin-pemimpin dunia konservasi
bertindak dengan sifat-sifat “manusiawi” yang melekat dalam pribadi seseorang. Mesias
yang ditunggu-tunggu untuk menjawab kegelisahan yang saat ini terjadi adalah
bagian dari amar ma’ruf nahi munkar (berbuat
kebaikan dan menjauhi segala keburukan) untuk menjaga semangat kerja konservasi
agar hutan tetap lestari.
Semangat
kerja konservasi menurut hemat penulis harus dimulai dengan menumbuhkan jiwa
kepemimpinan dari diri seorang pekerja konservasi. Oleh karenanya
pekerjaan-pekerjaan yang mendasar dalam dunia konservasi dapat terselesaikan
dengan baik. Semangat kepemimpinan dunia koservasi harus segera ditularkan,
mengingat kronisnya kondisi kepemimpinan yang terjadi. Mengambil pemikiran
Wiratno, dkk (2012) dalam buku Tersesat Di Jalan Yang Benar, maka kepemimpinan
dunia konservasi juga perlu diarahkan pada semangat untuk kembali kerja di
lapangan, memiliki strategi penataan kawasan, melakukan dukungan ditingkatan
teknis (upt), segera melakukan intervensi kebijakan di semua lapisan.
Tidaklah
mudah melakukannya, akan tetapi membutuhkan sosok pemimpin yang ideal dan mampu
menjadi “Nahkoda” dalam kerja konservasi. Perpaduan-perpaduan antara Asta Brata
- Arahan yang jelas - dzikir, fikir, dan amal shaleh akan menghasilkan sosok
yang ideal, karena gabungan Asta Brata dan arahan yang jelas diatas akan
menghasilkan pemimpin yang ideal dalam dunia konservasi. Jika dibarengi dengan
spiritual (dzikir) yang kuat kepada Pencipta Alam Semesta, mengolah akal
(fikir) yang benar dan postif untuk dijadikan bekal dalam bertindak, serta berbuat
dengan ikhlas (amal shaleh) sebagai perwujudan syukur, maka masih ada harapan
untuk kita (pemimpin) merubah menjadi lebih baik. Insya Allah. (*)
Langganan:
Postingan (Atom)