Senin, 22 Januari 2018

Pemandangan Alam

Jauh aku melangkah di bumi Borneo
Elok nan indah tatkala melihat hutan-hutan berdiri degan gagahnya
Suara burung bernyanyi dan gemercik air yang menggoda
Menambah syahdu kakiku untuk melangkahkan di bumi Borneo

Oh...Borneo
Cerita itu bukanlah isapan jempol belaka
Memang engkau cantik dan molek seperti sang permaisuri raja-raja
Diperebutkan oleh siapa saja yang ingin menjamah Borneo

Tatkala senja tiba, kakiku bergetar
Melihat bumi Borneo yang berserakan
Seakan-akan menangis di era jaman yang semakin edan
Dulangan emas merajalela, tak penudi akibar yang ditimbulkan

Wahai Borneo,
Aku mengerti jeritan hatimu
Akupun bersedih melihatmu
Aku berharap engkau kuat dan tabah di tengah kerakusan manusia serakah di bumi Borneo

Cukup wahai orang-orang yang rakus
Keberingasanmu mematikan hati nuranimu
Engkau obrak-abrik tanah airmu
Dan engkau tertawa di tengah-tengah rakyat yang terhunus


Palangkaraya, 22 Januari 2018
Pukul 04.11 WIT

Senin, 15 Januari 2018

Palangkaraya Kota Nyaman

Hadirku disini menjadi saksi bisu waktu
Tatkala negeriku yang luas dan kaya ini kujelajahi
Terus bertambah usianya dan terus semakin maju
Aku bukanlah siapa-siapa, hanya menjadi petualang yang mencoba mengejar waktu

Palangkaraya kota yang elok nan damai
Ditengah-tengah beragamnya warna warni ciptaan Ilahi
Generasi demi generasi mencoba merawat dengan penuh cinta
Sebab pendahulu telah menanamkan benih-benih perdamaian dan kasih sayang antar sesama

Palangkaraya kota kenangan
Bertahan dan lambat laun menjadi kota yang kucintai
Sebab bukan karena duniawi, tetapi karena rasa cintaku pada masyarakatnya yang begitu luhurnya
Sahabat-sahabatku disana menyambut dengan riang gembira, bersama dengan kenagan-kenangan yang tak terlupakan

Oh.... Palangkaraya
Kota yang damai
Serasa aku ingin menggapai
Namun cukup kutinggalkan cinta kepada Palangkaraya



Palangkaraya, 15 Januari 2018
Pukul 09.15

Kamis, 04 Januari 2018

MUSIM HUJAN TIBA, BANJIRPUN MELANDA


Indonesia dengan letak geografis yang strategis di belahan bumi, ditakdirkan memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kering. Keberkahan yang di berikan Tuhan Yang Maha Esa tersebut patut disyukuri mengingat negara-negara lain belum tentu di anugerahi musim yang menjadikan sumberdaya alam Indonesia melimpah dengan tanah yanng subur, tanaman tumbuh subur, dan beraneka jenis spesies hewan ada didalamnya. Oleh sebab itu wajib bagi kita menjaga dan melestarikannya agar anak cucu kita dapat menikmati kekayaan alam tersebut.
Beberapa bulan yang lalu kita dihadapkan pada musim kering yang panjang, kita menyaksikan betapa negara kita dari sabang sampai merauke mengalami kekeringan dari yang tingkat sedang hingga yang tingkat parah. Melalui media massa baik cetak maupun elektroni hingga media sosial memberitakan kekeringan yang menyebabkan masyarakat petani gagal panen, sumber-sumber mata air kering, kebakaran hutan dan lahan yang hebat menyebabkan masyarakat terdampak penyakit ispa bahkan meninggal, masyarakat mengantri untuk mendapatkan bantuan pasokan air dan tidak sedikit mereka berkelahi karena berebut air. Contoh-contoh kejadian pada saat musim kering tersebut sadar atau tidak bahwa saat itu Tuhan memberikan ujian bagi hamba-hambanya untuk mengambil pembelajaran (hikmah) bahwa betapa berharganya setetes air untuk makhluk hidup. Banyak yang selama ini beranggapan bahwa air akan selalu tersedia, namun kenyataannya ketika musim kering air bukan selalu tersedia melainkan kita yang harus mencari. Artinya bahwa kebanyakan masyarakat menganggap remeh pentingnya air dan tidak banyak melakukan tindakan/upaya agar air sebagai sumber kehidupan dapat selalu tersedia. Pertanyaannya adalah jika kita terus dimanjakan dengan keadaan seperti sekarang, bagaimana keadaan di bulan-bulan berikutnya?
Musim Penghujan Tiba
Pada akhirnya kita saat ini dihadapkan pada musim penghujan, walaupun datangnya sedikit terlambat namun musim tersebut akhirnya tiba. Hal yang sama terulang kembali dari tahun-ketahun, dimana kita mengalami kebanjiran dan tidak sedikit terjadi tanah longsor. Lebih mengejutkan lagi diwilayah-wilayah yang tahun lalu tidak terjadi banjir sekarang terjadi banjir baik diwilayah perkotaan maupun di pedesaan, ada apakah dengan kondisi bentangan alam Indonesia saat ini? Jika ditelisik dari waktu-kewaktu sepertinya terjadi kemunduran kualitas lingkungan hidup di negara kita yang kita ketahui bahwa pembangunan diperkotaan sulit untuk dikendalikan seperti perumahan, pertokoan, jalan, dan industri yang pada akhirnya banyak ruang terbuka hijau dan kualitas lingkungan hidup yang tersingkirkan bahkan terabaikan karena untuk mengejar pertumbuhan ekonomi semata.
Pertumbuhan penduduk di perkotaan juga berdampak pada tersedotnya sumberdaya baik sumberdaya manusia yang semakin menumpuk diperkotaan dan sumberdaya alam dalam bentuk lain (telah diolah) yang dibutuhkan oleh masyarakat perkotaan. Efek lain yang terjadi yaitu semakin banyaknya bahan pencemar yang mencemari udara, tanah dan air, dan juga sampah-sampah yang menumpuk bahkan masyarakat banyak yang membuanya ke parit atau sungai yang pada akhirnya menyumbat aliran air. Dimusim kering tempat-tempat pembuangan tersebut terlihat kumuh dan bau yang pekat, dan pada musim penghujan menyumbat aliran air sungai sehingga terjadilah banjir. Banjir yang melanda perkotaan sering karena sumbatan air akibat menumpuknya sampah-sampah dan juga akibat dari saluran air yang kurang dalam atau kurang lebar sehingga tidak mampu menampung banyaknya air yang terbuang ke parit-parit dan sungai-sungai.
Disisi lain pedesaan terjadi banjir akibat meluapnya sungai-sungai diwilayah mereka, masalah yang sering ditemui yaitu banyak parit dan sungai kecil yang tidak berfungsi baik karena telah diratakan dengan tanah maupun karena tidak dapat mengalir akibat sengaja alirannya dibuntukan. Sedangkan sungai-sungai besar secara kuantitas menampung air yang mengalir dari hulu dan air yang dibuang kesungai saat ini semakin banyak. Maka aliran air semakin deras dan mengikis badan sungai sehingga air meluap dan menimpa lahan-lahan pertanian serta pemukiman. Masyarakat pedesaan yang dahulunya nyaman dengan kondisi wilayahnya saat ini disibukkan dengan banjir yang melanda wilayahnya.
Jika ditinjau lebih dalam, maka indikasinya yaitu banyak wilayah hulu yang dahulunya masih mampu menahan air hujan sehingga mengalirkan air secara perlahan-lahan dan saat ini kondisinya banyak yang rusak. Rusaknya wilayah hulu dari berbagai kajian menyebutkan bahwa semakin banyaknya alih fungsi lahan dari lahan berhutan menjadi perkebunan, pertanian, pertambangan dan pemukiman dan lain sebagainya. Diwilayah hilir kondisi yang sama juga terjadi, berkurangnya lahan berhutan (ruang terbuka hijau) dan dampak pembangunan yang tidak pro-lingkungan terus terjadi. Maka telah lengkap situasi bentangan alam Indonesia dimana bagian hulu yang seharusnya menjaga siklus tata air telah banyak yang rusak sedangkan wilayah hilir terus tergerus oleh pembangunan yang tidak pro-lingkungan dan menumpuknya masalah-masalah lingkungan lainnya. Dimanakah letak kesadaran kita sebagai masyarakat baik yang merasakan dampak secara langsung maupun tidak langsung untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi saat ini selalu terulang-ulang dari tahun ke tahun. Sedangkan disisi lain dimanakah tanggung jawab pemerintah yang dengan program-programnya melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan banjir baik di hulu maupun di wilayah hilir? Sepertinya uang rakyat yang digunakan belum banyak dirasakan untuk mengurus masalah yang berulang ini.
Pendekatan Solusi
Upaya pencegahan dan penanggulangan banjir yang terjadi saat ini setidaknya dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu: Pertama, Pendekatan jangka pendek. Pendekatan jangka pendek dilakukan mengingat situasi musim penghujan saat ini telah tiba sehingga perlu dilakukan tindakan cepat dan penuh siap siaga. Tindakan tersebut antara lain: 1) Membersihkan selokan air dan membebaskan sungai-sungai dari genangan sampah dan merial lainnya, 2) Membuat sumur resapan sebagai upaya mengurangi volume air yang mengalir ke parit atau sungai, 3) Menyiapkan logistik untuk korban terdampak banjir, 4) Melakukan penyadaran dan pelatihan bagi masyarakat dalam mengelola lingkungan hidup. Kedua, Pendekatan jangka panjang. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk upaya preventif agar kejadian serupa terjadi kembali. Upaya tersebut antara lain: 1) Rehabilitasi hutan dan lahan kritis, 2) Menambah ruang terbuka hijau dan membuat sumur resapan untuk membantu infiltrasi air kedalam tanah, 3) Melakukan gerakan penyadaran untuk masyarakat baik di wilayah hulu maupun wilayah hilir, 4) Memproduksi regulasi-regulasi yang mengutamakan lingkungan hidup.
Pendekatan-pendekatan tersebut sebenarnya telah banyak dilakukan baik secara individu maupun secara lembaga seperti gerakan menanam pohon, program Corporate Social Responsibility (CSR) peduli lingkungan, hari cinta puspa, hari konservasi nasional, hari bumi, dan banyak hari-hari peringatan lainnya yang dilakukan untuk mengajak masyarakat lebih peduli terhadap kondisi lingkungan hidup. Akan tetapi peringatan-peringatan tersebut masih berupa kegiatan ceremonial belaka, belum dijiwai oleh masyarakat secara luas. Sebagai contoh, bagaiman gerakan-gerakan kecil peduli lingkungan belum dijiwai yaitu membuang sampah pada tempatnya dan memilah sampah organik dan an-organik. Kondisi saat ini masih banyak masyarakat yang membuang sampah sembarangan, dan sedikit yang melakukan penghijauan diwilayah sekitar mereka, padahal disisi lain mereka mengalami masalah yang sama seperti banjir dan tumpukan sampah dimana-mana.

Maka tidak ada kata lain pendekatan yang harus dilakukan selain jangka panjang dan jangka pendek diatas yaitu kesadaran kolektif dari seluruh komponen bangsa terhadap situasi lingkungan hidup disekitarnya, baik semua komonen di wilayah hulu maupun diwilayah hilir. Jika hal tersebut dilakukan maka situasi pada saat musim penghujan ditahun yang akan datang berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, yaitu banjir tidak terjadi lagi. Akankah kesadaran kolektif seluruh komponen bangsa tersebut terjadi? Sebab kebajikan yang dilakukan baik kecil maupun besar untuk memperbaiki lingkungan hidup tidaklah sia-sia, sebagaimana sabda Rasulullah SAW “Tak ada seorang muslim yang menanam pohon atau menanam tanaman, lalu burung memakannya atau manusia atau hewan, kecuali ia akan mendapatkan sedekah karenanya”. [HR. Al-Bukhoriy]

DELAPAN BEKAL PEMIMPIN DUNIA KONSERVASI


Sumber daya hutan merupakan anugerah dari sang pencipta untuk dimanfaatkan secara lestari agar masyarakat dapat merasakan keberadaannya hingga generasi penerusnya. Pembagian hutan menurut fungsinya (UU 41 tahun 1999) hutan di bagi menjadi tiga yaitu hutan produksi, hutan lindung, dan hutan konservasi. Masing-masing memiliki peran dan fungsi sesuai dengan peruntukannya, salah satunya yaitu hutan konservasi yang berfungsi untuk menjaga kelestarian flora dan fauna beserta ekosistemnya. Usaha untuk menjaga fungsi tersebut maka dilakukan berbagai cara seperti pemanfaatan, perlindungan, dan pengawetan.
Kerja-kerja konservasi menjadi bagian dari sebuah kecintaan kepada alam, sehingga bagi yang dapat merasakannya benar-benar ingin menempuh jalan kedamaian dan keseimbangan hidup melalui kegiatan cinta alam “tadabur alam” tersebut. Seseorang yang telah menjadi konservasionis sejati tentu akan terus haus akan sebuah ketenangan jiwa dengan cara jalan kembali kealam (back to nature). Tanpa itu mereka merasakan kekurangan dalam jiwanya.
Kawasan konservasi di Indonesia yang masih tersisa ini memiliki sejarah yang sangat panjang dan memiliki nilai-nilai yang sangat belimpah. Usaha-usaha yang dilakukan manusia untuk konservasi alam baik dalam tataran kebijakan hingga teknis kehidupan sehari-hari telah ada sejak jaman dahulu, namun state (negara) juga harus memiliki pengakuan dan aturan main untuk memperkuat keberadaan kawasan-kawasan konservasi sebagai salah satu bentuk kepedulian terhadap cagar biosfer, warisan dunia, yang tidak ternilai harganya tersebut.
Kerja konservasi menjadi tantangan bagai generasi penerus, mengingat kualitas kepemimpinan yang dimiliki oleh mereka harus terus dikembangkan seiring kemajuan tehnologi saat ini. Kepemimpinan yang saling asah, asuh, dan asih menjadi sesuatu hal yang sulit didapatkan saat ini, maka bagi seorang pemimpin dunia konservasi harus dapat menjadi leader bukan sekedar manager. Perbedaannya diantara keduanya yaitu leader adalah seseorang yang memberikan arah. Seorang pemimpin harus dapat memberikan arah organisasi yang ia pimpin secara tepat. Sedangkan manager adalah seseorang yang harus mampu melaksanakan semua yang telah ditetapkan arahnya.seorang manaje tidak perlu memperdulikan apakah arah yang ditentukan tersebut sesuai dengan tujuan atau aspirasi yang berkembang, baik dalam organisasi maupun masyarakat.
Kepemimpinan dalam dunia konservasi selalu akan berhubungan dengan permasalahan-permasalahan klasik, dari tatabatas, illegal logging, illegal trading, perambahan, perburuan, pengamanan, hingga dalam internal organisasi konservasi (seperti menumpuknya staf dikantor, sedikitnya pekerja yang turun kelapangan, kerja yang mengandalkan surat perintah jalan, pendanaan, sarana dan prasarana, kurang komunikasi dengan stakeholder lainnya, gap alamamater, ketidak jelasan arah pengelolaan kawasan konservasi). Begitu juga permasalahan transfer “ilmu” yang kemudian menyebabkan kesenjangan yang yang tinggi antar generasi. Jika hal tersebut tetap dibiarkan maka Corps Rimbawan akan semakin luntur seiring menuanya organisasi konservasi yang kita miliki ini, sehingga pertanyaannya adalah bagaimana mendapatkan pemimpin dalam dunia konservasi? Meminjam gagasan J.C. Maxwell dalam buku Nahkoda karangan Wiratno (2005), bahwa 85% pemimpin dibentuk oleh pengaruh pemimpin sebelumnya, 10% sebagai karunia alam, dan 5% sebagai akibat dari krisis.
Kepemimpinan dunia konservasi perlu memiliki makna-makna filosofis yang dapat ditularkan kepada generasi penerus sebagai “gen” kepemimpinan dimasa yang akan datang dan perlu dipersiapkan sedini mungkin. Karena pembelajar yang baik akan menggunakan makna-makna filosofi sebagai spirit peningkatan kualitas pribadi seorang pemimpin dalam mengawal keeksisan gerakan-gerakan konservasi. Meminjam istilah leader dari budaya Jawa yang disebut dengan Asta Brata (delapan kebajikan alam semesta) maka seorang pemimpin dunia konservasi penuh dengan tantangan-tantangan dalam mengelola organisasi konservasinya, maka perlu sifat memiliki dan menempuh jalan dalam Asta Brata tersebut, yaitu :
1.      Jalan matahari
Matahari memiliki sifat panas dan penuh dengan energi, ia member sarana hidup. Artinya bahwa setiap pemimpin harus dapat memberikan spirit (semangat), member kehidupan, memberi energi positif kepada anak buahnya.
2.      Jalan bulan
Bulan mampu menerangi dalam kegelapan malam, artinya setiap pemimpin harus menyenangkan dan member terang apabila anak buahnya dalam kehampaan, kegelapan, kegalauan akibat ketidak jelasan arah dan tujuan.
3.      Jalan bintang
Bintang sangatlah indah kita pandang, bintang juga memiliki fungsi sebagai kompas (petunjuk arah mata angin). Artinya pemimpin harus dapat memberikan pedoman, contoh atau suri tauladan, dan arahan yang benar bagi anak buahnya.
4.      Jalan angin (udara)
Angin (udara) memiliki sifat dapat berada dimana-mana disetiap ruang-ruang kosong, setiap pori-pori. Artinya pemimpin harus mampu melakukan tindakan-tindakan yang teliti, penuh dengan hati-hati, cermat, dan harus mau dan mampu turun kelapagan menyelami kehidupan bawahannya dan kondisi lapangan sesungguhnya. Setiap keadaan pemimpin mampu mengatakan kebenaran, karena sifat udara adalah jujur.
5.      Jalan mendung
Mendung bersifat menakutkan, namun sangat berkah dan manfaat jika telah turun hujan. Artinya seorang pemimpin harus berwibawa dalam setiap perkataan maupun perbuatan sehingga keberadaannya sangat bermanfaat bagi anah buahnya.
6.      Jalan api
Api memiliki sifat tegak dan sanggup membakar apa saja yang ada didekatnya. Artinya pemimpin harus bertindak adil, memiliki prinsip yang benar, serta tidak pandang bulu dalam hal apapun.
7.      Jalan samudera
Samudera memiliki sifat luas dan rata. Artinya seorang pemimpin harus memiliki pandangan yang luas dalam berbagai segi ilmu dan sanggup menerima persoalan dengan penuh tanggung jawab dan tidak membenci terhadap seseorang.
8.      Jalan bumi
Bumi bersifat sentosa dan suci. Artinya pemimpin harus dapat berfungsi seperti sifat bumi, yaitu dalam hal pemikiran dan perbuatannya harus sentosa budi pekertinya, jujur, dan memeberikan anugerah (reward) kepada bawahannya yang telah berjasa dan melakukan kerja-kerja dengan serius dan benar.

Falsafah yang mendalam tersebut sangatlah ideal jika pemimpin-pemimpin dunia konservasi bertindak dengan sifat-sifat “manusiawi” yang melekat dalam pribadi seseorang. Mesias yang ditunggu-tunggu untuk menjawab kegelisahan yang saat ini terjadi adalah bagian dari amar ma’ruf nahi munkar (berbuat kebaikan dan menjauhi segala keburukan) untuk menjaga semangat kerja konservasi agar hutan tetap lestari.

Semangat kerja konservasi menurut hemat penulis harus dimulai dengan menumbuhkan jiwa kepemimpinan dari diri seorang pekerja konservasi. Oleh karenanya pekerjaan-pekerjaan yang mendasar dalam dunia konservasi dapat terselesaikan dengan baik. Semangat kepemimpinan dunia koservasi harus segera ditularkan, mengingat kronisnya kondisi kepemimpinan yang terjadi. Mengambil pemikiran Wiratno, dkk (2012) dalam buku Tersesat Di Jalan Yang Benar, maka kepemimpinan dunia konservasi juga perlu diarahkan pada semangat untuk kembali kerja di lapangan, memiliki strategi penataan kawasan, melakukan dukungan ditingkatan teknis (upt), segera melakukan intervensi kebijakan di semua lapisan.


Tidaklah mudah melakukannya, akan tetapi membutuhkan sosok pemimpin yang ideal dan mampu menjadi “Nahkoda” dalam kerja konservasi. Perpaduan-perpaduan antara Asta Brata - Arahan yang jelas - dzikir, fikir, dan amal shaleh akan menghasilkan sosok yang ideal, karena gabungan Asta Brata dan arahan yang jelas diatas akan menghasilkan pemimpin yang ideal dalam dunia konservasi. Jika dibarengi dengan spiritual (dzikir) yang kuat kepada Pencipta Alam Semesta, mengolah akal (fikir) yang benar dan postif untuk dijadikan bekal dalam bertindak, serta berbuat dengan ikhlas (amal shaleh) sebagai perwujudan syukur, maka masih ada harapan untuk kita (pemimpin) merubah menjadi lebih baik. Insya Allah. (*)