Jumat, 20 Juni 2025

TANTANGAN NU DI WILAYAH TAPAK

Dokumentasi Pribadi: Kenanagan saat peringatan hari santri tahun 2017 bersama Ketua PCNU Kota Bogor, Rois Syuriah MWCNU Bogor Utara, Ketua Tanfidz MWCNU Bogor Utara di kediaman Bapak Jatirin Anggota DPRD Kota Bogor dari Fraksi PKB.


Mukadimah

Sebagian besar masyarakat Indonesia adalah beragama Islam. Bukan karena Islam itu sebagai agama yang mendominasi atau serakah dalam urusan ketauhidan, namun Islam lebih banyak diterima dibanyak kalangan masyarakat karena metode dakwahnya yang luwes, membudaya, dan tidak menghilangkan tradisi-tradisi kebudayaan yang baik diakar rumput. Sehingga bersandingan dengan dengan bentuk apapun yang ada di masyarakat dengan penuh harmoni.

Lalu perubahan jaman dari waktu ke waktu yang begitu cepat hingga tahun 2025 ini sebagai tahun yang dianggap sudah puncak era teknologi 4.0, namun Islam masih relevan. Kita lihat banyak di kalangan kaum/masyarakat modern ingin kembali pada masa-masa lampau, mereka menemukan kegersangan dalam kehidupan. Mereka disibukkan dengan target-target pekerjaan yang tinggi, dikejar dengan urusan-urasan ekonomi hingga tak luput menyambar pada urusan privasi (keluarga). Urusan keluarga juga penting diurus, namun pada titik tertentu saat dunia canggih mengejarnya, mereka kemudian lelah dan menemukan semacam "hidayah" kembali jalan pulang sesuai kodratnya yaitu "manusia-hamba Allah SWT".

Inilah tantangan bagi kita pemegang kunci nilai-nilai keagaman (sebut: Nahdlatul Ulama). Perkumpulan Ulama, Kiai, Ajengan, atau sebutan pemuka agama Islam) yang masih tersisa dalam bingkai Islam Ahlussunnah Wal Jamaah-Annahdliyyah. Kita sebagai pengikut saja. Perkumpulan yang insya Allah diridhaiNya sebab didalamnya terdapat ilmu-ilmu agama. Ilmu yang tersimpan dalam individu-individu yang didik dengan penuh kesadaran akan tanggung jawab sebagai insan pengemban amanah agama yaitu Khalifatul Fil Ardh.  Maka dalam jamiyyah NU ini individu telah diletakkan tanggung jawab untuk mensyiarkan agama Islam dengan penuh keyakinan bahwa Islam sebagai rahmatan lil'alamin, islam sebagai petunjuk/ guiden dalam mengarungi hidup, islam sebagai jiwa dan jantung kehidupan. Maka NU harus mampu menembus sekat-sekat jaman dalam mengurai permasalahan kehidupan yang semakin pelik.


Tantangan NU di Tapak

Kedepan akan lebih kompleks tantangannya. Tidak usah bicara muluk-muluk tentang tugas Pengurus Besar NU, namun mari kita bicara tugas NU ditingkat tapak. Siapa dia? Ranting dan Anak Ranting. 

Ranting NU sebagai pemegang wilayah tingkat desa/kelurahan atau Anak Ranting untuk wilayah RW/RT harus mengendalikan tugas-tugas sebagai pengayom dan pemberi petunjuk bagi masyarakat khususnya yang beragama Islam, lebih khusus lagi yang menjadi anggota NU. 

Misal, bagaimana pengurus ranting NU memetakan masjid-masjid basis penyebaran Islam Aswaja, memetakan majelis-majelis taklim, memetakan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat, memetakan wilayah berpotensi untuk dikembangkan dalam rangka memajukan wilayah untuk kebutuhkan roda organisasi.

Ranting NU menjadi jantung kehidupan. Sebab itu, pengurus harus bersemangat dan yakin bahwa mereka menjadi panutan, mereka dapat berdiri diatas kaki sendiri (berdikari), pengurus harus merdeka tanpa ada tekanan dan pengaruh dari siapapun dalam mengurus jamaah tetap tegak lurus dengan arah organisasi, pengurus harus mampu mengangkat NU sebagai "biang candu" bagi masyarakat untuk urusan duniawi maupun ukhrawi. Namun NU juga bukan kendaraan mencari uang-ini tidak boleh.

Berat memang. Namun apakah seberat tugas kanjeng Nabi dalam berdakwah? apakah seberat ayah/ibu, kakek/nenek, atau para kiai dan guru-guru kita dalam mendidik ummatnya untuk tetap berpegang teguh dalam dinnul islam?. Tentu ini menjadi renungan, saat kita tidak hadir dalam warna kehidupan itu, maka akan dilindas oleh waktu, lalu hilang tanpa jejak. Sedangkan KH. Wahid Hasyim yang dididik oleh ayahannya KH. Hasyim Asy'ari bin Kiai Asyari itu kira-kira begini "Membaca sejarah memang penting, tapi membuat sejarah lebih penting". Inilah tantangan nyata kita bagaimana kita mengukir sejarah sebaik mungkin agar penerus kita kelak tetap dalam semangat berNU yang sama dengan pendahulunya.


Penutup

Mari bersama-sama dalam jamiiyyah NU ini menggerakkan dengan akal dan batin yang penuh dengan cinta. Cinta karena Allah SWT dan RasulNya, cinta karena warisan ilmu daripada para Ulama. Tantang NU ditingkat tapak bukan sesuatu yang harus dibuat sulit untuk dipecahkan, namun buatlah mudah sebab kemudahan akan tercapai apabila tali jagat itu melingkar dalam jiwa kita sebagai warga NU.

Kedepan, pengurus dan anggota harus bergerak. Kaderisasi dimasing-masing tingkatan harus diikuti, mulai dari PD-PKPNU, PM-KNU, hingga level nasional A-KNU. Setidaknya pendidikan tersebut menguatkan cara otak pengurus dan anggota NU bekerja dalam menstrukturkan organisasi, memberikan semangat (ghirah) dalam berjuang di NU, serta menjadi bekal dalam mengurus organisasi dalam waktu cepat/lambat. Sebagai penutup, mengutip pesan Hadratusysyaikh KH. Hasyim Asy'ari sebagai penyemangat dalam berdakwah dan mensyiarkan NU di tingkat tapak sebagai berikut: "Dakwah dengan cara memusuhi ibarat orang membangun kota, tetapi merobohkan istananya.”. Semoga kita selalu dalam rahmat dan ridha Allah SWT dimanapun berada, baik di Anak Ranting/Ranting atau tingkatan lebih tinggi. Aamiin.


Gunung Batu, 20 Juni 2025/08.43 WIB

Alfaqir

Faridh Almuhayat Uhib H.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar