Kamis, 26 Juni 2025

RIMBAWAN-RIMBAWAN PENENTU JALAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN


(Sebutir debu dari tanah Pasundan untuk Himpunan Mahasiswa Kehutanan (Himasylva)/PC Sylva Indonesia Universitas Lampung di perayaan hari kelahiran 25 Juni 2025)

Berita kepulangan kehadirat Sang Pencipta, seorang sahabat/rekan/saudara satu angkatan saat menempuh jenjang Sarjana Kehutanan di Universitas Lampung (Yoshy Rizky Amalia, S.Hut-Ochi) hari Rabu tanggal 25 Juni 2025 membuat tercengang. Entah karena seperti baru kemarin melihat statusnya sedang dirawat, tak hentinya mengulurkan doa agar lekas sembuh. Tetiba pagi hari kerja berita sahabatku masuk tahap kritis, pukul 14.40 WIB kabar dari Lampung tiba dengan cepat bahwa Ochi telah tiada. _Innalillahi wainnailahi rajiun_. Kami sungguh kehilangan. Semoga Tuhan YME menerima amal kebaikan dan menghapus segala kesalahannya serta mendapat tempat terbaik disisiNya. Ia sejak mahasiswa berprestari, rajin, cerdas, aktif di organisasi, menjabat sekretaris umum Himasylva, aktif membantu acara dan perjuangan Sylva Indonesia saat selama 2 tahun Pengurus Pusat Sylva Indonesia 2008-2010 berada di Lampung. Selamat jalan kawan.

Disela kesibukan dan ternyata kelengahan itu ada, malam ini adek-adek Himasylva share sebuah link Pelatihan Mahasiswa Kehutanan Indonesia (PMKI) 2025 (https://www.youtube.com/live/ilkbloA_dPM). Ternyata di Bumi Ruwa Jurai hari ini diselenggarakan PMKI yang merupakan ivent besar Sylva Indonesia (Ikatan Mahasiswa Kehutanan Indonesia) dari tahun ke tahun. Sejak dahulu Sylva Indoensia menjadi sebuah primadona bagi mahasiswa kehutanan se-Indonesia, sebab di Sylva Indonesia banyak "candu" yang membuat para "pemikir-pemikir" kehutanan bertahan melek untuk berdialektika saat sebagian besar mahasiswa kehutanan mulai banyak yang "kupu-kupu alias kuliah pulang". Tidak heran perhelatan nasional seperti Konferensi Nasional, Seminar Nasional, Latihan Kepempinan, _Training of Trainer_, Seminar Nasional, dan perhelatan kegiatan nasional oleh Sylva Indonesia akan selalu dihadiri banyak mahasiswa kehutanan dan non kehutanan bahkan alumni serta para pihak yang ingin mengisi dan berkontribusi untuk Sylva Indonesia.

Maka, PMKI kali ini yang digelar di kampus biru Universitas Lampung tanggal 25-28 Juni 2025 oleh Himasylva adalah sebuah "ide dan aksi gila" yang penuh resiko namun rimbawan muda Unila mampu berperan, beraksi unjuk gigi bahwa mereka mampu menjadi tuan rumah PMKI. Tema yang yang diusungpun tidak main-main, yaitu _"Regenerasi Alam: Solusi Berbasis Alam Melalui Mitigasi dan Adaptasi Iklim"_. Kami bangga dengan kalian dan terimakasih rimbawan Himasylva lalu apa gerakanmu selanjutnya?


Gemuruh Buldoser vs Teriakan Rimbawan yang Tidak Bosan

Ini sebuah poin seolah bombastis. Sejak dahulu kehutanan memang seksi untuk menjadi objek tema, kadang ada juga yang sudah menjadi objek sasaran investasi lain. Era 1960an Sylva Indonesia terus menyuarakan tentang bagaimana pemerataan kualitas sumber daya manusia (SDM) dari tingkat menengah hingga sekolah tinggi atau perguruan tinggi itu dapat mengurus hutan agar tetap berkelanjutan. Di Era 1970an Sylva Indonesia bergerak dengan proses dialogis di dalam forum kongres kehutanan "teriakannya kencang" bahkan tidak jarang kata "hutan untuk kesejahteraan rakyat" selalu menggema, disisi lain hutan sebagai devisa harus dimanfaatkan secara adil. Selanjutnya di Era 1980an Sylva Indonesia berupaya bagaiamana hasil-hasil hutan bukan hanya pada objek kayu, namun juga hasil hutan bukan kayunya yang dapat dikelola maka tidak sedikit pula ijin usaha pemanfaatan hutan beredar begitu masif diberbagai daerah baik BUMNnya maupun Swastanya. Teriakan dan gelombang buldoser vs teriakan aktivis bersautan menggema diberbagai media. Era 1990an pun juga begitu. Namun era ini hutan kembali menjadi "ideologi" bahwa sudah banyak yang diusahakan namun bagitu-begitu saja. Kenapa masyarakat tetap saja belum sejahtera, lalu apakah ada salah kelola? Sylva Indonesia mendobrak sekat kemapanan dimana hutan harus dikembalikan/dipulihkan agar ekosistem berjalan normal. Era ini gelombang bencana alam menjadi pertanda yang cukup untuk kembali memulihkannya "back to forest". Tak lama kemudian gelombang reformasi menjadi titik tolak bahwa masyarakat hutan tidak boleh ditinggalkan dan mereka mulai menyuarakan akan ketimpangan-ketimpangan yang ada. Saat itu kawasan hutan banyak diserbu masyarakat untuk dijadikan ladang penghidupan. Akhirnya Sylva Indonesia memiliki cara berdialektika dengan berbagai kalangan, sehingga banyak aktivis Sylva Indonesia yang masuk dalam berbagai lini seperti kamar praktisi, LSM/NGO, lembaga donor, dll. Akhirnya pada era 2000an hingga kini, tidak sedikit kekuatan "dialog" yang dibangun oleh para aktivis menghasilkan berbagai output dalam rangka menuju visi besar kehutanan Indonesia yaitu "hutan lestari masyarakat sejehtera". Walaupun secara outcome boleh dikatakan sudah ada namun masih belum masuk dalam catatan para pegiat dimasing-masing sektor.

Singkat cerita, bahwa dua pandangan yang saling berseberangan akan tetap ada hingga saat ini, walaupun dalam perjalanannya terdapat titik temu. Misal, bagaimana skema perhutanan sosial yang sejak dahulu sudah digadang-gadang dan digaungkan hingga kini masih terus berjalan, dimana ijin pengelolaan kawasan hutan untuk masyarakat secara luasan terus ditambah dan dipercepat. Contoh tersebut juga membuat kekhawatiran dilain pihak bahwa nanti hutan akan rusak, hancur, dll. Disinilah titik temu dari proses dialog terus dilakukan sehingga pengelolaan hutan dalam dilakukan secara optimal, dan berkeadilan. Atau banyak contoh lain yang sedikit ngeri-ngeri sedap seperti ijin untuk penggunaan lain seperti kebun sawit, ataupun tambang yang secara tidak langsung memang itu ada di bawah/dasar dari hutan itu sendiri. Karena tidak dipungkiri hutan sebagai satu kesatuan ekosistem termasuk dibagian dalam tanahpun terdapat potensi sumber daya alam yang berlimpah. Tentu ini harus diatur dengan regulasi yang tepat dan demokratis.

Sylva Indonesia sebagai _agent of change_ harus mampu belajar dari situasi kesejarahan pengelolaan hutan di Indonesia dari era ke era tersebut. Sebab membaca lembaran sejarah tersebut baik apa yang terjadi, mengapa terjadi, dimana kejadian, siapa yang terlibat dan apa hasilnya, akan menjadikan "napas" para aktivis Sylva Indonesia menjadi lebih panjang dan tidak bosan-bosan. Dia tidak akan digilas oleh jaman. Maka pemikiran yang progresif terkait bagaimana kehutanan di Indonesia ini akan dikelola dan dibawa kemana, setidaknya ada arah dan jalan dalam menapaki era-era selanjutnya.


Dipersimpangan, Jangan Takut Tersesat

Tahun 2025 menjadi sebuah tahun keramat. Para punggawa kehutanan, senior, rimbawan yang menuntun kita bahkan sudah banyak yang berpulang dipanggil Sang Pencipta. Kini masih ada sisa-sisa yang mungkin masih ada api dan semangat juang yang ingin ditularkan. Atau bahkan masih ada kader-kader yang membawa api semangat juang yang saat ini masih sering menyuarakan atau bahkan sering berdiskusi disisi kita seperti kawan, sahabat, yang tanpa sekat hingga para rimbawan muda Sylva Indonesia lupa untuk "menuliskan/menorehkan" pemikiran, gagasan, aksi, praktik dan pengalaman dalam menghadapi situasi kehutanan lintas jaman tadi.

Dipersimpangan jalan jalan inilah, kedewasaan para kader Sylva Indonesia diuji baik mental maupun kecerdasan dalam "menggerakkan akal dan nurani" untuk menentukan arah pembangunan kehutanan dimasa yang akan datang. Tidak akan mungkin kembali kemasa lampu, atau ingin segera lari kemasa depan itu dengan mudah.

Meminjam istilah dalam pergulatan pemikiran pak Wiratno (2011) dalam buku tersesat dijalan yang benar itu, menurutnya yang dikatan oleh Faqih (2003) dibagian akhir benar bahwa desain pembangunan Indonesia itu produk sarjana Indonesia yang mendewakan pertumbuhan ekonomi. Sementara dunia memasuki era neo-kolonialisme, dimana dominasi dan kolonialisasi tidak lagi menggunakan kekerasan fisik tetapi dengan penjajahan teori dan ideologi. Ia melihat bahwa sarjana kehutanan tidak didesain untuk berpikir mandiri dan cenderung menerima begitu saja pandangan dominan mengenai seharusnya hutan harus dikelola bukan hanya yang mengutamakan eksploitasi dan pencapaian produksi kayu besar-besaran.

Lalu bagaimana agar jalan makin lurus. Dalam buku yang dieditori oleh Prof. Hariadi Kartodiharjo (2013) kembali ke jalan lurus, beliau mengatakan bahwa masa depan dan peluang memperbaiki kebijakan kehutanan sangat tergantung pada tumbuhnya generasi kritis yang mampu memperbaharui diskursus diberbagai bidang dan tempat pekerjaan baik dibidang pengembangan SDM, pendidikan, pelatihan, penelitian, khususnya terkait kehutanan. Banyak aspek yang harus diperbaiki bahkan digugat untuk mendapatkan pengetahuan baru terkait bagaimana kehutanan dapat menjadi sebuah subjek pendorong untuk manusia dibumi agar dapat bertahan hidup dengan tetap menjadikan hutan sebagai aspek penting dalam ruang hidup manusia.

Inilah lingkungan hidup sesungguhnya, praktik-praktik kelola ruang yang berdasarkan pada prinsip kesimbangan diutamakan agar seluruh komponen ekosistem hidup secara seimbang. Seperti tema PMKI itu, ada kata-kata _Solusi Berbasis Alam_ dimana hutan adalah bagian dari sumber daya alam. Kekuatan besar yang mampu menjaga denyut nadi kehidupan dibumi, namun juga tidak lepas dari sumber lain.

Ketersesatan itu akan terjadi jika kesombongan akan pengetahuan yang dimiliki. Seharusnya meminjam istilah yang sering dinasehatkan kepada kita sejak kecil "malu bertanya sesat di jalan". Ini mengibaratkan kita bahwa menjadi manusia itu harus jujur, apabilah memang tidak tahu, tidak paham maka bertanya kepada ahlinya. Dipersimpangan jalan kita akan menemui aktor-aktor yang telah mengetahui arah jalan selanjutnya, tidak heran jika banyak dimasa-masa transisi kepemimpinan di Indoensia akan selalu ada tinjauan terhadap rencana pembangunan, dan rancangan pembangunan. Bahkan juga telah ada jalan/peta jalan yang telah disusun oleh era/rejim sebelumnya. Ini sebagai bentuk untuk meletakkan fondasi dan arah jalan pembangunan kedepan.

Akan tetapi, kehutanan dalam hal ini harus dapat membaca arah dan tujuan dari pengelolaan sumber daya alam khususnya hutan akan dibawa kemana. Sebab cita-cita bangsa Indonesia untuk mewujudkan Indonesia Emas di tahun 2045 tidak akan tercapai jika meninggalkan jejak lingkungan yang kotor, alam rusak, udara polusi, laut tercemar, walaupun sejuti bangunan megah dan korporasi berdiri megah di negeri ini.


Selamat Harlah Himasylva, Bravo Sylva Indonesia

Sylva Indonesia tentukan jalanmu dimasa yang akan datang akan kemana, dan apa gerakanmu dalam setiap nafasmu. Sebab tidak akan ada kader-kader yang tangguh tanpa melewati pergulatan pemikiran, dinamika organisasi, inovasi dari keadaan yang dihadapi saat ini untuk lebih berarti bagi kemaslahatan kader Sylva yang lebih banyak. Di Himasylva dahulu kami ditempa, oleh dosen, senior, oleh sahabat, teman, dan masa kekeliruan berfikir, bertindak itu akan selalu ditemui. Disitulah kami dimarahi dan juga diluruskan oleh keadaan.

Rimbawan Unila sebagai pelopor pegolakan pemikiran dan gerakan di Sylva Indonesia harus mampu membuka cakrawala di era baru ini. Era yang berbada dengan masa lampau. Bukan soal teknologi saja, namun soal bagaimana menghubungkan pengetahuan lintas jaman yang telah dilalui sejak 1997-2025 (28 tahun) ini menjadi sebuah petunjuk dan arah agar kader Sylva Unila menjadi rimbawan penentu jalan pembangunan kehutanan Indonesia. Selamat harlah Himasylva ke-28.

Salam Rimbawan....!!!

Bogor, 26 Juni 2025; 00.46 WIB

Faridh Almuhayat Uhib H.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar