Foto: Dokumentasi pribadi
Prolog"Macet kata orang itu indah. Tapi tidak dengan yang lain, mereka bilang macet itu bikin ruwet" ini kalimat yang sering di dengar sepintas di beberapa obrolan ringan warung kopi, atau gerutu di saat terjebak macet.
Terlepas dari itu semua, macet itu ibarat penyumbatan darah baik ke jantung maupun keluar dr jantung, jika darah tidak lancar maka berakibat fatal bisa stroke, tidak sadarkan diri, mengakibatkan penyakit lain, bahkan sampai bisa meninggal dunia. Kefatalan tersebut akhirnya menjadikan landasan untuk tingkatan tindakan pengobatan yang harus diberikan kepada penderita.
Sudah menjadi hal umum, bahwa kota/kabupaten di Indonesia semakin hari akan semakin bertambah penduduknya. Sejalan dengan itu, kebutuhan hidup baik kebutuhan primer hingga tersier juga akan meningkat. Begitu pula aliran produksi dari hulu hingga hilir dalam bentang lanskap wilayah akan terjadi simbiosis yang tidak terpisahkan, seperti kebutuhan lahan, ekstraksi sumber daya alam, hingga situasi sosial politik yang pragmatis akan terhubung. Begitulah siklus kehidupan.
Kemajuan teknologi dan kebutuhan pekerjaan di ibu kota juga membuat magnet dan daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk melakukan urban ke ibu kota. Mereka beralih dari desa ke ibu kota, mengadu nasib agar semakin mujur dan saat pulang kampung mendapatkan status sosial tersendiri karena hasil perantauannya menghasilkan kesuksesan secara kasat mata.
Selain sandang, pangan, papan, yang menjadi ukuran keberhasilan juga kendaraan (roda dua maupun roda empat) yang awalnya masih kategori tersier. Era now, kendaraan menjadi kebutuhan primer bagi sebagian kalangan, sebab sangat membantu dalam menghemat waktu dalam bekerja.
Jika rata-rata di kota kecil terdapat kurang lebih 50 ribu jiwa, kota sedang 100 ribu jiwa, dan kota besar 800 ribu s.d 1 juta jiwa, dan hampir 80 s.d 90% penduduknya tersebut membeli/memiliki kendaraan, maka jumlah kendaraan semakin bertambah dan kebtuhan bahan bakar/sumber energi akan bertambah, termasuk jasa-jasa lain yang ditimbulkan dari pemakaian kendaraan tersebut. Arus lalu lintas-pun semakin padat, semakin ramai, pada akhirnya apabila tidak tertata secara masif maka macet dimana-mana alis "semrawut" seperti benang kusut.
Macet, Apa Solusimu?
Apa yang terjadi jika tata wilayah tidak diperbaharui? tidak bisa dibayangkan, kecepatan pertambahan penduduk berikut kebutuhan-kebutuhannya yang semakin bertambah menjadikan beban terhadap kondisi kota/kabupaten pada akhirnya menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan, sosial, ekonomi, budaya bahkan politik.
Tata wilayah penting, sebab dengan tata wilayah yang tepat maka dapat mewujudkan ruang wilayah yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan, dengan mempertimbangkan berbagai aspek seperti sumber daya alam, sosial, ekonomi, dan budaya yang ada di dalamnya. Termasuk macet. Hal ini menyangkut tata wilayah terkait peta penataan transportasi, pembangunan sarana publik, sarpras jalan, dll.
Seperti di hutan rimba jika macet itu terjadi. Semua orang ingin cepat sampai tujuan, namun ada saja yang seenaknya berkendara di jalanan, seperti berhenti sembarangan, melanggar rambu-rambu lalu lintas, intinya pasti ada sumber masalahnya. Jika berkaca pada pengalaman, terlihat macet itu disebabkan karena: 1) Jumlah kendaraan di jalan raya melebihi kapasitas jalan, 2) Jalan umum yang tidak bertambah lebar, atau kondisinya rusak (bergelombang, berlubang), atau bencana alam, 3) Terdapat kecelakaan atau razia penertiban atau perbaikan jalan, 4) Tidak taatnya pengendara mematuhi aturan alis ugal-ugalan semaunya sendiri, 5) Pejalan kaki/pesepeda yang sembarangan berjalan/bersepeda di jalanan, 6) Atau ada sebab lain-silahkan ditambah.
Dampaknya sangat banyak, selain boros waktu dan bahan bakar, macet juga berdampak pada psikologis masyarakat seperti kelelahan dan tingkat stres bertambah, macet juga berdampak buruk pada lingkungan karena polusi udara/suara yang meningkat.
Lalu apa solusi kemacetan? belum ada formula khusus mengatasinya. Namun pandangan hemat penulis antara lain: Pertama, bahwa solusi dari macet yaitu perlu ditingkatkan kesadaran masyarakat dalam berkendara baik kendaraan pribadi maupun kendaraan umum. Dengan cara bagaimana? Cara mudah yaitu meningkatkan kesadaran diri di jalanan untuk selamat dan sampai tujuan dengan cepat seperti sadar untuk fokus di jalan, sadar patuhi peraturan, sadar jaga jarak aman, sadar hindari gangguan berkendara. Begitu pula di kendaraan umum, harus tercipta kondusifitas dalam kendaraan umum. Contoh seperti sadar menaati antrian pembelian tiket, sadar keluar masuk dengan tertib, tidak melakukan tindakan asusila/pelecehan/penghinaan, tidak berbicara kencang/berisik, mendahulukan penumpang prioritas, menjaga kebersihan dan ketertiban, dll.
Kedua, menciptakan hukum positif bagi seluruh kalangan. Konkrit yang ditawarkan sebagai solusi untuk mengatasi kemacetan yaitu untuk kendaraan umum seperti bus/angkot, pemerintah perlu membangun fasilitas umum seperti halte sebanyak-banyaknya. Halte yang ada saat ini masih belum memadai selain jarak antar halte sangat jauh juga penumpang yang masih naik/turun diluar titik/halte. Semisal saja pemerintah membangun halte dengan jarak antar halte 200 s,d 500 m. Bus/angkot wajib berhenti di halte yang sudah ditetapkan, begitu juga penumpang harus naik/turun di halte tersebut, tidak boleh diluar. Aturan lain yaitu bus/angkot dilarang ngetem/mangkal di halte, harus terus jalan. Implikasinya jika tidak naik/turun atau berhenti tepat pada halte, maka mendapatkan sanksi baik itu sopir angkot/bus maupun penumpang.
Apa sih susahnya membuat halte? jangan dibayangkan halte yang mewah, sebab setiap hari kita disuguhkan halte cukup dengan papan informasi pemberhentian bus yang dipasang pemerintah. Itupun murah harga pengadaannya kita bisa tebak dan tanya kepada tukang las. Tidak usah bicara proyek pengadaannya sebab itu hal sepele yang pemerintah terkesan berbelit-belit dan lambat.
Memang idealnya aturan umum pembuatan halte bus mencakup lokasi strategis, fasilitas yang memadai, dan desain yang aman serta mudah diakses. Halte juga sebaiknya ditempatkan di dekat pusat kegiatan, mudah dijangkau pejalan kaki, dan tidak mengganggu lalu lintas serta terdapat fasilitas seperti tempat duduk, atap pelindung, informasi rute, dan penerangan yang memadai juga penting. Namun jika solusi macet yang cepat tentu itu salah satu formulanya. Kemudian baru perbaiki fasilitas kendaraan umumnya seperti bus/angkotnya.
Ketiga, pemerintah wajib mengendalikan arus lalulintas melalui kantor dan posko terdekat. Hal ini dilakukan oleh Dinas Perhubungan setempat yang cukup mengontrol dan mengintruksikan di masing-masing posko melalui CCTV yang sudah dipasang ditempat strategis. Sedangkan Walikota/Bupati dan perangkat laiinnya juga dapat memantau. Sebagaimana hal ini juga dapat dilakukan sebenarnya pekerjaan dasar Kelurahan/Desa/Dinas terkait dapat dikontrol dengan CCTV yang sudah dipasang di kantor/balai desa/dinas sehingga terlihat pelayanan yang dilakukan petugas. Sebab Wifi/Internet saat ini cukup memadai/mendukung untuk pemasangan CCTV, tidak perlu CCTV yang mahal, cukup yang murah meriah namun dapat disambungkan dengan wifi untuk melakukan pemantauan sebagai bukti kinerja perangkat-perangkat pemerintah terkait. Berani tidak bapak aing?
Tentu hal tersebut ditakutkan oleh para pelayanan negara baik ASN/Non ASN. Tidak ada ruang privasi ataupun waktu terpantau santai-santai. Pelayanan dilakukan setiap hari merupakan ibadah dan jihad terbesar. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al An'am Ayat 126 yang artinya "Inilah jalan Tuhanmu yang lurus. Sungguh, Kami telah menjelaskan secara rinci ayat-ayat (Kami) kepada orang-orang yang mengambil pelajaran". Maksud dari ayat tersebut yaitu bahwa orang-orang yang beriman kepada Allah telah diberikan peringatan melalui Al-Qur'an, berupa janji dan ancaman, halal dan haram, pahala dan siksa, dan lain-lainnya terkait perbuatan yang dilakukan dalam konteks ini adalah pekerjaan, maka harus terus berbuat kebaikan melalui pelayanan yang prima.
Satu hal lagi saya heran dan aneh, saat masyarakat/warga negara kita berkunjung ke tempat/negara lain saja patuh dan tertib dengan hukum yang berlaku. Mereka lalu bangga dengan negara orang lain sambil merendahkan negara sendiri, tanpa sadar mereka saat kembali ke Indonesia melakukan hal yang melanggar aturan/hukum. Seharusnya menjadi contoh saat di Indonesia dimulai dari diri sendiri menjadi contoh untuk taat, menjaga kebersihan dan ketertiban, melakukan inovasi dan terobosan dalam pelayanan, tidak serakah dalam menggunakan anggaran negara seperti KKN terutama dalam hal pengadaan alat-alat dan sarana pendukung yang sering di mark up.
Apa hubungannya dengan macet? Sepertinya ada yaitu kondisi moral yang dilarbelakangi kualitas sumber daya manusia (SDM) yang tidak mampu menjaga situasi di jalan hingga tidak mampu menyediakan kebijakan yang tepat untuk masyarakat. Kebijakan tersebut seperti penyediaan sarana dan prasana publik, tata wilayah, sirkulasi transportasi, sistem kontrol, dan perangkat-perangkat lain yang mengatur agar lalu lintas lancar.
Bapak Aing, Bukan Hanya Kang Dedi Mulyadi
Fenomena seolah-olah kang Dedi Mulyadi-Gubernur Jawa Barat saat ini sebagai malaikat yang mampu memenuhi semua tuntutan/keluh kesah warga. Jangan terkecoh dengan peran-peran yang ditunjukkan di media sosial itu, anggap itu hanya bagian kecil dari tugas-tugas beliau sebagai Gubernur, seharusnya itu bisa diselesaikan oleh tingkat bawah seperti Kepala Desa, Lurah, Camat, Kepala Dinas, Bupati/Walikota dan wakilnya.
Kenapa seolah-olah semua sektor bermasalah? karena aparat telah terdogma dengan ketersediaan anggaran, enggan terjun ke lapangan/wilayah kerjanya. Bagaimana mereka tahu bahwa di wilayahnya ada kemacetan, ada tindak kejahatan, ada masyarakat kelaparan, ada masyarakat terlilit hutang/pinjol, ada masyarakat yang mengemis/menjadi budak orang lain, ada paham-pahan intoleransi, ada perdagangan manusia, ada pedagang berdagang sembarang dari tempat sampai bahan makanan yang tidak layak konsumsi, ada perusak-perusak tatanan bernegara, dan ada-ada aja lain-lainnya jika dikumpulkan dan jika para pemimpin/pengemban amanah tidak terjun di lapangan.
Jika pemimpin mencontoh Sahabat Ali Bin Abi Thalib, dimana beliau setiap melam berkeliling mencari penduduk yang belum makan/kelapangan, maka beliau langsung mengantarkan makanan untuk penduduk yang kelaparan tersebut. Maka permasalahan yang selalu ada-ada aja itu dimungkinkan berkurang/dapat diselesaikan tanpa ribet.
Macet ini juga, jika dijadikan pusat penyelesaian masalah, maka akan terlihat sumber masalahnya. Jika sumber masalahnya adalah rendahnya kesadaran manusia yang sering kesurupan setan hingga tak sadarkan diri, maka itu harus diselesaikan pararel dengan pembenahan fasilitas publik lainnya. Dimana akar budaya kita yang ketimuran, terkenal tenggang rasa, saling menghargai, dan juga terkenal religiusnya saat dibenturkan dengan era/tatanan modern ini menjadi hilang tak berbekas dan bahkan menjadi bar-bar.
Maka Bapak Aing dari tingkatan bawah, pada kemana? Kemana kami akan menggerutu/mengadu. Kami berharap gunakan kuasa kalian untuk "speak up" jika salah katakan salah, berikan inovasi solusi, jika benar katakan benar lalu berikan reward. Biasanya kami mengamati, banyak pemimpin itu tersandera kepentingan politik, sehingga malu/enggan dan tidak kuasa menegakkan aturan untuk membela kepentingan rakyatnya.
Semoga saja macet diselesaikan. Masalah-masalah negara terselesaikan juga jikapun bukan Bapak Aing yang menyelesaikan, kami berharap ada pahlawan kesiangan yang ikhlas membantu terciptanya tatanan bernegara yang lebih baik tanpa pamrih. (*)
Bogor, 23 Juli 2025/27 Muharam 1447 H 02.20 WIB