Berjalan tegap, kokoh tubuhku
Mata menatap tajam, itu aku
Kontrakan kamar aku tanggung
Tidak patahkan itu tulang
Engkau tidak takut sendiri
Susah, senang ditanggungnya
Entah besok atau lusa dimana
Dia itu siapa?
Faridh namaku
Berjalan tegap, kokoh tubuhku
Mata menatap tajam, itu aku
Kontrakan kamar aku tanggung
Tidak patahkan itu tulang
Engkau tidak takut sendiri
Susah, senang ditanggungnya
Entah besok atau lusa dimana
Dia itu siapa?
Faridh namaku
Pagi atau masih malamkah alam ini
Ayam berkokok menemani sunyinya bumi
Burung gagakpun terbang bersuara
Jam berputar pertanda dunia masih ada
Perut melilit
ingin cari makan
Pikiran
melayang kemana
Sakit hati ini
rasanya
Karena ulah
pebuatan dan perkataan
Malaikat-malaikat ada di dekatku
Apa yang bisa kulakukan pagi atau malam ini?
Aku hanya berwudhu, shalat, lalu putar tasbihku
Menangis, ingin selalu dekat dengan-Mu
Bersila,
pejamkan mata
Mencari pusat
Berjam-jam aku
di sana
Bertemu
dengan-Mu aku tak maksiat
1 Februari 2002
; 04.30 WIB
Terseret tembok suatu lamunan
Terbujuk dalam gelang rayuan
Sembari manis ditelan sesudah pahit dibuang
Timpuh dalam kepahitan, harapan hilang terang
Setidaknya tak
pantas lembah di jurang
Menggapai
gunung di bawah jurang
Ampun tak ada,
bak sudah minta ampun
Senyum sifat
sinis termakan rumpun
Hangat letusan gunung di jurang selalu
Menyebar di seluruh langit itu debu
Sang langit makin hitam kelam
Bukan putih tersiram dalam hitam
Hilang terang
wibawa sang pujangga
Sebab termakan
semua kebaikan
Intan di surga
yang akan digapainya
Tetapi tergoda
senyum sifat tragisan
Sudah puaskah semua yang keluar permainan?
Tetes sisa banyak goda diberikan
Pisah gundah tak ada arti Cuma pujangga jalani
Kembali ingin dulu wibawa dan harga diri
Sentul
kebaikan ingin datang
Tindik goyah
tak akan pernah
Ambisi
terkubur tanah
Hilang terang ini tiga kali
Tersisa dalam bukuan langit hitam ini
Putih bersih seluruh jiwa raga lembah
Terus jalan tak tengok kiri kanan tapi bawah
Ungkap terus
dentum suara gunung
Biar bersuara
seraya marah dan terserah
Semua yang tak
ingin kedamaian bergulung
Ini ingkarkan
tak perduli seranglah
Kembali seperti kelang keling terjual
Buang saja semua hilang terang empat kali empat ini
Berjalan biasa sederhana selagi hidup belum ajal
Jangan ulangi semua kebohongan yang terumpat
Allah…astaghfirullah…ya Allah
Ya
Allah…Allah…Allah…Allah
Obati seluruh
Qalbu, semoga.
14 Januari 2002
Kujalan kau lewat panggil aku
Kaki berhenti di petang itu
Canda tawa terdengar jembatan kecil
Kududuk di jembatan yang kusut, ah… biar saja.
Perut kosong terdengarku
Biarkan kita canda tawa, tak perduli perutku putut
Aku tahu isi hatiku, kamu tahu isi hatimu
2002