Jumat, 01 November 2002

FARIDH NAMAKU

 

Berjalan tegap, kokoh tubuhku

Mata menatap tajam, itu aku

Kontrakan kamar aku tanggung

Tidak patahkan itu tulang

Engkau tidak takut sendiri

Susah, senang ditanggungnya

Entah besok atau lusa dimana

Dia itu siapa?

Faridh namaku

Jumat, 01 Februari 2002

KATA ALAM

 

Pagi atau masih malamkah alam ini

Ayam berkokok menemani sunyinya bumi

Burung gagakpun terbang bersuara

Jam berputar pertanda dunia masih ada

      Perut melilit ingin cari makan

      Pikiran melayang kemana

      Sakit hati ini rasanya

      Karena ulah pebuatan dan perkataan

Malaikat-malaikat ada di dekatku

Apa yang bisa kulakukan pagi atau malam ini?

Aku hanya berwudhu, shalat, lalu putar tasbihku

Menangis, ingin selalu dekat dengan-Mu

      Bersila, pejamkan mata

      Mencari pusat

      Berjam-jam aku di sana

      Bertemu dengan-Mu aku tak maksiat

 

 

1 Februari 2002 ; 04.30 WIB

Senin, 14 Januari 2002

HILANG TERANG INI

 

Terseret tembok suatu lamunan

Terbujuk dalam gelang rayuan

Sembari manis ditelan sesudah pahit dibuang

Timpuh dalam kepahitan, harapan hilang terang

      Setidaknya tak pantas lembah di jurang

      Menggapai gunung di bawah jurang

      Ampun tak ada, bak sudah minta ampun

      Senyum sifat sinis termakan rumpun

Hangat letusan gunung di jurang selalu

Menyebar di seluruh langit itu debu

Sang langit makin hitam kelam

Bukan putih tersiram dalam hitam

      Hilang terang wibawa sang pujangga

      Sebab termakan semua kebaikan

      Intan di surga yang akan digapainya

      Tetapi tergoda senyum sifat tragisan

Sudah puaskah semua yang keluar permainan?

Tetes sisa banyak goda diberikan

Pisah gundah tak ada arti Cuma pujangga jalani

Kembali ingin dulu wibawa dan harga diri

 

      Sentul kebaikan ingin datang

      Tindik goyah tak akan pernah

      Ambisi terkubur tanah

Hilang terang ini tiga kali

Tersisa dalam bukuan langit hitam ini

Putih bersih seluruh jiwa raga lembah

Terus jalan tak tengok kiri kanan tapi bawah

      Ungkap terus dentum suara gunung

Biar bersuara seraya marah dan terserah

Semua yang tak ingin kedamaian bergulung

Ini ingkarkan tak perduli seranglah

Kembali seperti kelang keling terjual

Buang saja semua hilang terang empat kali empat ini

Berjalan biasa sederhana selagi hidup belum ajal

Jangan ulangi semua kebohongan yang terumpat

      Allah…astaghfirullah…ya Allah

Ya Allah…Allah…Allah…Allah

Obati seluruh Qalbu, semoga.

 

 

14 Januari 2002

Selasa, 01 Januari 2002

BIAR SAJA


Kujalan kau lewat panggil aku

Kaki berhenti di petang itu

Canda tawa terdengar jembatan kecil

Kududuk di jembatan yang kusut, ah… biar saja.

Perut kosong terdengarku

Biarkan kita canda tawa, tak perduli perutku putut

Aku tahu isi hatiku, kamu tahu isi hatimu

 

 

2002