Rabu, 27 Desember 2017
Jumat, 15 Desember 2017
Kamis, 14 Desember 2017
HABIB TERIMA RAPOR
Bro adn Sist, tidak terasa waktu begitu cepat. Memang ungkapan itu sudah menjadi takdirnya manusia untuk selalu memanfaatkan waktu dengan baik. Anakku yang pertama (Habib) hari ini (14 Desember 2017) menerima rapor. Dalam benakku memang seperti jaman old, terima rapor selalu ada nilai dan rangking. Harap maklum, sebagai ayah yang baru menyekolahkan anaknya yang pertama kesekolah jenjang paling awal yaitu Raudlatul Athfal (RA) atau setingkat dengan Taman Kanak-kanak (TK) adalah sesuatu yang baru. Ternyata terima rapor anakku itu kegiatannya "unjuk gigi" alias unjuk bersama apa saja yang sudah diajarkan oleh gurunya di sekolah, seperti mengucap salam, doa, hafalan surat pendek dalam Al Qur'an, bernyanyi. Intinya mereka secara berjamaah satu kelas unjuk bersama di panggung yang sudah disiapin sekolah. Melihat momentum ini bagiku adalah kesempatan luar biasa dalam hidup ini, setidaknya aku tahu perkembangan puteraku selama disekolah. Walaupun harus meluangkan waktu beberapa jam lamanya, tapi tidak menjadi masalah. Dahulu orang tuaku juga begitu, masak kita sok sibuk sih buat anak gitu lhoh.... Hehehe.
Terima rapor ala RA Musa'ab Bin Umair memang beda, anak-anak setelah unjuk bersama kemudian orang tua dipanggil guru kelas untuk mengetahui perkembangan anak selama 1 semester. Apa yang harus diperbaiki untuk pendidikan anak, itulah intinya kedepan. Tentu bukan hal baik atau buruk, jika melihat perkembangan anak kurang baik atau sudah baikpun. Sebab, masa yang akan datang masih ada waktu untuk memperbaikinya. Semoga saja kita para orang tua masih diberikan umur panjang untuk membaikinya, tentunya diawali dengan memperbaiki diri. Disinilah letak kesedihanku bro, aku lihat foto-foto si Habib dan teman-temannya disekolah, sama ada foto-fotoku sama si Habib. Air mata ini tiba mengalir, sejak dulu kalo kalau lihat foto itu cuman keinget mati aja, seolah-olah itu moment terakhirku. Apalagi ini foto ama Habib puteraku yang hari ini tadi aku ikut mendampingi di sekolahnya. Aku cuma bisa berdoa, semoga anakku menjadi anak sholeh, gelem nyantri (mau nyantri di pesantren) tentunya di pesantren NU. Hehehe. Maaf kenapa harus NU? lha iyo masak mbahku NU, bapakku NU, aku NU mosok anaknya gak di NU kan Hehehe. Harus (wajib) bro, soalnya kalo enggak di sekolah NU kayak hambar hidup ini. Hehehe
Ada beberapa point yang bisa kita ambil hikmah dari pendidikan anak ini:
1) Kita (ayah dan ibu) harus cermat dalam mendidik anak kita, baik dari tutur kata, tingkah laku, serta dalam bergaul
2) Anak membutuhkan pengakuan dari keluarga, sudah tentu anak itu ingin diperhatikan ayah dan ibu. Dia bisa ini dan bisa itu, dipamerin ke ayah dan ibu. Ini wajar bagi anak, sebab itulah anak menunjukkan bahwa ia sudah bisa sendiri.
3) Jangan banyak menuntut ini itu sama anak, sebab anak-anak itu akan mudah bosan. Jika sudah bosan tentu efek kedepan akan buruk. Kebiasaan kita yaitu akan memaksa anak, karena biasanya orang tua itu "wang sinawang" alias melihat anak orang lain bisa hafal ini itu, bisa ini itu. Tentu boleh saja bro and sist, tapi jangan dipaksanakan ke anak ya. Biarkan anak kita tumbuh sesuai dengan kemampuannya dibawah bimbingan sang murobbinya (ortunya).
4) Posisikan anak sebagai ujian untuk masa tua kita. Maka kita kudu SABAR. Besok kalau tua kita akan seperti mereka, sifat kekanak-kanakan akan keluar. Anak-anak kita yang akan merawat kita. Artinya, apa yang kita tanam saat ini, semoga besok menjadi buah yang baik untuk masa tua kita. Semoga saja ini bisa kita lewati ya bro and sist. Karena berat sekali, berat sekali, berat sekali. Kenapa berat? Kita tanya pada diri kita.
5) Biarkan Allah Ta'ala (Tuhan Yang Maha Esa) yang mengaturnya. Kita tidak harus menuntut anak jadi ini, jadi itu. Kita cukup tanamkan bahwa bekalnya hidup itu dilewati dengan: dzikir, fikir, dan amal sholeh. Cakupan ketiga itu luas ya bro, tidak usah minta dalil. Aku bukan ahli dalil. Hehehe
6) Kalau sudah diatas, ajarkan anak kita Cinta Tanah Air. Dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung. Ajarkan ke anak kita bahwa HUBBUL WATHAN MINAL IMAN. Ini bukan hadist ya Bro and Sist, ini fatwanya Hadratusysyaikh KH. Hasyim Asy'ari (Pendiri NU yang mengeluarkan Resolusi Jihad). Tapi kalau mau hadist ya ada bro, kanjeng Nabi Muhammad SAW sendiri pernah bilang "Cintailah bangsa Arab karena tiga perkara, pertama karena Rasulullah SAW adalah orang Arab", lanjutannya silahkan dilanjutkan ya Bro...pasti lebih tahu. Itu cukup untuk pegangan kita, bahwa kita mencintai Indonesia itu karena kita orang Indonesia dengan latar belakang suku, bangsa yang beraneka ragam. So, tanamkan baik-baik itu ya...karena sekarang lagi menjamur virus anti NKRI, anti Pancasila, Anti Bhineka, Anti Konstitusi.
Semoga kita semua dapat melewati masa-masa hidup yang indah ini dengan baik, bermanfaat, hidup dengan penuh cinta. Jangan lupa ngopi ya Bro dan Sis...
Rabu, 13 Desember 2017
NGOPI TAMPAN
Senyum Pepsoden |
Mengawali cerita kongkow dengan para senior saya kemarin (Selasa, 12 Desember 2017) yang dengan dibarengi hujan rintik-rintik hingga membasahi kota Bogor sore itu, merupakan pertanda baik untuk negeriku. Memang harus diakui, sebab hujan itulah faktor utama Indonesia bebas dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Secara otomatis, kinerja pemerintah khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan semakin mendapatkan raport yang baik. Namun bukan hanya faktor utama saja yang membuat raportnya baik, tetapi sudah barang tentu didukung oleh faktor lain seperti leadership, policy dan tentunya aksi nyata di lapangan.
Jempol buat para aktor lapangan yang sudah berusaha keras mencegah terjadinya karhutla dan para pengambil kebijakan. Saya dukung ibu Menteri LHK untuk menegakkan hukum dan menjalankan program nyata untuk hal ini. Setidaknya kita bisa banyak belajar dari peristiwa 2 tahun lalu (tahun 2015) karhutla memakan banyak korban.
Kami bertiga (Bang Bayu Ndut, Mbak Ade, Saya) sore itu kongkow bareng di salah satu cafe dekat dengan kantor Puslitbang KLHK, memang terasa seperti sudah sering ketemu karena cukup dengan janjian via Whatshap kamipun berkumpul untuk sekedar berbagi cerita. Walaupun kami dari umur dan angkatannya jaraknya cukup jauh, tetapi terasa dekat. Kenapa? Karena kami bangga dengan almamater kami yaitu Kehutanan Universitas Lampung, walaupun sudah banyak perbedaan baik dari pendapat maupun pendapatan.
Tidak basa basi, mukadimah dimulai dari yang muda. Memang senior saya ini seorang pembelajar, ia mau mendengar lama cerita-cerita saya baik dari masalah A - Z. Apa yang terjadi di kampus Unila baik dari dosen, mahasiswa, organisasi, dan lain-lain. Tidak panjang lebar, secara bergantian kami bercerita tentang itu, memang pada intinya "masalah itu bisa diselesaikan, hanya kami yang belum selesai masalahnya". Hehehe. Apa itu? Mari kita tanya pada pohon.
Kira-kira itulah cerita sore itu, tidak perlu panjang lebar. Singkat, padat, dan kurang jelas. Hehehe
Semoga bermanfaat baik di dunia maupun di akhirat.
Jumat, 24 November 2017
Minggu, 19 November 2017
NEGERI ULALA VS NEGERI PANCASILA
Disinilah kami berdiskusi tentang negeri itu dengan saling melempar joke-joke segar. Namun dalam hal satu ini, dia sepertinya serius. Dia bertanya tentang Pancasila. "Bung, coba kau jelaskan tentang negeri yang memakai Pancasila dijadikan sebagai pedoman hidup, dasar negera itu? Apakah tidak keblinger? Kita di negeri Ulala saja tidak memakai itu saja bisa makmur, rakyat aman tenteram?"
Aku mencoba menanggapinya, "Hei sahabat, sepanjang jalan kenangan dari buku-buku yang saya baca tentang negeri tetangga kita itu, mereka MERDEKA bukan karena pemberian. Mereka berjuang dari semangat yang dikobarkan oleh semua elemen bangsa. Mereka bersatu. Sejarah mencatat, justeru masa-masa penjajahan dari Inggris, Belanda, Jepang, dan sekutu-sekutunya hingga berabad-abad membuat mereka belajar, bahwa politik DEVIDE ET IMPERA (strategi politik, militer, dan ekonomi yang bertujuan mendapatkan dan menjaga kekuasaan dengan cara memecah) merupakan politik yang sangat merugikan mereka, sehingga masa-masa sulit selama berabad-abad itu mereka lalui dengan semangat untuk belajar. Beda dengan negeri Ulala kita ini, tanpa perjuangan, dan merdekapun itu pemberian bukan hasil pejuangan. Betul tidak? Hehehe, akhirnya dengan sedikit tercenang dan mengaminkan, kita tertawa bersama-sama.
"Kenapa mereka bisa bersatu ya Bung? Jika dilihat dari pulaunya saja mustahil mereka bisa bersatu, kenapa tidak membuat negara dimasing-masing kepulauannya itu?" sahut temanku itu.
Lantas aku jawab, "Sahabat, bagaimanapun kita bisa belajar dari mereka, bahwa kelas sosial didalam masyarakat justeru menimbulkan kesenjangan. Seperti anak saudagar, keturunan raja (priyayai) dll nya itu bisa sekolah dengan fasilitas dari penjajah, sehingga bisa sekolah hingga keluar negeri. Namun berbeda dengan masyarakat biasa alias "wong cilik" tidak bisa sekolah dan hanya layak dijadikan pelayan saja. Inilah hebatnya, anak-anak priyayi, pemuka agama, tokoh adat, dan rakyat di negeri tetangga kita itu, mereka sadar akan penderitaan rakyat kecil dari Sabang sampai Merauke, sehingga mereka bersatu dengan dibarengi semangat perjuangan untuk merdeka dari penjajah".
"Kalau itu sih juga sama saja Bung, dimana-mana juga dilatar belakangi dari penderitaan bersama. Gak ada ada yang spesial tuh sepertinya?" timpal temanku yang sedikit tidak terima.
Kemudian dengan nada datar saya jelaskan kembali,"Bat, kita belajar lagi yok. Coba bayangkan sekelas priyayi yang bisa sekolah tinggi menanggalkan egonya dari mana latar belakangnya untuk menularkan ilmu kepada saudara-saudaranya rakyat kecil, yang pemuka agama mengobarkan keyakinan perjuangan melawan penjajah itu jihad, yang tokoh adat juga mengobarkan semangat perlawanan agar nilai-nilai warisan leluhurnya tidak tergilas oleh Westernisasi, yang rakyat kecil mereka "manut" alias ikut kata orang-orang yang ngerti taktiknya untuk merdeka. Beda kayak negeri kita Bat, kebanyakan pada sok tau, sok ngerti, suka komen, suka curiga, njelek-njelekin negerinya sendiri, rakyatnya tidak mau berjuang dengan darah dan keringatnya. Kamu mau ngerasasin gak gimana mereka berjuang saat itu, gampangnya gini aja kamu lari 1 km aja bawa beras 1 kg aja kamu kasih kesaudara kita yang jadi gelandanga disana itu?".
Temanku itu menggeleng-gelengkan kepala pertanda dia tidak sanggup. Hehehe. Kids jaman now gitu lhoh.
"Mereka itu Bat, walaupun berbeda-beda pendapat, suku, bangsa, agama, budaya, bahasa tapi bisa bersatu. Karena mereka ikut para pemimpinnya, ikut ulamanya, ikut pemuka agamanya, pengen budayanya tetap lestari, pengen bebas bersama-sama, sehingga kita tahu ada makna-makna dan peristiwa bersejarah yang patut kita acungi jempol. Seperti Sumpah Pemuda, Resolusi Jihad, Proklamasi, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI, UUD 1945, Hari Pahlawan, dan banyak sekali peristiwa lainnya. Mereka disatu sisi tidak meninggalkan budayanya, tetapi mereka juga tidak anti dengan perubahan-perubahan yang terjadi Bat". ujarku.
Dengan mengangguk-anggukan kepalanya, sahabatku itu sepertinya meresapi betul perjuangan para pahlawan negeri Pancasila itu. Seolah-olah dia malu dengan dirinya sendiri. Lalu dia bertanya lagi, "Bung, Pancasila itu apa sih?".
Aku jawab saja dengan singkat, "Sepengetahuanku Bat, Pancasila itu ideologi dasar bagi negara Indonesia yang diambil dari bahasa Sansekerta, yaitu panca berarti lima dan sīla berarti prinsip atau asas. Jadi Pancasila itu kayak rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia, gitu bat. Mereka merumuskan Pancasila juga merupakan hasil dari berbagai pengalaman sejarah yang sudah mereka lalui. Kayak di Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Mereka menyadari bahwa di negeri Indonesia itu terdiri dari berbagai agama dan kepercayaan, sehingga pada prinsipnya mereka adalah masyarakat yang ber-Tuhan, tidak memaksakan dengan satu agama untuk dijadikan dasar bernegara, karena akan menimbulkan perpecahan kembali".
Sahabatku itu memotong diskusi karena ia ada meeting di kantornya, dia bilang "Bung, nanti kita gali lebih tentang Pancasila itu. Sepertinya menarik, karena negera yang sangat luas itu kok bisa bersatu padu begitu ya?".
"Aku siap-siap aja bat, tapi kita saling belajar ya. Jangan cuman aku aja yang menjawab bat, nanti kita ajak yang lain". Ucapku padanya.
Minggu, 12 November 2017
Untuk : Tuhan Yang Maha dari segala yang maha
Selasa, 07 November 2017
Minggu, 05 November 2017
Jalan Sehat Sarungan: Peringatan Hari Santri Tahun 2017 Kota Bogor
Akhirnya kami sampai di Balai Kota pukul 07.20 WIB baru mulai start, kami segera membuka stroller untuk si Haddad, memasangkan peci dan kacamata hitam mereka, dan saya segera memasang bendera merah putih dan bendera NU. Sesekali dalam hati saya teringat saran dari jamaah NU untuk diserahkan kepada orang lain atau santri yang ada di jalan sehat. Namun saya niatkan untuk mengatakan "TIDAK", saya sendiri akan membawa bendera tersebut dari start sampai finish. Sebab, kami sekeluarga ingin mengharap barokah dari perjuangan para Ulama wabil khusus pendiri NU (Hadratusysyaikh KH. Muhammad Hasyim Asy'ari). Biarkan saya berkeringat, capek, dan bahkan jika nyawa saya dicabutpun saya ingin panji-panji NU dalam pelukanku. Begitulah katanya militansi, tidak pandang siapa, tidak pandang dimana, untuk NU harus siap berkorban.
Ada yang unik, putraku Habib sangat luar biasa. Dia berjalan dengan memakai celana panjang, kaos Bogor, peci hitam, dan kacamata hitam. Sambil senyam-senyum dia mengikuti mama dan adiknya (Haddad) yang duduk di stroller dengan costum sama. Tentu dia jalan kaki, dan sepanjang perjalanan tidak mengeluh, bahkan sudah lebih setengah perjalan baru dia minta digendong. Haddad yang masih berumur 2 tahun itu duduk manis ada distroller sambil memandang kesana-kemari para peserta jalan sehat yang sangat banyak. Namun mereka senang, mereka menikmati walaupun akhirnya dia minta digendong juga, akhirnya stroller harus berganti penumpang, Haddad sambil saya gendong dan saya membawa bendera merah putih dan NU.
Akhirnya titik finish di Ponpes Al Ghazali pun sampai, namun kami tidak bisa sampai kedalam. Sebab sudah menjadi lautan santri yang berada didadalam Ponpes. Kami tidak bisa masuk, akhirnya kami putuskan untuk mengirim salam kepada mama KH. Abdullah Bin Nuh saja dan kami ke kantor Kementian Agama untuk istirahat. Namun, Allah Maha Adil, ketika kami tidak bisa menerobos masuk ke Ponpes Al Ghazali, kami dipertemukan dengan KH. Wahid yang juga sekaligus Katib Syuriah PCNU Kota Bogor. Kami bersalaman, mencium tangan beliau. Beliaupun juga sama, ingin ke Kemenag saja, sebab sudah tidak bisa masuk. Dikantor Kemenag kami duduk istirahat, Istriku dan putra-putraku yang belum pada sarapan, akhirnya makan bekal roti yang dibawa. Mereka lahap sekali, maklum jalan yang ditempuh cukup jauh.
Semoga hal ini menjadi nilai bagi kita semua baik santri maupun masyarakat Indonesia, bahwa jalan sehat sarungan ini sebagai kita niatkan bentuk ta'dzim kita kepada para Ulama dan pahlawan yang telah mengorbankan jiwa dan raga untuk melawan penjajah saat itu, selain itu harus kita ingat bahwa santri memiliki peran yang besar untuk membawa bangsa Indonesia menjadi bangsa yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur. Maka santri-santri "JAMAN NOW" harus move on untuk kembali memperdalam pengetahuan keagamaan dan berinovasi untuk menghasilkan kualitas SDM yang mampu membawa negara ini menjadi negara yang kuat.
Santri bagi saya, bukan hanya bisa ngaji saja, santri juga harus bisa menjadi bagian penting dari proses-proses pembangunan bangsa Indonesia. Dengan demikian santri bisa mengisi disemua lini, mulai dari jadi guru, dosen, petani, nelayan, pedagang, PNS, swasta, konsultan, birokrat, politik, budayawan, hingga menjadi Presiden, atau apappun itu, santri harus bisa. Dengan bekal yang dibawa dari hasil mondok bertahun-tahun, dan membawa pesan-pesan dari gurunya, ditambah pengetahuan umumnya maka santri harus berani memimpin dan memiliki bargaining position dimanapun berada. Satu lagi ya, mari kita para santri urus NU, jangan ormas yang lainnya. Jangan pula setengah NU setengah sana, setengah sana, setengah sana bla-bla-bla...Sekali NU tetap NU, khidmat di NU, dari NU untuk negeri. SANTRI MANDIRI, NKRI HEBAT.
Ucapan terimakasih yang mendalam: Kepada Alim, Ulama, Kiai, Ajengan, Ustadz, Santri, Pengurus lembaga/organisasi yang terlibat dalam acara Jalan Sehat Sarungan Kota Bogor.
Selamat HSN 2017
Bogor, 5 November 2017
Sekelumit dokumentasi HSN tahun NOW
Rabu, 06 September 2017
POTRET KELUARGA
Surat Dari Ayah Faridh Almuhayat Uhib Hamdani bin Sri Hartoyo
1.
Istriku
Luthfia Nuraini Rahman binti Asep Kusrahman
2.
Putraku
Muhammad Habib Jalaluddin Rumi Al Hamdani
3.
Putraku
Mahbub Nahdlan Haddad Al Hamdani
|
Rabu, 31 Mei 2017
Nak Jaga Ibumu
Waktu engkau kecil nakm engkau lari-lari dipinggir sawah dengan riangnya engkau bermai bersama sahabat-sahabatmu
Sesekali engkau berhenti, engkau lempar tanah keteman-temanmu namun mereka juga senang dan riang walau kotor sekalipun
Nak, kini sawah itu telah berubah menjadi pabrik dan bangun-bangunan rumah, bahkan habis terjual
Kini ibu makin renta dan engkau mungkin lupa bagaimana situasi desamu tempat bermainmu
Selebihnya engkau pasti akan tahu bagaimana sawah-sawah itu bisa jadi seperti itu
Sudah sejak lama ibu melihat, tapi apa daya ibu tidak bisa berbuat apa-apa
Kini engkau telah selesai sekolah, kuliah, kerja yang kata bisa merubah keadaan
Aku harap itu bukan mimpi, agar kelak ada yang bisa bermain di sawah lagi bukan buatmu tapi untuk anak dan cucumu nanti
Nak, jaga ibu yang mulai renta
Jakarta, 31 Mei 2017
Minggu, 21 Mei 2017
Serat Sepindah
Selasa, 09 Mei 2017
MAKALAH OPSI SVLK UNTUK HUTAN ADAT
MAKALAH OPSI SVLK UNTUK HUTAN ADAT[1]
Dr. M.
Zahrul Muttaqin[2],
Faridh Almuhayat Uhib H., S.Hut., M.Si[3]
I.
KEBIJAKAN
SVLK PADA HUTAN ADAT
Pasca putusan MK No. 35 Tahun
2012 yang menetapkan bahwa hutan adat bukan hutan negara. Putusan MK tersebut
merupakan koreksi penafsiran terhadap pasal-pasal dalam UU No. 41 tahun 1999
tentang kehutanan yang menyatakan bahwa hutan adat termasuk hutan negara. UU
No. 41 tahun 1999 mengategorikan status hutan dalam dua kelompok, yaitu hutan
negara dan hutan hak. Demikian pula dalam rumusan pertimbangannya, MK
menyatakan bahwa hutan berdasarkan statusnya dibedakan menjadi dua, yaitu hutan
negara dan hutan hak. Karena hutan adat dinyatakan sebagai hutan bukan negara
maka hutan ini dimasukkan kedalam kategori hutan hak. Hutan hak dibedakan
antara hutan adat dan hutan perseorangan/badan hukum, hutan adat adalah hutan
yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat. Ketiga statuts hutan tersebut
(negara, hutan adat, dan hutan perseorangan/badan hukum) pada tingkatan yang
tertinggi seluruhnya dikuasai oleh negara. Hutan adat berbeda dengan tanah
adat. Meskipun hutan adat bukan hutan negara, ada beberapa kemungkinan
lokasinnya, yaitu:
1.
Berada pada lahan hak/milik komunal (adat)
2.
Berada pada tanah negara
3.
Sebagian di lahan hak/milik komunal dan sebagai
di tanah negara yang pengelolaannya dilakukan oleh masyarakat hukum adat (hutan
adat)
Sebelum ada putusan MK No. 35
tahun 2012, produksi hasil hutan dari hutan adat belum diatur secara khusus
dalam peraturan perundang-undangan berkenaan dengan implementasi SVLK.
Peraturan perundang-undangan yang menyinggung produksi hasil hutan dari hutan
adat lebih mengatur tentang penggunaannya untuk konsumsi sendiri atau
kompensasi yang diberikan oleh perusahaan kehutanan (pemegang IUPHHK) kepada
masyarakat adat yang bersangkutan.
Dalam permenhut No. 28/2009
maupun penggantinya yaitu PermenLHK No. 43/2014 tentang standar dan pedoman
penilaian kinerja pengelolaan hutan produksi lestari dan verifikasi legalitas
kayu, belum mencakup hutan adat dan masih sebatas di hutan rakyat/hutan di
lahan milik, hutan desa, dan HTHR. Disisi lain permenhut No. 30/2012 tentang
penatausahaan hasil hutan yang berasal dari htuan hak menyatakan lebih tegas
bahwa hutan yang berada di lahan milik dibebani hak atas tanah yang dibuktikan
dengan Letter C atau Girik, Hak Guna Usaha, hak pakai, atau dokumen
penguasaan/pemilikan lainnya yang diakui BPN[4].
Maka hutan adat belum termasuk didaamnya.
PermenLHK No. 21/2015 tentang penatausahaan hasil hutan yang
berasal daru hutan hak dan Begitu juga Permenhut No. 43/2014 tentang penilian
kinerja PHPL dan verifikasi legalitas kayu juga masih belum jelas/samar dalam
menjelaskan batasan tentang hutan hak. Permen tersebut biasanya masih mengacu
pada PP No. 6/2007 dan UU No. 41/1999, dan BELUM MEMPERHATIKAN Putusan MK. No.
35.2012.
II.
IMPLEMENTASI
SVLK DI HUTAN ADAT
A.
Landasan Hukum SVLK
1.
PermenLHK No. 32 tahun 2015 tentang Hutan Hak
2.
PermenLHK No. 30 tahun 2016 tentang Penilaian
Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu Pada
Pemegang Izin, Hak Pengelolaan, Atau Pada Hutan Hak
3.
PermenLHK No. 83 tahun 2016 tentang Perhutanan
Sosial
4.
Perdirjen PHPL No. 14 tahun 2016 tentang Standar dan Pedoman Pelaksanaan Penilaian
Kinerja PHPL dan VLK
Landasan tersebut masih belum
mencakup hutan adat dalam pasal demi pasal. Maka putusan MK dari tahun 2012
telah ditetapkan belum banyak peraturan dan kebijakan yang mencantumkan
bagaimana masyarakat hukum adat menjadi bagian dari hutan hak yang secara
eksplisit tertuliskan.
B.
Implementasi SVLK
Dalam implementasi SVLK,
institute KARSA (2010) dalam Laporan Stocktaking
Assessment SVLK Dalam Konteks Otonomi Khusus Provinsi Papua menemukan
berbagai tantangan dalam pelaksanaan SVLK yang dikelompokkan menjadi:
a.
Terkait pada pemenuhan syarat penting, yang
meliputi kebijakan, tata kelembagaan, kriteria dan indikator sampai kepada standard operational procedure (SOP)
yang terkandung di dalam sistem;
b.
Terkait pada pemenuhan syarat cukup, meliputi
kewenangan (authority), sosialisasi,
ketrampilan individu (personal skill), independen (independency), keterbukaan alur informasi dan pembiayaan.
Keseluruhan tantangan tersebut
jelas muncul akibat sejumlah ketidakjelasan pengaturan dan kesimpangsiuran
pemahaman dari berbagai pihak terhadap SVLK. Dampaknya sebagian aturan
mengalami kebuntuan sehingga implementasi SVLK menjadi tidak optimal. Gap yang
terjadi jika SVLK di lakukan oleh pemegang IUPHHK swasta yaitu didukung oleh
kemampuan finansial dan SDM yang dapat mempercepat proses SVLK. Sedangkan untuk
komunal memerlukan dukungan kolektif untuk mendapatkan legalitas dari IUPHHK di
wilayah komunal.
Jika mengacu pada PermenLHK No.
95/2014 dan Perdirjen BUK No. 1/2015, hutan adat dikategorikan sebagai bentuk
hutan hak sehingga implementasinya dapat menggunakan SVLK pada hutan hak.
Berdasarkan kriteria yang digunakan khususnya K1.1 (keabsahan hak milik dalam
hubungannya dengan areal, kayu, dan perdagangannya), dan K.3.1 pemilik hutan
hak telah memiliki dokumen lingkungan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
(jika dipersyaratkan oleh ketentuan). Kelemahannya di hutan adat yaitu
bukti-bukti keabsahan hak milik seperti
SHM, Letter C, Girik, Letter B, atau dokumen lainnya yang di
akui BPN.
Disisi lain hambatan yang juga
sangat mendasar yaitu kapasitas masyarakat dalam pengelolaan hutan dan
administrasi kehutanan serta rendahnya kapasistas SDM aparat pemerintah dan
lemahnya pengawasan dan penegakan hukum.
III. PERAN INDUSTRI
Hal yang penting juga perlu
diperhatikan yaitu peran industri kehutanan yang dapat menjadikan bergeliatnya
usaha yang legal. Dorongan untuk menumbuhkan IKM di daerah harus dilakukan
untuk mempertegas kembali kebijakan pasar kayu legal dan melarang peredaran
kayu ilegal di seluruh Indonesia.
Peran pemerintah yang terkait
dengan SVLK di hutan adat Papua Barat yaitu segera melakukan fasilitasi
masyarakat dalam mendapatkan SVLK terutama dalam hal pembiayaan dan proses
pendampingan, membantu penguatan, menyederhanakan prosedur perizinan, dan
melakukan pengawasan dan pemantauan secara intensif terhadap kerja asesor.
[1]
Disampaikan dalam Diskusi Terbatas Opsi SVLK untuk Hutan Adat oleh INOBU pada
Selasa 9 Mei 2017
[2] Peneliti
di Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Kebijakan
dan Perubahan Iklim (P3SEKPI) KLHK
[3] Asisten
Peneliti di P3SEKPI /ACIAR Project 2014-2017
[4] Hak atas
hutan adat, tanah adat atau tanah ulayat belum mendapatkan pengakuan dari BPN.