Rabu, 28 Desember 2022

Refleksi Akhir Tahun 2022 NU

Segala puja dan puji hanya untuk Allah SWT semata, Shalawat dan salam tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW sebanyak shalawat dan salam untuk beliau, keluarga, sahabat, dan umatnya semoga kita mendapatkan syafaatnya.

Penghujung tahun masehi 2022 bukanlah akhir segalanya. Waktu akan terlewati dan sekiranya kita diberikan kesemparan untuk muhasabah/refleksi merupakan nikmat dan kesempatan yang terkadang terlewatkan oleh segenap kita semua. 

Ijinkan Alfaqir menyampaikan refleksi dipenghujung tahun 2022 ini sebagai berikut:

1. Masifnya dakwah Islam diera digital mendorong kaum nahdhiyyin harus tanggap terhadap perubahan dakwah. Banyak pertanyaan seputar islam yang ditanyakan para jamaah/umat melalui media sosial. Hal ini menjadi tantangan bagi kita bahwa dakwah tidak semata berada di Majelis-Majelis taklim, namun juga dalam "Majelis" digital dalam berbagai bentuk seperti Instagram, Facebook, Twitter, Email, Tiktok, dll.

2. Dakwah diera digital bukan semata ingin bersaing dengan kelompok lainnya, namun semata karena Allah SWT yang mengharuskan kita untuk saling mengenal, saling menebah kasih sayang (li ta'arafu) dengan segala perbedaannya. Tidak dipungkiri bahwa "Lahan Garapan" NU  ditingkat tapak yaitu institusi non formal seperti Pesantren, Majelis Ta'lim baik kalangan bapak-bapak maupun ibu-ibu. Di Institusi Formal seperti Pendidikan terdapat Pendidikan RA, MI, MT, SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi seperti Institut/Universitas, dll yang juga menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan. Namun hal tersebut perlu diperkuat ghirah ke-NU-an nya. Sebab NU sebagai organisasi harus dapat mewadahi berbagai tipe dan karakter basis-basis yang menjadikan NU semakin kuat baik dari sisi jumlah (kuantitas) maupun dari sisi bobot (kualitas) warga NU.

3. Pembentukan struktural NU hingga tingkat Ranting bahkan Anak Ranting sangat "URGENT-GENTING-PENTING". Sebab basis NU ditingkat bawah harus ada induk yang menggerakkan yang oleh para Muharik-Muharik NU yang pada dasarnya mereka adalah para Ajengan, Kiai, Ustadz bahkan para "Ghoibin". Kesulitan yang selalu saya dengar dari pengurus yaitu pertanyaan jamaah yang menanyakan jika bergabung di NU apa yang dapat saya peroleh?. Tentu ini pertanyaan yang berulang dan menjadi tantangan bagi para pengurus dan muharik untuk menjelaskan bahkan bukan sekedar menjelaskan namun juga membuktikan bahwa NU itu Meriam. Maka buktikan bahwa NU itu Meriam betulan. Jangan tanya caranya ya.

4. Menjelang tahun politik, di tahun 2023 hingga tahun 2024, sikap NU harus tegas. Bahwa NU bukan kendaraan politik. Politik NU adalah politik kebangsaan. Pengurus, Muharik, dan Muhibbin perlu menjelaskan tentang jiwa nasionalisme, patriotisme, dan juga kesatria para muasis NU dan penerus-penerusnya, dan kita wajib meneruskannya. Sekat-sekat kanal akan dibuat oleh para komprador-komprador yang menginginkan bangsa ini terpecah belah. Maka sudah saatnya NU harus dapat menjadi penengah dan pengayom dalam situasi seperti itu. Jangan sampai terjebak dalam politik pragmatis, politik identitas. 

5. Kaderisasi NU. Sebenarnya bukan soal perbanyak jumlah warga NU. Kaderisasi ini hanya sebagai sarana memperkuat dan mempertajam posisi para penggerak, para pengurus, dan juga warga NU yang harus dapat menjadikan NU betul-betul Meriam seperti yang diinginkan Mbah Wahab Chasbullah Allahuyarham. NU lebih mengerti jati dirinya sebagai organisasi islam pilar kekuatan keutuhan NKRI ini. Semakin mempekuat Kaderisasi maka akan mengerti pokok-pokok ber NU, tidak asal-asalan mengaku NU namun tidak sejalan dengan NU. Inilah yang terjadi saat ini. Saatnya warga NU tahu, siapa mereka, akan melakukan apa, akan berjalan kemana, dan dengan siapa ia harus bergerak. 

6. Saudaraku yang mengaku santri, mengaku umat islam, mengaku pecinta NU, kembali saya ingatkan melalui pesan Rais Akbar KH. Muhammad Hasyim Asyari - Muasis NU yang bunyinya "Bekerja dan berjuang bukan karena kedudukan, pengaruh ataupun kekayaan. Tidak pula karena mengharap pujian dan sanjungan, melainkan semua itu dilakukan demi kepentingan agama dan masyarakat". Saya mengajak untuk bergabung di jamiiyah NU untuk sama-sama memuliakan agama Allah yaitu Islam, untuk mencintai Nabi Muhammad SAW, untuk sama mengintropeksi diri (ngaji diri) dengan sarana yang ada di bumi nusantara ini dan mensyiarkannya dengan cara-cara yang baik. Sebab dakwah Islam bukan dengan cara memusuhi, menyalahkan yang lainnya sebab itu hanya akan membuat jurang penolakan dan juga bukan karakter kita sebagai orang ketimuran.

7. Wadah itu telah ada di NU yaitu dari struktural NU, Banom NU, Lembaga NU. Mari sama-sama memikirkannya. Sanak Saudara, sahabat, teman, bahkan anak cucu kita perlu kita ajak mengurusi NU. Menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus bukanlah sekat untuk mengurusi NU. Bukankah demikian cara kita memberi contoh bahwa menjadi pengurus bukanlah tolok ukur NU besar, namun juga harus menjadi contoh bahwa tidak menjadi pengurus juga dapat membesarkan NU. 

8. Jabatan dunia, seperti menjadi pejabat, politisi, memiliki gelar professor, doktor, dah bahkan pengusaha sukses atau jabatan dunia lainnya tidaklah berarti apa-apa jika tidak ingin mengabdikan diri dari tingkat yang paling bawah yaitu disekitar kita, sekali lagi disekitar kita. Sudahkah NU hadir disekitar kita ditingkat RT, RW, Kecamatan, Kota/Kabupaten, Provinsi, Pusat. Jika belum ada kenapa tidak menggerakkan? atau hanya terlintas sekilas dalam pikiran saja, itupun lebih baik daripada tidak sama sekali. Semoga kita sama-sama tergerak dalam mahabbah untuk mengNUkan lingkungan sekitar kita.

9. Pesan Mbah Hasyim Asyari, "Siapa yang mau mengurus NU aku anggap ia santriku, siapa yang menjadi santriku aku doakan khusnul khotimah beserta keluarga dan anak cucunya". Ya Allah jadikan kami santri Mbah Hasyim Asyari dengan segala jalannya, jadikan kami menjadi orang-orang yang beruntung mendapatkan ridhoMu, ridho RasulMu, ridho AuliaMu, ridho Guru-guru kami yang telah menjadikan agama Islam tertancap dalam keyakinan kami. Ampuni segala kekurangan kami dan perbaikilah diri kami ini.


Alfaqir bukanlah siapa-siapa, mohon maaf atas segala kekurangan dan kepada Allah SWT Alfaqir memohon ampun.  


Bogor, 4 Jumadil Akhir 1444/28 Desember 2022

Faridh Almuhayat Uhib H.