Sabtu, 29 Oktober 2011

PEMUDA SEBAGAI PENERUS CITA-CITA BANGSA (Refleksi Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober)



Oleh : 
 Faridh AL-Muhayat Uhib H, S.Hut*
*Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisaraiat Unila 2007-2008 ;
Direktur Eksekutif LSM Garuda Sylva (Garsy) 2010-2012 ;
Koordinator Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) Lampung 2010-2014

 
Tanggal 28 Oktober 1928 merupakan hari bersejarah bagi bangsa Indonesia yaitu bersatunya para pemuda-pemuda Indonesia untuk bersumpah untuk baik dalam bertanah air, berbangsa dan berbahasa yaitu Indonesia. Dengan tiga sumpahnya yang berbunyi :
1)      Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia
2)      Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
3)      Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Kemudian pada tanggal 28 Oktober tersebutlah diperingati sebagai hari Sumpah Pemuda yang sampai saat ini dijadikan hari bersejarah bagi bangsa Indonesia. Akan tetapi saat ini bangsa Indonesia bukan bangsa yang pemuda-pemudanya seperti dulu, saat ini para pemuda-pemuda sudah hidup dijaman modern, penuh dengan keluasan ilmu pengetahuan dan kecanggihan tehnologi. Ketika saat itu para pemuda berjuang dengan pikiran dan angkat senjata untuk melawan segala bentuk penjajahan dan penindasan serta keterbelakangan, maka apakah saat ini para pemuda harus berjuang seperti jaman dahulu? Secara tidak langsung para pemuda adalah penerus perjuangan bangsa yang akan menggantikan generasi yang tua-tua. Sehingga membutuhkan pemuda yang tangguh, kuat dan berkualitas agar bangsa ini tetap sebagai bangsa yang besar. Seperti pidato Bung Karno berikan saya 10 pemuda, maka akan aku guncang dunia. Hal ini menandakan bahwa pemuda memiliki peranan yang kuat untuk melakukan perubahan-perubahan nyata didalam tatanan kehidupan.

Saat ini bangsa Indonesia telah berumur 66 tahun, selama masa perjaungan tidak lepas dari peran pemuda disegala bidang, mulai bidang pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, politik sampai bidang pertahanan dan keamanan. Maka semua element berperan dalam memperjuangkan bangsa Indonesia ini khususnya para pemuda. Ketika saat ini di Aceh, di Sulawesi, di Irian Jaya muncul gerakan-gerakan separatisme, maka apa yang harus dilakukan oleh para pemuda?

Bila ditinjau dari makna Sumpah Pemuda maka keutuhan Negara kesatuan republik Indonesia (NKRI) inilah yang harus dipertahankan oleh pemuda, karena dari sabang sampai merauke semua pemuda sudah bersumpah berbahasa, bertanah air, berbangsa satu yaitu Indonesia. Akan tetapi kenapa banyak para pemuda yang terlibat didalam upaya pemecah belahan NKRI ini. Apakah saat ini para pemuda belum bisa bersatu untuk membangun dan membesarkan NKRI yang kita cintai ini?

Gerakan separatisme sekarang sudah mulai merekrut para kader-kader mudanya, antara lain adalah pemuda. Jika pemuda sudah diracuni dengan ideologi-ideologi yang menyimpang maka bisa diperkirakan 10-20 tahun gerakan separatisme tersebut akan semakin meluas dengan segala daya dan upaya yang dilakukan oleh gerakan tersebut untuk memisahkan diri dari NKRI. Jika dilihat dari segi politik, pemuda saat ini seharusnya cenderung lebih mudah untuk bersatu dan membangun negeri ini. Dengan alasan ilmu pengetahuan sekarang sudah mulai maju, teknologi sudah mulai berkembang pesat. Kedua faktor tersebut yang harus dimanfaatkan para pemuda-pemudi untuk mempererat tali persatuan dan kesatuan serta untuk membangun NKRI.

Cita-cita bangsa Indonesia sudah dijelaskan didalam pembukaan UUD 1945, maka segala bentuk penjajahan harus dihapuskan khususnya penjajahan terhadap bangsa Indonesia yang memang harus diperangi. Sudah saatnya para pemuda mulai bangkit dan menerawang masa depan dengan hati yang jernih dan akal sehat serta menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh baik ilmu agama maupun ilmu pengetahuan umum.

Sangat disayangkan jika bangsa Indonesia saat ini telah merosot rasa cinta terhadap tanah air ini, misalnya masih banyak pemimpin yang korupsi, angka kriminalitas yang tinggi, saling menjatuhkan antar penguasa dan pemimpin elit plitik, ego sukuisme yang tingi, rasa solidaritas yang mulai rendah, mulai merebaknya budaya barat (cenderung negative) di Indonesia. Apakah kenyataan yang ada, akan terus turun-temurun dari generasi ke generasi dimulai dari jaman sekarang hingga jaman di masa yang akan datang? Tentu semua itu tidak kita iginkan.

Maka pemuda sekarang harus dituntut untuk bisa menguasai ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum, karena ilmu pengetahuan umum jika tidak dibarengi dengan ilmu agama akan buta begitu juga dengan ilmu agama tanpa dibarengi ilmu pengetahuan umum maka akan buta. Mencuplik pesan mabaligh kondang Alm. K.H. Zainudin MZ, dalam berbagai tausiah-tausiahnya yaitu jadilah seorang yang intelek tapi berjiwa kiai dan jadilah kiai yang intelek. Dengan kedua-duanyalah bangsa Indonesia akan berhasil meraih cita-citanya. Sehingga degradasi nasionalisme akan bisa diatasi dan akan menciptakan para pemuda yang siap memimpin bangsa Indonesia dengan penuh rasa cinta serta melahirkan pemimpin-pemimpin negeri yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME serta pemimpin yang adil, jujur, bersih dan bijaksana. Sudah saatnya pemuda-pemudi menjauhi minum-minuman keras dan narkoba serta terus belajar dengan gigih karena hal tersebut merupakan salah satu upaya pemuda dalam meneruskan cita-cita bangsa.  

Tulisan ini tidak dipublikasikan di media cetak.







Kamis, 27 Oktober 2011

Syair Kerinduan kepada Dzat Pencipta Jagad Raya

Tuhan dalam rinduku aku termangu, dalam sepiku aku mengadu.

Tuhan tidaklah Engkau janjikan kepada umat Muhammad atas seribu sati janji tanpa ada usaha dari umat Muhammad, namun saat ini aku belumlah pantas untuk menjadi umat yang taat.

Begitu juga aku juga tidak menginginkan menjadi umat yang tidak taat atas perintah-perintahMu.

Jikalau aku mengadu, seribu satu manusia mencaciku bahkan menjadikan aku orang kafir, sehingga aku pantas untuk diperangi olehnya.

Tuhan Yang Maha Melihat, aku juga merasa berdosa atas nikmat yang Engkau berikan yang telah aku pergunakan untuk kesia-siaan, bahkan aku juga pantas untuk menyandang umat yang kufur.

Tuhan, aku ini umat yang paling hina, bahkan lebih hina dari binatang. Bagaimana tidak, bahkan Engkau lebih tahu atas nafsu hatiku, nafsu akalku.

Aku hinakan diriku, sehingga aku disebut-sebut orang menjadi orang atheis, sehingga aku pantas disandangkan orang yang kafir dan pantas untuk diperangi.

Tuhan Yang Maha Suci, inilah diriku yang selalu mengadu kepaMu disaat-saat kekosongan waktuku untuk mendapatkan ridhaMu.

Tuhan, biarkan aku dicampakkan oleh orang-orang yang menganggap dirinya berhak mewakili firman-firmanMu dengan seribu bahkan sejuta kata kafir, kufur, atheis, dan masih banyak predikat yang diberikan untukku.

Tuhan, aku ikuti jalanMu melalui jalan para pencari kebenaran di muka bumi, bukan jalan orang yang membenarkan dirinya atas nama jalanMu. Maka ampuni aku.

Lampung, 27 Oktober 2011

Syair Kerinduan kepada Dzat Pencipta Jagad Raya

Tuhan dalam rinduku aku termangu, dalam sepiku aku mengadu.

Tuhan tidaklah Engkau janjikan kepada umat Muhammad atas seribu sati janji tanpa ada usaha dari umat Muhammad, namun saat ini aku belumlah pantas untuk menjadi umat yang taat.

Begitu juga aku juga tidak menginginkan menjadi umat yang tidak taat atas perintah-perintahMu.

Jikalau aku mengadu, seribu satu manusia mencaciku bahkan menjadikan aku orang kafir, sehingga aku pantas untuk diperangi olehnya.

Tuhan Yang Maha Melihat, aku juga merasa berdosa atas nikmat yang Engkau berikan yang telah aku pergunakan untuk kesia-siaan, bahkan aku juga pantas untuk menyandang umat yang kufur.

Tuhan, aku ini umat yang paling hina, bahkan lebih hina dari binatang. Bagaimana tidak, bahkan Engkau lebih tahu atas nafsu hatiku, nafsu akalku.

Aku hinakan diriku, sehingga aku disebut-sebut orang menjadi orang atheis, sehingga aku pantas disandangkan orang yang kafir dan pantas untuk diperangi.

Tuhan Yang Maha Suci, inilah diriku yang selalu mengadu kepaMu disaat-saat kekosongan waktuku untuk mendapatkan ridhaMu.

Tuhan, biarkan aku dicampakkan oleh orang-orang yang menganggap dirinya berhak mewakili firman-firmanMu dengan seribu bahkan sejuta kata kafir, kufur, atheis, dan masih banyak predikat yang diberikan untukku.

Tuhan, aku ikuti jalanMu melalui jalan para pencari kebenaran di muka bumi, bukan jalan orang yang membenarkan dirinya atas nama jalanMu.

Maka ampuni aku.

(Syair Kerinduan kepada Dzat Pencipta Jagad Raya. Lampung, 27 Oktober 2011)

Kamis, 20 Oktober 2011

BERSIH-BERSIHLAH TNBBS


Media masa, baik cetak maupun elektronik, di Indonesia khususnya Lampung sedang ’’Geger’’. Geger dalam arti ramai membicarakan tentang peristiwa yang mungkin hampir sama motifnya di zaman Orde Baru. Yaitu penurunan perambah yang menduduki kawasan hutan konservasi.

    NAMUN, pascareformasi menjadi titik baliknya para penggarap di kawasan hutan untuk memberanikan diri ’’adu nyali’’ memasuki areal kawasan hutan. Seperti di daerah resort Ngambur, Balaikencana, Sukarajaatas, Rataagung, Pugungtapak, Waynipah, Tampang, Biha, Pemerihan, Balikbukit, dan Lombok. Menurut data per Desember 2010 Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (BBTNBBS), jumlah luas areal yang sudah dirambah yaitu 61.786 hektare dengan jumlah kepala keluarga (KK) 16.214.     Angka luasan wilayah dan jumlah KK yang ’’mencengangkan’’, di mana salah satu kawasan konservasi di Indonesia memiliki jumlah perambah yang sangat banyak dibanding luas Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) yang hanya 355.511 ha.
Belum lama ini, berita di media cetak memberitakan tentang penurunan perambah pada beberapa resort di TNBBS. Antara lain, resort Ngambur, Balaikencana, Sukarajaatas, dan Rataagung dengan total luas areal yang dirambah yaitu 15.527 ha yang terdiri 2.385 KK (data BBTNBBS, 2011).
    TNBBS merupakan salah satu taman nasional di Pulau Sumatera yang memiliki ekosistem hutan dataran rendah terbesar pada hutan hujan tropis di Asia Tenggara. TNBBS memiliki fungsi strategis sebagai penyangga kehidupan yang perannya sangat penting bagi masyarakat sekitarnya. Sebab, kawasan ini merupakan daerah tangkapan air (cachment area).
    Kawasan TNBBS memiliki 23 sungai besar dan ratusan anak sungai yang mengalirkan airnya ke daerah-daerah hilir di sepanjang pesisir Tanggamus, Lampung Barat, dan wilayah Bengkulu Selatan. Pada kawasan TNBBS sangat banyak potensi flora dan fauna, seperti harimau sumatera, gajah sumatera, badak sumatera, beruang, dan meranti.
    Melihat potensi tersebut, TNBBS di tunjuk berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 736/Mentan/X/1982 tanggal 14 Oktober 1982. Kemudian ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 489/Kpts-II/1999 tanggal 29 Juni 1999 yang luasnya ± 355.511 ha dan terletak di dua provinsi, yaitu Lampung dan Bengkulu. Pertanyaannya mengapa potensi tersebut justru menjadi ’’ancaman’’ bagi kita? Berbagai penelitian yang dilakukan, baik segi ekonomi, budaya, maupun sosial, menjadi lampu kuning yang dapat berbalik sewaktu-waktu ke hijau dan merah. Dan, kesemuanya bergantung dari kemauan jga kesadaran kita bersama guna menjaga maupun melestarikan keberadaan taman nasional.
    Ancaman dan gangguan taman nasional yang sampai kini terjadi yaitu perambahan, konflik tata batas, perburuan liar, pembalakan liar, invasi tumbuhan pengganggu, penambangan liar, jalan tembus, dan tekanan enclave. Kesemuanya memberikan andil terhadap rusaknya ekosistem TNBBS. Namun, konsentrasi saat ini bagi BBTNBBS yaitu penurunan perambah, yang sampai ini masih menyimpan banyak masalah di balik penurunan perambah seperti hilangnya pekerjaan.
Bisa saja pihak taman nasional saat ini tegas untuk menurunkan perambah. Akan tetapi, apakah semangat tersebut akan tetap konsisten dalam pelarangan dan penghentian perambah untuk masuk kawasan konservasi yang dijuluki Tropical Rainforest Heritage of Sumatera oleh UNESCO pada 2004. Atau bisa jadi dalam 2–3 bulan ke depan, mereka (perambah) memasuki kawasan kembali untuk kembali berkebun dan memetik hasil dari tanaman-tanaman yang mereka tanam bertahun-tahun lamanya di kawasan hutan konservasi.
    Pihak BBTNBBS harus kembali belajar dari pengusiran perambah di Taman Nasional Way Kambas (TNWK) beberapa bulan lalu. Tetapi, gejala ’’back to forest again’’ untuk napak tilas sisa-sisa usaha di kawasan oleh para perambah sudah mulai terjadi berbagai cara saling umpat-umpatan dengan petugas. Di mana fungsi pemerintah daerah? Apakah semua permasalahan dikembalikan ke pemerintah pusat yang diwakili unit pelaksana teknis (UPT) di daerah, sehingga seolah-olah pemerintah daerah lebih mencari aman. Sebab, indikasi nuansa ’’politis’’ lebih kuat dibandingkan kebutuhan akan pentingnya alam (taman nasional) bagi kehidupan orang banyak yang dapat menyediakan suplai oksigen, cadangan pangan, sumber obat-obatan, sumber air, dan lain-lain.
    Perambah-perambah yang saat ini sedang diturunkan menurut hemat saya tidak dapat disalahkan begitu saja, mengapa? Karena perambahan terjadi beberapa faktor. Antara lain, faktor kebutuhan ekonomi, kebutuhan sumber daya lahan, lemahnya penegakan hukum, kurangnya tersampaikannya informasi kepada masyarakat, serta kebijakan (policy) yang kurang mendukung.
    Saya pikir seharusnya masyarakat juga tidak berpangku tangan menunggu bantuan dari pemerintah saja. Akan tetapi, harus bangkit dan mandiri memulai kehidupan barunya di luar kawasan taman nasional dengan memberdayakan segala pikiran dan tenaga untuk keberlanjutan hidup mereka. Belajar dari proses pembangunan hutan di Kabupaten Gunungkidul, Jogjakarta, yang benar-benar memulai semangat dari ’’gersang dan tandus’’ hingga ’’hijau dan sejuk’’ di wilayah mereka. Jika boleh saya katakan, inilah yang disebut dengan pembangunan mental dan spiritual masyarakat yang sukses.
    Pihak BBTNBBS sendiri juga tidak selamanya salah untuk melakukan penurunan perambah di kawasan konservasi dengan menggandeng berbagai pihak termasuk aparat kepolisian. Karena mereka bekerja untuk berupaya menyelamatkan salah hutan hujan tropika yang masih di Provinsi Lampung dan Bengkulu yang masih tersisa. Namun kita juga harus memahami bersama, bahwa yang terjadi saat ini adalah permasalahan klasik yang melanda kawasan konservasi termasuk taman nasional yaitu keterbatasan anggaran, staf yang kurang memenuhi syarat, kelemahan infrastruktur, hubungan yang tidak lancar dengan masyarakat setempat di sekitar kawasan (Wiratno, 2004).
    Selain itu, juga keterbatasan sumber daya manusia (kualitas dan kuantitas) serta keterbatasan sarana dan prasarana. Sebagai contoh data di BBTNBBS personil kehutanan yang bertugas di wilayah masing-masing resort hanya 3–4 personel sedangkan kawasan yang harus dijaga seluas 13.000 hingga 37.000 ha. Idealnya adalah 3.500 ha/pegawai (Laksono, 2000).
Permasalahan ini seharusnya menjadi perhatian penting pemerintah pusat untuk menyikapi permasalahan yang terjadi agar tidak ada kesan pusat memerintahkan untuk melestarikan kawasan hutan. Akan tetapi, tidak diimbangi jumlah personel yang memadai.
    Jika kita melihat dari sejarah berbagai kasus-kasus yang ada di taman nasional, membuktikan pengelolaannya tidak segampang yang dibayangkan ketika pada awal penetapan. Penunjukan taman nasional masih bersifat top down sebagian besar mekanismenya ditetapkan di tingkat pusat dengan konsultasi terbatas di wilayah provinsi.
Padahal, di luar Pulau Jawa kebergantungan masyarakat terhadap sumber daya alam sangat tinggi. Akibatnya seperti saat ini banyak konflik berkepanjangan antara masyarakat dan pihak taman nasional. Hal inilah yang menjadi menarik untuk dikaji dan diselesaikan secara adil dan bijak melalui pendekatan partisipatif dengan mengintensifkan sosialisasi ke masyarakat. Terutama yang memiliki hubungan tradisional terhadap taman nasional. Namun, hal ini belum dianggap penting oleh para manajer taman nasional.
    Posisi dan keberadaan taman nasional di luar Pulau Jawa, dalam hal ini TNBBS, harus diubah. Paling sedikit harus dilakukan renegoisasi ulang terhadap kelompok-kelompok masyarakat setempat. Dengan tujuan yang diharapkan dapat memperbaiki persepsi masyarakat mengenai eksistensi taman nasional baik status lahan, fungsi serta perannya bagi masyarakat setempat dan masyarakat sekitar, maupun dalam konteks yang lebih luas.
    Selain itu, manajerial dari TNBBS harus memerlukan seorang manajer berjiwa rimbawan dan mampu menyusun strategi dan taktik pengelolaan yang bervariasi sekaligus adaptif terhadap kondisi riil lapangan. Pola-pola pengelolaan konvensional yang sangat bergantung pada kebijakan dan arahan pusat harus ditinggalkan. Kemampuan menganalisis para pemangku kepentingan, membangun jaringan kerja dan penyuluhan konservasi, mengembangkan kolaborasi dengan masyarakat, kelompok-kelompok LSM seperti (Garsy, Watala, Mitra Bentala, Walhi, Wanacala, Ulayat, EKWS, Telapak, Kawan Tani, WWF, WCS, dan YABI), perguruan tinggi, serta lembaga donor internasional sudah harus prasyarat minimum.
    Saya yakin, dengan demikian di masa mendatang diharapkan tidak akan muncul lagi pertanyaan-pertanyaan mengenai eksistensi, hakikat, dan konsekuensi penetapan taman nasional. Kemudian hubungannya dengan hak-hak masyarakat terhadap sumber daya yang ada di dalamnya termasuk permasalahan ’’perambah’’ yang belum kunjung selesai-selesai. Semoga BBTNBBS dan kita semua saling memahami akan pentingnya keseimbangan alam untuk kelangsungan hidup manusia sebagai khalifah di muka bumi ini. (*)



Tulisan ini diterbitkan di Koran Harian Radar Lampung : http://www.radarlampung.co.id/read/opini/42791-bersih-bersihlah-tnbbs