Bengkulu, 20 September 2023-Satwa kunci hutan hujan tropis
Sumatera, Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) ditengah musim
kemarau saat ini mulai menampakkan diri. Dari informasi yang dihimpun, harimau
telah beberapa kali menampakkan diri dan mencari mangsa di areal perkebunan
warga yang berada di Desa Gajah Makmur Kecamatan Malin Deman Kabupaten Mukomuko
Provinsi Bengkulu.
Menurut warga setempat, ternak yang menjadi incaran harimau
yaitu ternak yang masih anakan dan ternak yang diikat di areal pada malam hari.
Sebagaimana kebiasaan masyarakat yang menggembala ternaknya seperti sapi dan
kambing dengan cara dilepas diareal perkebunan. Kebun yang didominasi tanaman
sawit tersebut dibawah tegakan kaya akan rumput yang merupakan salah satu
sumber pakan ternak, sehingga masyarakat menggembala ternaknya secara leluasa
diareal kebun tersebut.
Merespon adanya interaksi negative tersebut, Balai Konservasi
Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu melalui proyek Catalyzing Optimum
Management of Natural Heritage for Sustainability of Ecosystem, Resources and
Viability of Endangered Wildlife Species (CONSERVE) melaksanakan kegiatan peningkatan
kapasitas melalui praktek pembuatan kandang anti serangan harimau untuk satuan
tugas (Satgas) penanggulangan konflik satwa liar di Desa Gajah Makmur Kecamatan
Malin Deman Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu.
Kegiatan dilaksanakan selama 2 (dua) hari yaitu hari Senin
dan Selasa tanggal 18 dan 19 September 2023 berlokasi di kantor Desa Gajah
Makmur untuk pembukaan dan penyampaian materi, serta praktik pembuatan kandang
dilaksanakan di lapangan/kebun masyarakat.
Muhtadin mewakili Kepala BKSDA Bengkulu dalam sambutan
pembukaan menyampaikan bahwa harimau sumatera di Seblat merupakan hewan
dilindungi pemerintah karena keberadaannya kini mulai terancam punah, salah
satu penyebabnya yaitu hilangnya habitat hidup sehingga sumber pakan menurun
dan daya jelajahnya mulai berkurang.
“Oleh sebab itu kami mengajak kepada masyarakat untuk
menjaga kelestariannya dengan cara tidak memburu, menjerat, serta menjaga
kawasan hutan agar tetap lestari. Jangan sampai anak cucu kita nanti tinggal
cerita dan dongeng tentang harimau diwilayah sini” imbuhnya.
Lebih lanjut ia mengajak untuk menemukenali aset bangsa kita
yang berupa satwa liar yaitu harimau sumatera, dimana bukan hanya Indonesia
yang melindungi namun juga menjadi perhatian dunia. Pada akhir-akhir ini,
harimau tersebut bermunculan, maka kita harus bersikap bijak.
Melalui pelatihan pembuatan kandang anti serangan harimau ini
semoga bermanfaat dan masyarakat tidak ada rasa was-was saat ternak jauh dari
pantauan, ungkapnya menutup sambutan.
Teori Pembuatan Kandang Anti Serangan Satwa Liar
Hadir selaku narasumber utama dalam pelatihan pembuatan
kandang anti serangan harimau yaitu Waktre Waluyo dari Wildlife Conservation
Society (WCS). Dalam pemaparannya bahwa kandang anti serangan harimau merupakan
salah satu model dalam upaya mitigasi yang digunakan diberbagai daerah, seperti
di Lampung, Bengkulu, dan Sumatera Selatan. Model kandang yang dipakai yaitu
kandang yang berkawat duri yang telah dikembangkan WCS sejak tahun 2005.
Pentingnya dibuat kandang anti serangan harimau yaitu untuk
mencegah terjadinya pemangsaan, memberikan ketenangan kepada pemilik ternak,
ternak aman dari gangguan satwa liar, dan menjaga asset/investasi masyarakat
agar tidak mengalami kerugian. Hasil survey efektifitas kandang anti serangan
satwa liar menurut masyarakat di 7 (tujuh) desa di Bukit Barisan Selatan bahwa
92% kandang berduri tersebut sangat efektif untuk mencegah gangguan dari satwa
liar.
Secara teknis terlihat desain sangat sederhana. Namun jika
dipelajari lebih dalam desain kandang memiliki 4 (empat) kriteria, yaitu:
Pertama, pancang dan kaki kandang ditanam minimal 0,5 m dari permukaan tanah.
Kedua, jarak antar kawat duri yaitu 20 cm (untuk jenis satwa liar harimau. Ketiga,
ukuran standar panjang, lebar dan tinggi adalah 5mx5mcx2m. Keempat, jika
memungkinkan, pancang pagar kandang dapat menggunakan pohon hidup (agar lebih
kokoh).
Waktre juga menyampaikan perawatan kandang yang harus
dilakukan oleh masyarakat, seperti dengan melapisi kawat duri dengan cat atau
melumuri oli secara berkalam, mengganti bagian kandang yang telah rusak atau
rapuh, memastikan kontruksi kandang dan pagar tetap kokoh, dan menjaga
kebersihan kandar agar ternak sehat dan terawat.
Praktik Pembuatan Kandang Anti Harimau
Praktik pembuatan dilaksanakan di salah satu kebun anggota
satgas desa penanggulangan konflik satwa liar. Kandang contoh yang dibuat
berukuran 10mx10mx2m dan dilakukan secara gotong royong.
Perlunya kehati-hatian dalam pembuatan terutama saat memasang
kawat berduri dari satu tiang ke tiang yang lainnya serta memperhatikan jarak
antar tiang dan jarak atas dan jarak bawah antar kawat berduri. Perlu
diperhatikan agar, bukan hanya fokus pada satu satwa liar seperti harimau saja namun dapat juga untuk
satwa lain seperti gajah dan beruang.
Tidak ada batasan ukuran maksimal dalam pembuatannya, namun
menyesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat dalam pembuatan.
Salah satu anggota satgas menyampaikan terimakasih atas
kegiatan pelatihan dan praktik pembuatan kandang anti serangan harimau dan
satwa liat yang dikukan di desa Gajah Makmur. Sebab berguna dalam mengamankan
ternak-ternak yang selama ini dikhawatirkan akan dimangsa oleh harimau yang
berkeliaran.
Kepala Desa Gajah Makmur, Gutomo mengatakan bahwa Desa Gajah
Makmur merupakan mitra BKSDA Bengkulu dalam upaya pelestarian hutan. Kami
menyadari bahwa disekitar desa Gajah Makmur merupakan kawasan hutan, sehingga
banyak risiko yang dihadapi masyarakat saat beraktivitas baik di sekitar maupun
di dalam kawasan. Oleh sebab itu desa mendorong satgas ini menjadi salah satu
tim gerak cepat saat terjadi konflik manusia dan satwa liar tersebut.
“Kami berharap kepada BKSDA Bengkulu untuk terus
mendampingi kami dalam berbagai upaya pelestarian hutan, terutama terkait
dengan spesies kunci seperti harimau sumatera. Sehingga masyrakat dapat
beraktivitas dengan normal dan tidak was-was yang meninggalkan hewan ternak di
areal kebun”, imbuhnya.
Diketahui bahwa wilayah yang sering ditemukan jejak dan
incaran harimau merupakan kawasan hutan produksi (HP) Air Rami dan sebelah
utara merupakan kawasan konservasi Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Kedua
wilayah tersebut merupakan habitat harimau sumatera termasuk di Taman Wisata
Alam (TWA) Seblat.
Studi Winarno dan Amelia (2009) bahwa harimau bukan jenis
satwa tinggal berkelompok, melainkan jenis satwa soliter. Sebagian besar
waktunya hidup menyendiri, kecuali selama musim kawin atau memelihara anak.
Wilayah jelajah (home range) untuk seekor harimau betina adalah sekitar
20 km2, sedangkan untuk harimau jantan sekitar 60-100 km2.
Angka luas jelajah tersebut bukanlah merupakan ketentuan yang
pasti karena dalam menentukan home range juga dipengaruhi oleh keadaan geografi
tanah dan banyaknya mangsa di daerah tersebut. Biasanya daerah teritori harimau
jantan 3-4 kali lebih luas dibanding harimau betina.
Penulis: Faridh Almuhayat-RTO CONSERVE Lanskap Seblat