Rabu, 25 November 2009

KEUNIKAN ITU BERNAMA "TORO”: CERITA DARI DESA TORO, SULAWESI TENGAH


Sulawesi Tengah, 22-25 November 2009

Kecantikan Perawan Desa

Perjalanan panjang saya dan sahabat Sylva Indonesia dari kota Palu menuju ke desa Toro memakan waktu ± 4-5 jam. Memang perjalanan yang biasa ditempuh para rimbawan-rimbawan, karena pertama kali ini melakukan perjalanan di Sulawesi Tengah jadi belum tahu benar akan medan yag akan ditempuh apakah jauh atau dekat tapi semua itu bias dikalahkan dengan rasa penasaran akan Kecantikan Perawan Desa yang diceritakan oleh orang-orang yang pernah berkunjung ke Toro. Perjalanan yang kami lalui tersebut melewati perkampungan dengan penduduk yang tidak begitu padat, sehingga bisa dikatakan semakin jauh dari perkotaan semakin jauh pula kerapatan rumah antar penduduk. Hal ini disebabkan karena letak topografi dan mata pencaharian penduduk yang bermacam-macam. Selama perjalanan saya pun banyak dimanja dengan pemandangan bukit-bukit pegunungan yang memanjang nan hijau seolah-olah mereka menjadi benteng yang kokoh bagi manusia yang berada di tengah-tengahnya. Memang tidak banyak ditemui kendaraan yang berlalulalang di sepanjang jalan menuju desa Toro walaupun boleh dikatakan infrastruktur (jalan) sudah bagus. Begitu kendaraan yang ditumpangi memasuki bukit-bukit mulailah badan bergoyang-goyang kekanan dan kekiri karena jalan menuju kedesa itu penuh dengan tikungan-tikungan tajam dan yang paling menyeramkan kanan kiri adalah jurang yang sangat curam dan dalam. Namun sekali lagi perjalanan lebih menyenangkan karena ditemani pemandangan alam dengan pohon-pohon yang menjulang tinggi di pinggir-pinggir tebing yang sangat berbeda dengan vegetasi hutan alam yang pernah saya temui baik di Jawa, Kalimantan dan di Sumatera.

 

Foto 1. Pemandangan sekitar jalan menuju Toro (Dok.Pribadi)

Sesampainya di pertigaan yang menghubungkan ke desa Toro bis yang saya tumpangi tidak bisa memasuki ke lokasi desa Toro karena akses jalan yang tidak memungkinkan, akhirnya perjalanan disambung dengan menggunakan truk pengangkut pasir. Ini menjadi kebiasaan mahasiswa kalau ke lapangan menggunakan alat transportasi yang full AC “Truk” selain murah juga asyik karena bisa melihat apapun disekeliling kita tanpa dihalang-halangi apapun. Di sepanjang perjalanan kitas bisa melihat bangunan tempat ibadah umat kristiani dan muslim yang jaraknya tidak berjauhan, hal ini menunjukkan bahwa masyarakat yang berbeda agama hidup disana bisa hidup dengan damai secara perdampingan, perbedaan tersebut bukan menjadi permasalahan bagi masyarakat yang ada di desa Toro dan sekitarnya karena nenek moyangnya engajarkan kedamain.

 

  Foto 2. Pemandangan bentang alam nan indah yang memanjang bukit hiaju di desa Toro (Dok. Pribadi)

Ketika sampai didesa Toro kita dapat  melihat pemandangan yang sangat indah, bukit-bukit pegunungan yang berderet hijau memanjang mengelilingi desa Toro seolah-olah kita berada di surga yang menyediakan berbagai kebutuhan yang akan kita minta, udara yang bersih, air bersih yang mengalir di sungai, burung-burung dari hutan berkicau dengna meru, suara hewan yang bersahutan di hutan membuat kita semakin betah dan rasa penasaran semakin tinggi untuk segera memasuki hutan didesa Toro. Betul kata orang-orang yang pernah kesana, hutan masih terjaga dengan baik dan masyarakatnya memiliki peranan yang luar biasa untuk melestarikan hutan dengan senjata yang ampuh yaitu “adat”. Dengan adat itulah mereka mengelola sumberdaya alam yang masih tersisa tersebut dengan arif, bijak untuk anak cucu mereka nanti. Tetapi tidak sembarang begitu saja kita masuk kedalam

Foto 3, Ketua Adat desa Toro memimpin upacara adat (Dok. Pribadi)

hutan yang memang oleh masyarakat setempat dianggap sangat angker, bahwa hutan tempatnya makhluk halus yang selalu berkeliaran. Maka sebelum memasuki hutan diadakan upacara adat yang dipimpin oleh ketua adat masyarakat Toro, petuah yang masih saya ingat sampai saat ini yaitu “apabila sampai ditempat tujuan (hutan), jangan sampai leluasa (berbuat keributan) seperti teriak-teriak keras dihutan, bertindak asusila karena itu yang menyebabkan kita akan diganggu oleh makhluk-makhluk yang tidak bias kita lihat dengan mata biasa”. Kemudian sebelum dilepas oleh ketua adat desa Toro beliau juga memimpin doa agar diberi kelancaran dan keselamatan ole Sang Maha Kuasa selama berkegiatan di hutan.

Perjalanan kedalam hutan adat desa Toro mulai disuguhi dengan pemandangan sawah yang luas, ternyata didaerah pedalaman ada sawah. Bukan berarti tidak boleh, tetapi itulah kearifan lokal yang dimiliki masyarakat yang digunakan  sebagai lumbung pangan. Tanaman sagu juga menghiasi pemandangan selama perjalanan yang jumlahnya sangat banyak. Sagu digunakan oleh masyarakat seadanya dan bukan sebagai makanan pokok. Perjalanan untuk menuju camp 1 (Pusat penelitian STORMA yang merupakan pusat penelitian dari Jerman yang bekerjasama dengan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) dan Universitas Tadulako) membutuhkan waktu ± 4-5 jam dari start. Selama perjalanan, saya dan sahabat Sylva diterangkan dan banyak menemui jenis-jenis pohon dan tumbuh-tumbuhan yang dapat di manfaatkan untuk kebutuhan manusia, yang coba saya catat sebagai berikut :

1.    Pohon Nunuh/Beringin Lokal

Morfologi pohon ini seperti beringin tetapi tidak memiliki akar nafas, akarnya berbanir, meiliki tajuk lebar, daunnya kecil, batang kayu berwarna hijau keabu-abuan, ditumbuhi lumut dan diprediksi dapat menciptakan iklim mikro.

2.    Sagu

Banyak ditemukan disepanjang jalan menuju kawasan hutan. Digunakan oleh masyarakat untuk membuat cendol dan masakan lainnya, selain itu sagu juga sebagai makanan tambahan bagi masyarakat sekitar hutan.

3.    Tanaman Pakis Bagga/pakis kebo

Pakis tersebut berbentuk raksasa dan dapat digunakan untuk menyuburkan rambut (dengan cara air yang berada di potongan bonggol di usap-usapkan di rambut), untuk obat diare (dengan cara direbus dengan air secukupnya sesudah masak air rebusan tersebut dapat diminum).

4.    Pohon Dadap

Memiliki manfaat sebagai penahan air, biasanya pohon dadap menghasilkan sumber air diwaktu musim kering tiba. Banyak digunakan sebagai tanaman penyela di kebun-kebun masyarakat karena dianggap memiliki manfaat yang besar terhadap produktifitas hasil kebunnya.

5.    Tanaman Aren

Buah aren dapat digunakan sebagai campuran minuman yaitu kolang-kalng, selain itu juga dapat di teres untuk dijadikan gula aren

6.    Pakis Paku Tiang

Pakis ini berukuran besar dan dapat tumbuh tinggi. Akarnya dapat digunakan untuk tempat hidup anggrek, karena serabut-serabutnya yang unik dan cocok untuk ditumbuhi anggrek.

7.    Pandan

Digunakan untuk memberikan aroma harum pada masakan seperti menanak nasi, memasak sayur, selain itu dapat digunakan juga untuk kerajinan seperti tas, tikar, dll.

8.    Tepus/Asam air/Honje

Tumbuhan ini memiliki bentuk seperti lengkuas tetapi memiliki ukuran yang besar, batang berwarna coklat, daun memanjang dan lebar. Dapat digunakan untuk obat sakit tenggorokan dan batuk karena rasanya yang mint.

9.    Anggrek Bulan

Tanaman anggrek ini memiliki bentuk daun kecil dan batang sedikit menggelembung dengan wara kekuning-kuningan, anggrek ini tidak memiliki bunga. Hidup di batang-batang pohon yang tidak terlalu tinggi, dapat juga hidup di lantai hutan.

10. Pengi

Pohon Pengi memiliki tinggi ± 10 m, daun berbentuk lebar, bulat lonjong, buah berwarna cokelat besar seperti buah maja tetapi berukuransedikit kecil.

11.  Pakis Leru

Pakis ini mulanya berbentuk seperti bunga kol tetapi berwarna kuning kecoklatan dan sedikit kemerah-merahan. Nantinya akan mengeluarkan daun dari bentuk seperti bunga kol tersebut.

12. Parahi

Dapat digunakan untuk penyakit asam urat dan malaria dengan cara mengambil 7 daun yang dipanasi dengan api kemudian diurut dikaki selama berulang-ulang selama tujuh bulan. Parahi banyak hidup didaerah kemiringan dan dipinggir-pinggir sungai.

13. Tabe Moulu

Memiliki manfaat jika dipegang maka makhluk halus tidak akan mengganggu. Mantra yang dibacakan “penghuni jangan bertegur para makhluk halus, karena kita tidak melihat, kamu yang ckup memahami lingkungan kamu, kami dating hanya untuk meliat lingkungan tidak untuk mengganggu” (menurut kepercayaan penduduk setempat).

14. Lehoka (pergelangan)

Tumbuhan ini banyak ditemukan dihalaman, sejenis rumput liar. Dapat juga untuk obat sakit pergelangan dengan cara dibuat gelang.

15. Tinkiahe

Tanaman ini dapat digunakan untuk mengobati panas dalam dengan cara batang dibelah (tengahnya diambil dengan sendok kmeudian di makan), tanaman ini dapat tumbuh didaerah kebun-kebun daerah pinggiran.

16. Walimoa

Memiliki rasa pahit dan getir. Ketuka saya coba, memang rasanya sangat menusuk lidah. Walimoa ini dapat digunakan untuk obat malaria (dengan cara direbus, kemudian airnya diminum) dilakukan secara berulang-ulang.

17. Belut

18. Banemo

Tumbuhan ini dapat digunakan untuk obat luka dengan cara dihancurkan batangnya kemudian ditempel pada luka.

19. Dilameo

Tumbuhan ini dapat digunakan untuk obat mata (dengan cara daun di hancurkan dan di campur dengan air, air yang sudah tercampur dengan daun di gunakan untuk merendam mata).

20.Tabe Lepo

Tumbuhan ini dapat digunakan untuk obat ngilu.

21. Pisal Sepato/Loka Semata

Digunakan untuk obat impoten (dengan cara dipotong, keluar tunasnya di bacakan shalawat).

22.Bube

Digunakan untuk obat muntaber (dengan cara di tumbuk kemudian diperas dengan ditambah tumbuhan pancinanga).

23.Walatomo

Berupa liana merambat.

24.Pancinanga

Untuk obat diare dengan cara dicampur dengan tumbuhan bube.

25.Pohon Cempaka

Pohon in dapat ditemukan di hutan dengan tinggi ± 20 m.

26.Kayu Marantai Pali

Kayu ini digunakan untuk bahan kontruksi bangunan dengan memiliki tinggi ± 55 meter, memiliki banir dan bentuk batangnya tidak lurus.

27.Rotan

Tumbuhan ini banyak dijumpai di sepanjang perjalanan dihutan. Rotan oleh masyarakat setempat di kenal ada dua jenis yaitu kehiti (kecil) dan lanbag (besar). Biasanya masyarakat menggunakan untuk kerajinan dan untuk bahan-bahan kebutuhan adat dan peralatan/perabot kebutuhan hidup saja.

28.Meranti Putih dan Meranti Merah (Dipterocarpaceae)

Selama perjalanan di dalam hutan ditemui meranti dengan rata-rata memiliki tinggi ± 50-55 meter. Dan jenis yang ditemukan yaitu meranti merah sebanyak 5 pohon, untuk meranti putih sebanyak 2 pohon.

Didalam perjalanan saya pun juga menemui satwa yang selama perjalanan di hutan adat Toro yaitu burung Alo dengan lebar sayap kiri ± 50 cm dan memiliki paruh panjang berwarna hitam. Selain itu juga di temui (mendengar suara sedang terbang dan celoteh) burung rangkong Sulawesi karena melihat kami ketika kita sedang berjalan di bawahnya. Memang kondisi vegetasi hutan masih sangat bagus sehingga dapat memungkinkan berbagai tumbuhan, hewan dapat hidup dihutan dengan tenang tanpa ada yang mengusik.

 

Perjalanan Menjadi Ilmu Yang Berharga

Dari awal perjalanan memang dijumpai kawasan hutan yang bertipe (menurut pribadi penulis yang mencoba mengklasifikasikan) sebagai produksi dimana masyarakat melakukan pengelolaan terhadap lahan dengan sistem campuran, semi campuran, dan homogen. Tanaman pengisi seperti coklat, padi, cabai, sayur. Sedangkan tanaman pokok seperti cengkeh, dadap, dan randu hal ini secara tidak langsung masyrakat sudah memiliki pengetahuan tentang Agroforestry. Selain itu tata ruang alami yang dilengkapi dengan tajuk dan topografi yang rapat dengan struktur lengkap dari serasah, tumbuhan bawah, dan pepohonan sangat memberikan banyak manfaat bagi masyarakat baik manfaat langsung maupun tidak langsung.

Masih banyak keunikan alam yang ada didalam hutan adat masyarakat desa Toro, terlebih lagi potensi yang terkandung di hutan baik keanekaragaman hayati, jasa lingkungan maupun wisata yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyrakat Toro dan pendapatan asli daerah (PAD). Sangat disayangkan  jika potensi tersebut tidak digali dengan dilakukan berbagai usaha seperti riset (penelitian), promosi, peningkatan SDM dan infrastruktur pendukung untuk mendongkrak potensi yang ada. Masyarakat sendiri saya fikir sudah paham akan potensi, tapi mereka hanya memanfaatkannya sebatas untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Ilmu dari perjalanan ini dapat menjadi semangat untuk berinovasi dengan berimanjinasi ala Toro untuk membuat sebuah gebrakan agar Toro menjadi lebih terkenal dan banyak orang yang mendatangi sebagai pusat pendidikan, cinta alam dan lingkungan bagi siapapun.

Foto 4. Perjalanan didalam hutan dengan teknik susur sungai, kondisi alam yang masih alami menambah semangat dalam perjalanan. (Dok. Pribadi)

Bagaimana tidak berimajinasi, disana hutan yang menyediakan jasa bisa menjadi asset sandainya dijaga dengan hokum adatnya yang kuat supaya tetap terjaga keutuhannya. Masyarakat asli yang memiliki tempat tinggal, rumahnya dapat digunakan home stay bagi para pengunjung, bangunan adat beserta pengurus adat menjadi aset besar didalam memandu dan menyambut para tamu. Kerajinan asli masyarakat Toro dapat di jual dengan harga yang terjangkau “asli buatan Toro”. Pemandangan yang cantik dapat dijadikan tempat mengumbar hawa romantis bagi para pecinta deni fotografi, begitu juga potensi pertanian sebagai ajang pendidikan lingkungan. Jalur trek kedalam hutan yang menantang (menurut pengamatan penulis) dapat dijadikan upaya pengenalan lingkungan hutan bagi para pengunjung, sehingga kondisi asli ekosistem hutan dapat dikenali pengunjung.

 

Masih banyak impian yang bisa kita wujudkan untuk kesejahteraan masyarakat Toro. Tidak lain karena kita berupaya mewujudkan cita-cita besar dari slogan “Hutan Lestari Masyarakat Sejahtera”, Hal ini dapat di upayakan karena sejalan dengan salah satu kebijakan prioritas Departemen Kehutanan pemberdayaan ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan.

 

Hutan Sumber Inspirasi dan Kekuatan

Lingkungan hutan yang sejuk dan damai dapat memberikan inspirasi bagi semua orang. Pengalam saya di Toro selama perjalanan dan di beberapa titik di jalur trek hutan dapat memberikan inspirasi untuk menjadikannya sebuah puisi dengan syair-syair yang merupakan luapan isi hati dari seorang petualang. Rasa sayangku terhadap hutan dan lingkungan merupakan inspirasi untuk membuat puisi, karena kepuasan untuk bercumbu dengan nikmat dan anugerah dari-Nya tidak cukup untuk dilihat saja. Maka terciptalah sebuah karya.

HUTAN PENYANGGA KEHIDUPAN

 

Terhampar luas dan memanjang emas hijau

Serga duniawi yang tidak bisa terbeli

Menjulang tinggi pepohonan alam dengan akar yang kuat bergandengan erat dengan lainnya tanpa memandang engkau dari jenis apa

Karena saling menopang untuk kehidupan dimuka bumi

 

Air mengalir dengan suara yang merdu

Udara berhamburan dengan kesejukan yang terasa didada

Embun pagi menyegarkan pikiran yang lelah

Canda tawa satwa memecah keheningan pagi

Dan sinar matahari memberikan kehidupan bagi alam semesta

Mulailah berkata “Puji syukur atas kebesaran Tuhan”

Serta mari kita jaga hutan kita untuk kehidupan

 

Toro, 20 November 2009 ; 07.25 WIT

Faridh AL-Muhayat Uhib H

Karya puisi ini memang tidak sebagus karya para seniman dan singa-singa sastra, tetapi saya hanya menjadi bagian dari seni yang ingin meluapkan isi pikiran dan luapan hati didalam memandang hutan dan potensi. Maka tidak ada kata lain kecuali menorehkan pena yang diatas kertas yang lembab untuk menjadi bagian dari puji untuk-Nya.

HUTANKU TEMPAT KERJAKU

 

Aku lewati gunung dan lembah

Pohon menjulang tinggi dengan gagah

Bangunan alam nan mewah

Contoh bagi kita untuk pantang menyerah

 

Pemandangan alam mempesona

Hijau membentang mengelilingi pandangan mata

Tempat kerjaku membuat nyaman sepanjang masa

Lalu kehidupan kita bak air mengalir dari surga

 

Serasah, lumut, liana, rumput, paku-pakuan, bamboo, rotan dan pohon-pohon berjejer menghidupi dirinya dengan sempurna

Dari sinar matahari yang menatap hijau dedaunan dan melakukan fotosintesa

Aku merasakan kebesaran-Nya

Bersama sahabat Sylva Indonesia

 

Toro, 20 November 2009

Faridh AL-Muhayat Uhib H

Ketika duduk di batu pinggir sungai yang jernih dengan air yang mengalir sehingga menimbulkan gemercik air menjadikan nuansa semakin mistis. Sambil menunggu matahari tenggelam serta hewan-hewan liar pulang, saya bersama teman-teman mendirikan tenda dan kemudian duduk bersama berdiskusi dengan ditemani secangkir kopi sembari menunggu siwanita perkasa memasakkan makanan untuk mengganjal perut yang seharian berjalan dihutan. Perjalanan menyusuri sungai yang jernih mengalir dengan keikhlasannya untuk memberikan kehidupan di hilirnya, tidak akan pernah kulupakan. Tidak ingin saya lewatkan kesempatan ini untuk menorehkan kata-kata dari jiwa untuk menceritakan betapa berharganya air.

Suara Air Toro

 

Gemercik air sungai menyuarakan kebesaran-Nya

Membuat hidup kita semakin berharga bagi alam semesta

Tidak ada kata selain syukur

Bukan karena kita sebagai manusia

Tetapi sebagai hamba dan makhluk Tuhan Yang Maha Esa

 

Mulailah kita menjaga hutan

Karena sumber kehidupan

Bukan teknologi yang akan memberi kehidupan

Tapi hutan

Begitu juga air

 

Toro, 21 November 2009 ; 08.20 WIT

Faridh AL-Muhayat Uhib H

 

Cerita dari Toro memberikan banyak pengalaman dan pengetahuan. Kenapa tidak kita mencoba belajar terhadap kearifan masyarakat didalam mengelola hutan?dan memberikan pengharagaan untuk masyarakat yang mampu melestarikan hutan seperti masyarakat Toro. Merekalah yang berupaya keras menjaga hutan seluas mata memandang, sepanjang bukit-bukit pegunungan yang tidak terjangkau oleh manusia biasa. Mereka berpesan untuk generasi yang akan datang dengan kata-kata yang keluar dari mulutnya dengan penuh kasih sayang dan harapan, seperti Bapak Bogu Rupu (petani hutan) yang ditemui ketika perjalanan ditengah hutan, beliau membawa tombak yang unik dan tas anyaman dari pandan, barang-barang yang dia bawa sangat saya sukai karena saya ermasuk pecinta barang-barang yang unik dan tradisional. Dia berpendapat ”coklat, sawah, hutan ini namanya Kelabui, Taman Nasional tapi bukan lagi karena masyarakat punya hutan Tawako. Hutan besar, banyak damar, banyak air” (wawancara langsung pada tanggal 19 November 2009 ; pukul 15.30 WIT ). Maksud beliau sambil menunjukkan ladang bercerita bahwa ladang coklat dan sawah yang digarap adalah kepunyaan masyarakat bukan taman nasional. Taman nasional ditunjukkan oleh beliau diseberang yang agak jauh yang banyak damar dan menghasilkan banyak air yang dapat mengairi sawah, ladang para petani.

Begitu juga Bapak Husein (Petani Hutan sekaligus local guide) beliau megatakan ”bisa diambil dari hutan macam kayu, rotan. Menurut pengalaman saya disini kalau musim panen bisa dimanfaatkan hutannya,kalau tidak ya tidak dimanfaatkan. Kayu jangan ditebang karena anak-anak kedepan tidak bisa menikmati”. (wawancara langsung tanggal 20 November 2009 ; pukul 17.30 WIT )

Bapak Bewin (Masyarakat Setempat, Local Guide, sedang menempuh S1 di Kehutanan Universitas Tadulako), beliau berpesan kepada kita semua ”menjaga kelestarian, ekosistem, dan menjadi rimbawan sejati ” (wawancara langsung pada tanggal 20 November 2009 ; pukul 07.08 WIT ). Selain itu Bapak Said Tolao (Tondo Ngato Toro/Jagawana, yang telah mendapatkan penghargaan dari Menteri Kehutanan tahun 2006 sewaktu kepala Balai Taman Nasionalnya Bapak Agus Priabudi, Local Guide) beliau berpesan ”masyarakat Indonesia harus menggunakan obat-obatan lokal yang ada didalam hutan untuk meringankan dana operasi atau dan rumah sakit. Ini adalah hak intelektual/jati diri, mengapa generasi sekarang tidak mau belajar seperti ini? sementara itu meringankan biaya tanggung jawab rumah tangga yang sebenarnya kita masih bisa menggunakan obat lokal tapi kita harus kerumah sakit itupun belum tentu sembuh/harus operasi. Harapan saya untuk hutan di Toro ini saya harus bergiat, saya harus berupaya jangan ada pembabatan masal dan jangan ada penebangna tanpa beraturan kita harus menjalani fungsi hutan itu, aturan hutan itu, aturan lokal, aturan kearifan masyarakat adat dari sabang sampai merauke supaya bumi di Indonesia ini tidak ada bermacam-macam ujian dan cobaan. Jika banyak bencana kita tidak boleh menyalahkan siapa yang salah, kita perlu banyak intropeksi diri jangan ada pemikiran arogan tebang sana tebang sini untuk kepentingan pribadi tetapi orang banyak susah. Karena persoalannya sepanjang tanah sudah luka berarti begitu hujan turun langsung menggerus tanah jadi hal ini kita sama-sama antisipasi penebangan kayu masal atau perkebunan berpindah-pindah jangan ada terutama dikemiringan 40o keatas, kemudian di hulu air supaya oksigen, debit air tidak berkurang. Karena air ini 1 kg beras kita memasak berapa liter kita butuh air. Sementara sebelum makan kita sudah cari air minum, tapi kalau debit air tidak ada, hutan tidak ada berarti manusia akan hancur”. (wawancara langsung tanggal 20 November 2009 ; pukul 07.15 WIT ). Jika kita ingin mengetahui kearifan dan aturan masyarakat Toro sebagai contoh dilarang menebang kayu didaerah kemiringan, jika menebang pohon untuk kebutuhan hidup harus menanam sebagai penggantinya, membuat kebun didaerah datar, jika membuat kebun didaerah sungai tetapi lahannya datar juga tidak masalah.

Percakapan dengan Lurah Toro Bapak Mulyanto Lagimpo sangat berharap agar Toro dapat diperhatikan. (wawancara langsung tanggal 21 November 2009 ; pagi hari)

Toro menjadi salah satu desa yang mentargetkan wisata dengan membangun beberapa bangunan tradisonal yang berada dikecamatan Kulawi. Selain potensi budaya, kita juga punya potensi alam seperti air panas, hutan yang masih bagus serta situs perkampungan tua yang masih ada. Kita usulkan untuk dikembangkan. Misalnya teman-teman yang hadir dapat mendukung seperti pembuatan jalur tracking dan membantu mengkonsep seperti apa program wisata disini.”

Ketika ditanya tentang aksesbilitas bapak lurah mengatakan :

”aksesbilitas sangat diharapkan dukungan dari pemerintah. Bisa dilihat sendiri jalan menuju Toro seperti apa, itupun sudah berapa lama tidak diperbaikan. Sedangkan didaerah lain sudah mendapatkan perbaikan. Sedangkan jika melihat potensi yang ada Toro merupakan lumbung beras kecamatan Kulawi” . Mimpi saya yang ingin saya wujudkan  bagaimana organisasi ekonomi dalam artian yang bisa mengatur tataproduksi masyarakat setiap ada pemasaran karena selam ini belum ada koperasi. Karena sebelum mengolah sawah selalu kehabisan modal maka larinya ke tengkulak. Kita ada didalam kawasan TN, kita mencoba komunikasi dengan desa Katu (tetangga yang sudah masuk kabupaten Poso),kita bicarakan batasan wilayah yang sama-sama memiliki kesepakatan dengan pihak balai tentang kesepakatan untuk pengelolaan TN. Kita diberikan hak untuk mengelola dan mengawasi dan proses itu tidak lepas dari apa yang sudah mereka lihat dari masyarakat Toro kita punya kearifan. Di Toro selain ada polhut(Tondongata) yang ada di 7 dusun berjumlah 14 orang seperti pak Said, selain itu kita juga memiliki kesepakatan hasil bumi dari swadaya murni dengan mengumpulkan beras dengan uang, keterkaitan dengan SDH itu kita ada istilah ombo rotan selama 5 tahun (pelarangan pengolahan rotan selama 5 tahun, karena dengan alasan orang merotan tidak ada yang kaya yangbanyak kebunnya melayang untuk bayar utang rotan. Orang pergi merotan bawa susu sedangkan yang dirumah setengah mati, jadi tidak membangun dengan rotan ini selain itu jaraknya sudah jauh. Lima tahun kedepan jka rotan sudah kembali normal desa yang akan mengolah), tidak mengijinkan kayu dari Toro keluar dari Toro selain untuk kebutuhan masyarakat Toro”.

Untuk masalah budaya yang hampir punah ditengah-tengah perubahan jaman ini, masyarakat tidak terlalu banyak yang berubah. Hal ini sesuai dengan pernyataan bapak lurah saat saya wawancarai :

tidak terlalu banyak berubah. Dalam keseharian kita jika ada soal-soal dimasyarakat itu mekanisme adat tetap berjalan. Kalau seperti kita juga karena memang menurut saya lembaga adat yang paling utama. Sebagai pemerintah tinggal membantu mendukung”

Pesan-pesan dari masyarakat lokal dan para tokoh masyrakat memang banyak memberikan inspirasi dan kekuatan untuk selalu menjaga dan melestarikan hutan sebagai salah satu warisan leluhur dan titipan Tuhan YME demi kemakmuran hidup masyarakat. Pertanyaan mendasar bagi saya mengapa masyarakat bisa mengelola hutan kita sebagai orang kehutanan tidak bisa?tentu kekuatan itu muncul karena cambuk dari masyarakat yang dengan penuh harapan generasi yang akan datang tetap menikmati kekayaan alam dengan menjaga dan melestarikannya secara arif dan bijak.

 

Cuci Cerita dengan Pengalaman yang Ada

Saya merasa perjalanan ini menjadi berkesan dan lengkap ketika saya mencoba mengambil hikmah dari perjalanan ini, saya melihat dan merasakan bahwa masyarakat sebenarnya sangat arif didalam mengelola hutan (masyarakat turut andil didalam mengelola lahan hutan dengan ilmu yang mereka miliki); saya menjadi lebih tahu berbagai jenis tanaman dan tumbuh-tumbuhan yang dapat ditemui selama perjalanan dan masing-masing memiliki fungsi, peran dan manfaat yang besar bagi manusia; saya juga melihat struktur vegetasi hutan yang sangat unik yang berbeda dengan tempat lain; pemandangan alam yang elok dan cantik yang pernah saya temui; yang dapat dimanfaatkan baik hasil hutan kayu, non kayu maupun jasa lingkungan yang sebenarnya bisa dioptimalkan oleh masyarakat; kepedulian terhadap alam harus kita tumbuhkan untuk merenungi jeritan alam agar kita tahu bahwa hutan sangat penting bagi kehidupan.(*)