Jumat, 12 Februari 2021

IMLEK 2572 TAHUN 2021



Perayaan imlek tahun ini (2021) sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Biasanya penuh dengan gegap gempita mereka para Tionghoa merayakan tahun baru tersebut dengan dibarengi festival barongsai, dan berbagai pesta adat lainnya yang ditunjukkan secara terpusat ataupun secara arak-arakan. Di Indonesia, jaman dahulu imlek sembunyi-sembunyi atau tidak menampakkan diri, sebab mereka sebagai minoritas dan juga terbelenggu oleh situasi politik yang kurang mendukung. Namun pasca reformasi, khususnya sejak Presiden RI yaitu era KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjabat, justeru tahun baru imlek menjadi perayaan sebagaimana perayaan tahun baru agama-agama lainnya yang ada di Indonesia. Masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia kembali mendapatkan kebebasan merayakan tahun baru Imlek pada tahun 2000 ketika Presiden Abdurrahman Wahid mencabut Inpres Nomor 14/1967. Kemudian Presiden Abdurrahman Wahid menindaklanjutinya dengan mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 19/2001 tertanggal 9 April 2001 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur fakultatif (hanya berlaku bagi mereka yang merayakannya). Baru pada tahun 2002, Imlek resmi dinyatakan sebagai salah satu hari libur nasional oleh Presiden Megawati Soekarnoputri mulai tahun 2003.

Tahun ini tidak ada perayaan, sebab situasi pandemi Covid-19 memaksa untuk tidak banyak melakukan pengumpulan masa skala banyak. Bisa dibayangkan jika perayaan itu diadakan, pasti akan terjadi cluster-cluster baru yang menimbulkan penularan Covid-19 di Indonesia semakin masif. Salut untuk para pemimpin tionghoa di Indonesia, mereka mampu memberikan pencerahan kepada umat untuk tidak merayakan besar-besaran seperti tahun-tahun sebelumnya, dan ini dimaklumi. Ini juga dilakukan oleh pemeluk agama lain, seperti Islam saat Idul Fitri, Idul Adha, Kristen saat Kebaktian, Hindu dan Budha pun juga sama-sama tidak merayakannya. Semua dirumah atau berkumpul dengan keluarga terbatas.

Apa sebenarnya Imlek?
Kata "Imlek" bukanlah nama dari perayaan tahun baru Tiongkok yang sebenarnya. Kata ini diambil dari Bahasa Hokien dan hanya diketahui dan digunakan oleh orang Indonesia. Di luar, perayaan ini lebih dikenal dengan nama Chinese New Year untuk orang-orang Barat, sedangkan orang Tiongkok menamainya "Guo Nian" atau "Xin Jia" yang artinya lewati bulan atau bulan baru. Hari raya Imlek telah ada sejak 4.000 tahun lalu. Seiring perkembangan zaman, maka terbentuklah beberapa tradisi yang akhirnya turun menurun dan wajib dijalani dalam setiap perayaan Imlek.

Mengutip di halaman www.wikipedia.com, Tahun Baru Imlek merupakan perayaan terpenting orang Tionghoa. Perayaan tahun baru imlek dimulai pada hari pertama bulan pertama (Hanzi: 正月; pinyin: zhēng yuè) di penanggalan Tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh 十五暝 元宵節 pada tanggal ke-15 (pada saat bulan purnama). Malam tahun baru imlek dikenal sebagai Chúxī 除夕 yang berarti "malam pergantian tahun".

Di Tiongkok, adat dan tradisi wilayah yang berkaitan dengan perayaan tahun baru Imlek sangat beragam. Namun, kesemuanya banyak berbagi tema umum seperti perjamuan makan malam pada malam tahun baru, serta penyulutan kembang api. Meskipun penanggalan Imlek secara tradisional tidak menggunakan nomor tahun malar, penanggalan Tionghoa di luar Tiongkok sering kali dinomori dari pemerintahan Huangdi. Setidaknya sekarang ada tiga tahun berangka 1 yang digunakan oleh berbagai ahli, sehingga pada tahun 2017 Masehi, "Tahun Tionghoa" dapat jadi tahun 4715, 4714, atau 4654.

Dirayakan di daerah dengan populasi suku Tionghoa, Tahun Baru Imlek dianggap sebagai hari libur besar untuk orang Tionghoa dan memiliki pengaruh pada perayaan tahun baru di tetangga geografis Tiongkok, serta budaya yang dengannya orang Tionghoa berinteraksi meluas. Ini termasuk Korea, Mongolia, Nepal, Bhutan, Vietnam, dan Jepang (sebelum 1873). Di Daratan Tiongkok, Hong Kong, Makau, Taiwan, Singapura, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan negara-negara lain atau daerah dengan populasi suku Han yang signifikan, Tahun Baru Imlek juga dirayakan, dan telah menjadi bagian dari budaya tradisional dari negara-negara tersebut.

Tradisi Unik Saat Imlek
Tidak banyak yang mengetahui apa sebenarnya tradisi unik mereka, sebab masyarakat umum tahunya yaitu mereka sembahyang di Vihara dengan membakan dupa, berdoa, lalu pulang. Selebihnya yaitu pesta adat Tionghoa. Namun ada juga masyarakat yang mengetahui imlek dari gemerlapnya lampu lampion, hiasan-hiasan rumah dan pertokoan yang serba merah dan ada pembagian angpao (amplop warna merah berisi uang). Walaupun tidak sedikit juga pemeluk agama lain yang melarang ummatnya untuk tidak mengikuti perayaan tahun baru Imlek beserta pesta tradisinya, karena membahayakan akidah masyarakat. Namun perlu digaris bawahi, bahwa tidak semuanya begitu. Masih banyak yang memahami bahwa dengan adanya imlek, perayaan festival budaya sebatas pertunjukan bagi masyarakat untuk menghibur dan menghiasi warna kehidupan yang tidak dipersoalkan. Sebab perayaan itu dijamin secara hukum.

Mengutip dari https://www.cermati.com/artikel/11-tradisi-tradisi-unik-saat-imlek, ada sebelas tradisi unik yang biasa dirayakan oleh orang Tionghoa antara lain:
1. Bersih-bersih rumah;
2. Mendekorasi rumah;
3. Serba warna merah;
4. Hidangan khas imlek;
5. Pantang makan bubur;
6. Dilarang membalik ikan saat menyantapnya;
7. Petasan dan kembang api;
8. Pentas liong dan barongsai;
9. Bagi-bagi angpai;
10. Mengunjungi sanak saudara; dan
11. Tradisi yu sheng.

Kegembiraan mereka seperti kegembiraan kita saat merayakan tahun baru agama, atau tahun baru suku kita. Seperti penulis, saat akan merayakan lebaran, menyambut tahun baru Islam, tahun baru kalender jawa yang disambut dengan masak-masak, berkumpul dengan keluarga, membersihkan rumah, menyiapkan hidangan, dan lain-lain. Ini merupakan sejarah baru peradaban di Indonesia. Dimana Imlek yang sebelumnnya dikekang oleh situasi dan kondisi politik, saat ini sudah bebas dan merayakannya dengan tenang. 

Akan tetapi masih banyak PR dan kritik bagi kita semua, bahwa kesenjangan diantara masing-masing pemeluk agama masih terjadi, hal ini karena ada proses yang diputus yaitu "dialog antar pemeluk agama yang kurang dijalin dengan baik", legitimasi terhadap suku tertentu terkait kebiasaan yang kurang baik masih ada, masih ada anggapan juga bahwa orang atau suku ini menjajah suku itu atau sebaliknya. Atau bahkan legitimasi negatif lainnya yang masih berkembang.

Ketika proses akulturasi yang sudah berlangsung ini tidak dijaga, maka tidak heran masih ada yang merasa lebih unggul diantara suku atau agama lain di Indonesia. Padahal sebenarnya kita sudah menjadi Indonesia, berbineka tunggal ika, perPancasila, dengan UUD 1945 bahkan berbahasa satu, berbangsa satu, bertanah air satu. Inilah proses yang harus kita jalani. Ingat pesan Presiden dan Founding Father kita, DR (HC) Ir. Sukarno "Kalau jadi Islam, jangan jadi orang Arab, kalau jadi Kristen, jangan jadi orang Yahudi. Tetaplah jadi orang Indonesia dengan adat budaya Nusantara yang kaya raya ini,"

Semoga kita semua selalu dalam lindungan TUHAN YANG MAHA ESA, mari kita rawat budaya kita dengan memperkuat keaqwaan kita, kita perkokoh persatuan dan kesatuan kita demi Indonesia yang kita cintai