Kamis, 23 April 2015

HUTAN MANGROVE, PENJAGA BUMI


(Dibuat dalam Rangka Memperingati Hari Bumi 22 April 2015)

Peringatan hari bumi tanggal 22 April yang dilakukan serentak diseluruh dunia menjadi sebuah momentum yang berharga bagi planet “bumi” untuk menyadarkan masyarakat agar kembali sadar akan pentingnya menjaga bumi dari kerusakan. Kerusakan yang dilakukan manusia baik di darat, air, udara membawa dampak secara global yaitu semakin meningkatnya suhu bumi, sehingga saat ini kita sedang dalam kondisi yang tidak seberuntung orang jaman dahulu yang masih menikmati udara segar, air bersih, dan tanah subur.
Hari Bumi dicetuskan oleh Senator Amerika Serikat yaitu Gaylord Nelson pada tahun 1970. Hari bumi dirancang untuk meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap planet bumi dan telah dilakukan selama 45 tahun, maka  selayaknya hari bumi telah dikenal oleh masyrakat dunia sebagai hari untuk meningkatkan kepedulian terhadap palnet bumi dan seisinya walaupun masih banyak kendala dan tantangan dalam pelaksanaannya. Salah satunya yaitu hari bumi hanya sebagai kegiatan ceremonial sehingga esensi hari bumi kurang dipahami banyak kalangan. Kita harus tetap optimis bahwa sudah saatnya kita memiliki misi untuk segera memperbaikinya, salah satunya yaitu menjaga dan mengelola  hutan mangrove (HM) agar tetap lestari. Mengapa harus HM?
Didalam berbagai kesempatan diskusi dan pengambilan kebijakan keberadaan HM sering terlewatkan untuk menjadi bagian dari sumber kekayaan hutan kita yang perlu dikelola dengan benar. Disisi lain peran dan fungsi HM sangat besar terhadap kelestarian ekosistem transisi antara daratan dan lautan.
Hutan Mangrove “Sabuk Pengaman”
Hutan mangrove memiliki ciri khas yang unik yaitu diantara wilayah daratan dan lautan yang membentuk seperti sabuk hijau (green belt) sepanjang garis pantai. Karena keberadaannya tersebut maka HM memiliki peranan penting dalam menjaga kestabilan ekosistem bumi khususnya di wilayah tropis dan subtropis. Kustanti (2011) mengungkapkan bahwa diantara fungsi HM yaitu fungsi ekologis seperti tempat berkembang biaknya biota laut dan binatang-binatang laut, fungsi fisik seperti perlindungan dari abrasi akibat gelombang besar serta tiupan angin yang kencang, dan fungsi sosial ekonomi seperti meningkatkan kondisi ekonomi masyarakat sekitar hutan. Fungsi lain dari HM yaitu memiliki kemampuan asimilasi dan laju penyerapan Carbon (C) yang tinggi baik dari tumbuhan maupun tanah mangrove yang kaya akan kandungan organik (Donato et.al 2012).
Patut disyukuri bahwa bangsa Indonesia dianugerahi sabuk hijau yang terluas di dunia yaitu (4.255 juta ha) yang diikuti Brazil (1.340 juta ha), Australia (1.150 juta ha), dan Nigeria (1.0515 juta ha). Namun luasan HM mengalami penurunan setiap tahun yang disebabkan karena beberapa faktor seperti faktor pertumbuhan ekonomi, konversi lahan untuk tambak dan pembangunan pesisir, penebangan liar, kebijakan yang kurang tepat, dan manajemen yang keliru. Donato et al. (2012) mengungkapkan bahwa laju kerusakan HM di Indonesia dalam 50 tahun terakhir mencapai 30%-50%. Sungguh memprihatinkan jika kerusakan HM  begitu besar dan cepat, sedangkan Indonesia adalah negara kepulauan. Seharusnya kita mampu mempertahankannya dari segala ancaman yang ada sehingga HM sebagai “sabuk pengaman” pulau-pulau di Indonesia dapat terus lestari keberadaannya.
Beberapa pakar mengemukakan bahwa kondisi permukaan air laut semakin meningkat akibat global warming, pulau-pulau kecil banyak yang tenggelam, namun disisi lain perlu memperhatikan kondisi masyarakat sekitar HM yang sebagian besar adalah nelayan yang bergantung hidupnya dari laut dan HM. Apa yang bisa kita perbuat untuk bangsa ini, padahal telah banyak penelitian, seminar, kegiatan keproyekan, pemberdayaan yang dilakukan oleh berbagai pihak namun perubahan yang terjadi belum banyak dirasakan.
Tentu kami sangat khawatir jika sabuk pengaman yang kita banggakan saat ini telah kehilangan simpati dari para pegiat lingkungan, sehingga akan memperburuk kondisi HM yang ada. Atau sebaliknya karena hanya menjadi objek kegiatan maka semakin memperburuk kondisi HM yang sebenarnya jika dikelola masyarakat justeru akan lebih baik kondisinya. Namun hal tersebut kami fikir tidak bijak juga karena semua stakeholder akan saling terkait dan memiliki tujuan bersama agar kondisi bumi kita semakin baik, walaupun disadari atau tidak kita masih lemah dalam mengungkap luasnya ilmu pengetahuan dari  emas hijau yang membentang tersebut.
Penjaga Bumi
Berbagai pembuktian akibat dari hilangnya HM seperti intrusi air laut, berkurangnya tangkapan (ikan, udang, kepiting) nelayan, abrasi pantai, rusaknya pemukiman penduduk karena terpaan angin laut yang kencang, bahkan gelombang besar sunami menghantam dengan cepat wilayah daratan jika HM hilang. Fakta-fakta tersebut harus menjadi evaluasi bagi kita semua penduduk planet bumi ini untuk segera kembali menata keseimbangan antara kebutuhan manusia dan alam.
Disatu sisi kita sering melihat berbagai peristiwa terjadi yang mengancam kelestarian HM namun sering dibiarkan, seperti pengerukan pasir di muara sungai, pembuatan tanggul pemecah abrasi, penebangan liar yang dilakukan oleh oknum, konversi lahan HM menjadi tambak/tempat wisata pantai, hal tersebut secara tidak langsung akibat dari kesalahan dalam mengambil kebijakan dan manajemen pengelolaan HM yang tidak tepat.
Kesalahan tersebut biasanya terjadi karena kebijakan dan manajemen yang dibuat kurang memperhatikan karakteristik dari sumberdaya alam di masing-masing wilayah HM sehingga HM mengalami berbagai tekanan dari berbagai hal terutama dalam hal pemanfaatannya yang over eksploitasi. Akan tetapi jika emas hijau yang terbentang ini hanya dikelola oleh pemerintah dengan segala landasan hukum, strategi nasional, dan lain-lain, maka kami yakin tidak akan bisa menyelesaikan permasalahan yang ada.
Solusi yang harus segera dilakukan yaitu sebaiknya pemerintah/pengambil kebijakan menjadi fasilitator bagi pengelola tingkat tapak (masyarakat) untuk mewujudkan kelestarian HM yang ada diwilayahnya dengan berbagai macam cara baik kesepatan-kesepakatan yang saling menguntungkan, adanya reward dan punism yang semuanya bermuara pada kesepakatan “Ya Kami Ingin Hutan Mangrove Tetap Lestari” dan menjadi pelajaran penting bahwa HM menjadi bagian dari penjaga planet bumi. (*)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar