Kecantikan Perawan Desa
Perjalanan panjang saya dan sahabat Sylva Indonesia dari kota
Palu menuju ke desa Toro memakan waktu ± 4-5 jam. Memang perjalanan yang biasa
ditempuh para rimbawan-rimbawan, karena pertama kali ini melakukan perjalanan
di Sulawesi Tengah jadi belum tahu benar akan medan yag akan ditempuh apakah
jauh atau dekat tapi semua itu bias dikalahkan dengan rasa penasaran akan
Kecantikan Perawan Desa yang diceritakan oleh orang-orang yang pernah
berkunjung ke Toro. Perjalanan yang kami lalui tersebut melewati perkampungan
dengan penduduk yang tidak begitu padat, sehingga bisa dikatakan semakin jauh
dari perkotaan semakin jauh pula kerapatan rumah antar penduduk. Hal ini
disebabkan karena letak topografi dan mata pencaharian penduduk yang
bermacam-macam. Selama perjalanan saya pun banyak dimanja dengan pemandangan bukit-bukit
pegunungan yang memanjang nan hijau seolah-olah mereka menjadi benteng yang
kokoh bagi manusia yang berada di tengah-tengahnya. Memang tidak banyak ditemui
kendaraan yang berlalulalang di sepanjang jalan menuju desa Toro walaupun boleh
dikatakan infrastruktur (jalan) sudah bagus. Begitu kendaraan yang ditumpangi
memasuki bukit-bukit mulailah badan bergoyang-goyang kekanan dan kekiri karena
jalan menuju kedesa itu penuh dengan tikungan-tikungan tajam dan yang paling menyeramkan
kanan kiri adalah jurang yang sangat curam dan dalam. Namun sekali lagi perjalanan
lebih menyenangkan karena ditemani pemandangan alam dengan pohon-pohon yang
menjulang tinggi di pinggir-pinggir tebing yang sangat berbeda dengan vegetasi
hutan alam yang pernah saya temui
baik di Jawa, Kalimantan dan di Sumatera.
Foto 1. Pemandangan
sekitar jalan menuju Toro (Dok.Pribadi)
Sesampainya di pertigaan yang menghubungkan ke desa Toro bis
yang saya tumpangi tidak bisa memasuki ke lokasi desa Toro karena akses jalan
yang tidak memungkinkan, akhirnya perjalanan disambung dengan menggunakan truk
pengangkut pasir. Ini menjadi kebiasaan mahasiswa kalau ke lapangan menggunakan
alat transportasi yang full AC “Truk” selain murah juga asyik karena bisa
melihat apapun disekeliling kita tanpa dihalang-halangi apapun. Di sepanjang
perjalanan kitas bisa melihat bangunan tempat ibadah umat kristiani dan muslim
yang jaraknya tidak berjauhan, hal ini menunjukkan bahwa masyarakat yang berbeda
agama hidup disana bisa hidup dengan damai secara perdampingan, perbedaan
tersebut bukan menjadi permasalahan bagi masyarakat yang ada di desa Toro dan
sekitarnya karena nenek moyangnya
engajarkan kedamain.
Ketika sampai didesa Toro kita dapat melihat pemandangan yang sangat indah,
bukit-bukit pegunungan yang berderet hijau memanjang mengelilingi desa Toro
seolah-olah kita berada di surga yang menyediakan berbagai kebutuhan yang akan
kita minta, udara yang bersih, air bersih yang mengalir di sungai,
burung-burung dari hutan berkicau dengna meru, suara hewan yang bersahutan di
hutan membuat kita semakin betah dan rasa penasaran semakin tinggi untuk segera
memasuki hutan didesa Toro. Betul kata orang-orang yang pernah kesana, hutan
masih terjaga dengan baik dan masyarakatnya memiliki peranan yang luar biasa
untuk melestarikan hutan dengan senjata yang ampuh yaitu “adat”. Dengan adat
itulah mereka mengelola sumberdaya alam yang masih tersisa tersebut dengan
arif, bijak untuk anak cucu mereka nanti. Tetapi tidak sembarang begitu saja
kita masuk kedalam
Foto 3, Ketua Adat desa
Toro memimpin upacara adat (Dok. Pribadi)
hutan yang memang oleh masyarakat setempat dianggap sangat angker, bahwa hutan tempatnya makhluk halus yang selalu berkeliaran. Maka sebelum memasuki hutan diadakan upacara adat yang dipimpin oleh ketua adat masyarakat Toro, petuah yang masih saya ingat sampai saat ini yaitu “apabila sampai ditempat tujuan (hutan), jangan sampai leluasa (berbuat keributan) seperti teriak-teriak keras dihutan, bertindak asusila karena itu yang menyebabkan kita akan diganggu oleh makhluk-makhluk yang tidak bias kita lihat dengan mata biasa”. Kemudian sebelum dilepas oleh ketua adat desa Toro beliau juga memimpin doa agar diberi kelancaran dan keselamatan ole Sang Maha Kuasa selama berkegiatan di hutan.
Perjalanan kedalam hutan adat desa Toro mulai disuguhi dengan
pemandangan sawah yang luas, ternyata didaerah pedalaman ada sawah. Bukan
berarti tidak boleh, tetapi itulah kearifan lokal yang dimiliki masyarakat yang
digunakan sebagai lumbung pangan. Tanaman
sagu juga menghiasi pemandangan selama perjalanan yang jumlahnya sangat banyak.
Sagu digunakan oleh masyarakat seadanya dan bukan sebagai makanan pokok. Perjalanan
untuk menuju camp 1 (Pusat penelitian STORMA yang merupakan pusat penelitian
dari Jerman yang bekerjasama dengan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) dan
Universitas Tadulako) membutuhkan waktu ± 4-5 jam dari start. Selama perjalanan,
saya dan sahabat Sylva diterangkan dan banyak menemui jenis-jenis pohon dan
tumbuh-tumbuhan yang dapat di manfaatkan untuk kebutuhan manusia, yang coba
saya catat sebagai berikut :
1.
Pohon Nunuh/Beringin Lokal
Morfologi pohon ini seperti beringin tetapi tidak
memiliki akar nafas, akarnya berbanir, meiliki tajuk lebar, daunnya kecil,
batang kayu berwarna hijau keabu-abuan, ditumbuhi lumut dan diprediksi dapat
menciptakan iklim mikro.
2.
Sagu
Banyak ditemukan disepanjang jalan menuju kawasan
hutan. Digunakan oleh masyarakat untuk membuat cendol dan masakan lainnya,
selain itu sagu juga sebagai makanan tambahan bagi masyarakat sekitar hutan.
3.
Tanaman Pakis Bagga/pakis
kebo
Pakis tersebut berbentuk raksasa dan dapat
digunakan untuk menyuburkan rambut (dengan cara air yang berada di potongan bonggol di usap-usapkan di rambut),
untuk obat diare (dengan cara direbus dengan air secukupnya sesudah masak air
rebusan tersebut dapat diminum).
4.
Pohon Dadap
Memiliki manfaat sebagai penahan air, biasanya
pohon dadap menghasilkan sumber air diwaktu musim kering tiba. Banyak digunakan
sebagai tanaman penyela di kebun-kebun masyarakat karena dianggap memiliki
manfaat yang besar terhadap produktifitas hasil kebunnya.
5.
Tanaman Aren
Buah aren dapat digunakan sebagai campuran minuman
yaitu kolang-kalng, selain itu juga dapat di teres untuk dijadikan gula aren
6.
Pakis Paku Tiang
Pakis ini berukuran besar dan dapat tumbuh tinggi.
Akarnya dapat digunakan untuk tempat hidup anggrek, karena serabut-serabutnya
yang unik dan cocok untuk ditumbuhi anggrek.
7.
Pandan
Digunakan untuk memberikan aroma harum pada
masakan seperti menanak nasi, memasak sayur, selain itu dapat digunakan juga
untuk kerajinan seperti tas, tikar, dll.
8.
Tepus/Asam air/Honje
Tumbuhan ini memiliki bentuk seperti lengkuas
tetapi memiliki ukuran yang besar, batang berwarna coklat, daun memanjang dan
lebar. Dapat digunakan untuk obat sakit tenggorokan dan batuk karena rasanya
yang mint.
9.
Anggrek Bulan
Tanaman anggrek ini memiliki bentuk daun kecil dan
batang sedikit menggelembung dengan wara kekuning-kuningan, anggrek ini tidak
memiliki bunga. Hidup di batang-batang pohon yang tidak terlalu tinggi, dapat
juga hidup di lantai hutan.
10.
Pengi
Pohon Pengi memiliki tinggi ± 10 m, daun berbentuk
lebar, bulat lonjong, buah berwarna cokelat besar seperti buah maja tetapi
berukuransedikit kecil.
11.
Pakis Leru
Pakis ini mulanya berbentuk seperti bunga kol tetapi berwarna kuning kecoklatan dan sedikit kemerah-merahan. Nantinya akan mengeluarkan daun dari bentuk seperti bunga kol tersebut.
12.
Parahi
Dapat digunakan untuk penyakit asam urat dan
malaria dengan cara mengambil 7 daun yang dipanasi dengan api kemudian diurut
dikaki selama berulang-ulang selama tujuh bulan. Parahi banyak hidup didaerah kemiringan
dan dipinggir-pinggir sungai.
13.
Tabe Moulu
Memiliki manfaat jika dipegang maka makhluk halus
tidak akan mengganggu. Mantra yang dibacakan “penghuni jangan bertegur para makhluk halus, karena kita tidak
melihat, kamu yang ckup memahami lingkungan kamu, kami dating hanya untuk
meliat lingkungan tidak untuk mengganggu” (menurut kepercayaan penduduk
setempat).
14.
Lehoka (pergelangan)
Tumbuhan ini banyak ditemukan dihalaman, sejenis
rumput liar. Dapat juga untuk obat sakit pergelangan dengan cara dibuat gelang.
15.
Tinkiahe
Tanaman ini dapat digunakan untuk mengobati panas dalam
dengan cara batang dibelah (tengahnya diambil dengan sendok kmeudian di makan),
tanaman ini dapat tumbuh didaerah kebun-kebun daerah pinggiran.
16.
Walimoa
Memiliki rasa pahit dan getir. Ketuka saya coba,
memang rasanya sangat menusuk lidah. Walimoa ini dapat digunakan untuk obat
malaria (dengan cara direbus, kemudian airnya diminum) dilakukan secara
berulang-ulang.
17.
Belut
18.
Banemo
Tumbuhan ini dapat digunakan untuk obat luka
dengan cara dihancurkan batangnya kemudian ditempel pada luka.
19.
Dilameo
Tumbuhan ini dapat digunakan untuk obat mata
(dengan cara daun di hancurkan dan di campur dengan air, air yang sudah
tercampur dengan daun di gunakan untuk merendam mata).
20.Tabe Lepo
Tumbuhan ini dapat digunakan untuk obat ngilu.
21.
Pisal Sepato/Loka Semata
Digunakan untuk obat impoten (dengan cara
dipotong, keluar tunasnya di bacakan shalawat).
22.Bube
Digunakan untuk obat muntaber (dengan cara di
tumbuk kemudian diperas dengan ditambah tumbuhan pancinanga).
23.Walatomo
Berupa liana merambat.
24.Pancinanga
Untuk obat diare dengan cara dicampur dengan
tumbuhan bube.
25.Pohon Cempaka
Pohon in dapat ditemukan di hutan dengan tinggi ±
20 m.
26.Kayu Marantai Pali
Kayu ini digunakan untuk bahan kontruksi bangunan
dengan memiliki tinggi ± 55 meter, memiliki banir dan bentuk batangnya tidak lurus.
27.Rotan
Tumbuhan ini banyak dijumpai di sepanjang
perjalanan dihutan. Rotan oleh masyarakat setempat di kenal ada dua jenis yaitu
kehiti (kecil) dan lanbag (besar). Biasanya masyarakat menggunakan untuk
kerajinan dan untuk bahan-bahan kebutuhan adat dan peralatan/perabot kebutuhan
hidup saja.
28.Meranti Putih dan Meranti Merah (Dipterocarpaceae)
Selama perjalanan di dalam hutan ditemui meranti dengan rata-rata memiliki tinggi ± 50-55 meter. Dan jenis yang ditemukan yaitu meranti merah sebanyak 5 pohon, untuk meranti putih sebanyak 2 pohon.
Didalam perjalanan saya pun juga menemui satwa yang selama
perjalanan di hutan adat Toro yaitu burung Alo dengan lebar sayap kiri ± 50 cm
dan memiliki paruh panjang berwarna hitam. Selain itu juga di temui (mendengar
suara sedang terbang dan celoteh) burung rangkong Sulawesi karena melihat kami ketika
kita sedang berjalan di bawahnya. Memang kondisi vegetasi hutan masih sangat
bagus sehingga dapat memungkinkan berbagai tumbuhan, hewan dapat hidup dihutan
dengan tenang tanpa ada yang mengusik.
Perjalanan Menjadi Ilmu Yang
Berharga
Dari awal perjalanan memang dijumpai kawasan hutan yang bertipe (menurut pribadi penulis yang mencoba mengklasifikasikan) sebagai produksi dimana masyarakat melakukan pengelolaan terhadap lahan dengan sistem campuran, semi campuran, dan homogen. Tanaman pengisi seperti coklat, padi, cabai, sayur. Sedangkan tanaman pokok seperti cengkeh, dadap, dan randu hal ini secara tidak langsung masyrakat sudah memiliki pengetahuan tentang Agroforestry. Selain itu tata ruang alami yang dilengkapi dengan tajuk dan topografi yang rapat dengan struktur lengkap dari serasah, tumbuhan bawah, dan pepohonan sangat memberikan banyak manfaat bagi masyarakat baik manfaat langsung maupun tidak langsung.
Masih banyak keunikan alam yang ada didalam hutan adat masyarakat desa Toro, terlebih lagi potensi yang terkandung di hutan baik keanekaragaman hayati, jasa lingkungan maupun wisata yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyrakat Toro dan pendapatan asli daerah (PAD). Sangat disayangkan jika potensi tersebut tidak digali dengan dilakukan berbagai usaha seperti riset (penelitian), promosi, peningkatan SDM dan infrastruktur pendukung untuk mendongkrak potensi yang ada. Masyarakat sendiri saya fikir sudah paham akan potensi, tapi mereka hanya memanfaatkannya sebatas untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Ilmu dari perjalanan ini dapat menjadi semangat untuk berinovasi dengan berimanjinasi ala Toro untuk membuat sebuah gebrakan agar Toro menjadi lebih terkenal dan banyak orang yang mendatangi sebagai pusat pendidikan, cinta alam dan lingkungan bagi siapapun.
Foto 4. Perjalanan didalam hutan dengan
teknik susur sungai, kondisi alam yang masih alami menambah semangat dalam
perjalanan. (Dok. Pribadi)
Bagaimana tidak berimajinasi, disana hutan yang menyediakan
jasa bisa menjadi asset sandainya dijaga dengan hokum adatnya yang kuat supaya
tetap terjaga keutuhannya. Masyarakat asli yang memiliki tempat tinggal,
rumahnya dapat digunakan home stay
bagi para pengunjung, bangunan adat beserta pengurus adat menjadi aset besar
didalam memandu dan menyambut para tamu. Kerajinan asli masyarakat Toro dapat
di jual dengan harga yang terjangkau “asli buatan Toro”. Pemandangan yang
cantik dapat dijadikan tempat mengumbar hawa romantis bagi para pecinta deni
fotografi, begitu juga potensi pertanian sebagai ajang pendidikan lingkungan.
Jalur trek kedalam hutan yang
menantang (menurut pengamatan penulis) dapat dijadikan upaya pengenalan
lingkungan hutan bagi para pengunjung, sehingga kondisi asli ekosistem hutan
dapat dikenali pengunjung.
Masih
banyak impian yang bisa kita wujudkan untuk
kesejahteraan masyarakat Toro. Tidak lain karena kita berupaya mewujudkan
cita-cita besar dari slogan “Hutan Lestari Masyarakat Sejahtera”, Hal ini dapat
di upayakan karena sejalan dengan salah satu
kebijakan prioritas Departemen Kehutanan pemberdayaan ekonomi masyarakat di
dalam dan sekitar kawasan hutan.
Hutan Sumber Inspirasi dan Kekuatan
Lingkungan
hutan yang sejuk dan damai dapat memberikan inspirasi bagi semua orang.
Pengalam saya di Toro selama perjalanan dan di beberapa titik di jalur trek
hutan dapat memberikan inspirasi untuk menjadikannya sebuah puisi dengan
syair-syair yang merupakan luapan isi hati dari seorang petualang. Rasa
sayangku terhadap hutan dan lingkungan merupakan inspirasi untuk membuat puisi,
karena kepuasan untuk bercumbu dengan nikmat dan anugerah dari-Nya tidak cukup
untuk dilihat saja. Maka terciptalah sebuah karya.
HUTAN
PENYANGGA KEHIDUPAN Terhampar luas dan
memanjang emas hijau Serga duniawi yang
tidak bisa terbeli Menjulang tinggi
pepohonan alam dengan akar yang kuat bergandengan erat dengan lainnya tanpa
memandang engkau dari jenis apa Karena saling menopang
untuk kehidupan dimuka bumi Air mengalir dengan
suara yang merdu Udara berhamburan
dengan kesejukan yang terasa didada Embun pagi menyegarkan
pikiran yang lelah Canda tawa satwa
memecah keheningan pagi Dan sinar matahari
memberikan kehidupan bagi alam semesta Mulailah berkata “Puji
syukur atas kebesaran Tuhan” Serta mari kita jaga
hutan kita untuk kehidupan Toro, 20 November 2009 ; 07.25 WIT Faridh AL-Muhayat Uhib
H |
Karya puisi ini memang tidak sebagus karya para seniman dan singa-singa sastra, tetapi saya hanya menjadi bagian dari seni yang ingin meluapkan isi pikiran dan luapan hati didalam memandang hutan dan potensi. Maka tidak ada kata lain kecuali menorehkan pena yang diatas kertas yang lembab untuk menjadi bagian dari puji untuk-Nya.
HUTANKU
TEMPAT KERJAKU Aku lewati gunung dan
lembah Pohon menjulang tinggi
dengan gagah Bangunan alam nan mewah Contoh bagi kita untuk
pantang menyerah Pemandangan alam
mempesona Hijau membentang
mengelilingi pandangan mata Tempat kerjaku membuat
nyaman sepanjang masa Lalu kehidupan kita bak
air mengalir dari surga Serasah, lumut, liana,
rumput, paku-pakuan, bamboo, rotan dan pohon-pohon berjejer menghidupi
dirinya dengan sempurna Dari sinar matahari
yang menatap hijau dedaunan dan melakukan fotosintesa Aku merasakan
kebesaran-Nya Bersama sahabat Sylva
Indonesia Toro, 20 November 2009 Faridh AL-Muhayat Uhib
H |
Ketika duduk di batu pinggir sungai yang jernih dengan air yang mengalir sehingga menimbulkan gemercik air menjadikan nuansa semakin mistis. Sambil menunggu matahari tenggelam serta hewan-hewan liar pulang, saya bersama teman-teman mendirikan tenda dan kemudian duduk bersama berdiskusi dengan ditemani secangkir kopi sembari menunggu siwanita perkasa memasakkan makanan untuk mengganjal perut yang seharian berjalan dihutan. Perjalanan menyusuri sungai yang jernih mengalir dengan keikhlasannya untuk memberikan kehidupan di hilirnya, tidak akan pernah kulupakan. Tidak ingin saya lewatkan kesempatan ini untuk menorehkan kata-kata dari jiwa untuk menceritakan betapa berharganya air.
Suara
Air Toro Gemercik air sungai
menyuarakan kebesaran-Nya Membuat hidup kita
semakin berharga bagi alam semesta Tidak ada kata selain
syukur Bukan karena kita
sebagai manusia Tetapi sebagai hamba
dan makhluk Tuhan Yang Maha Esa Mulailah kita menjaga
hutan Karena sumber kehidupan Bukan teknologi yang
akan memberi kehidupan Tapi hutan Begitu juga air Toro, 21 November 2009 ; 08.20 WIT Faridh AL-Muhayat Uhib
H |
Cerita
dari Toro memberikan banyak pengalaman dan pengetahuan. Kenapa tidak kita
mencoba belajar terhadap kearifan masyarakat didalam mengelola hutan?dan
memberikan pengharagaan untuk masyarakat yang mampu melestarikan hutan seperti
masyarakat Toro. Merekalah yang berupaya keras menjaga hutan seluas mata
memandang, sepanjang bukit-bukit pegunungan yang tidak terjangkau oleh manusia
biasa. Mereka berpesan untuk generasi yang akan datang dengan kata-kata yang
keluar dari mulutnya dengan penuh kasih sayang dan harapan, seperti Bapak Bogu
Rupu (petani hutan) yang ditemui ketika perjalanan ditengah hutan, beliau
membawa tombak yang unik dan tas anyaman dari pandan, barang-barang yang dia
bawa sangat saya sukai karena saya ermasuk pecinta barang-barang yang unik dan
tradisional. Dia berpendapat ”coklat,
sawah, hutan ini namanya Kelabui, Taman Nasional tapi bukan lagi karena
masyarakat punya hutan Tawako. Hutan besar, banyak damar, banyak air”
(wawancara langsung pada tanggal 19 November 2009 ; pukul 15.30 WIT ). Maksud
beliau sambil menunjukkan ladang bercerita bahwa ladang coklat dan sawah yang
digarap adalah kepunyaan masyarakat bukan taman nasional. Taman nasional
ditunjukkan oleh beliau diseberang yang agak jauh yang banyak damar dan
menghasilkan banyak air yang dapat mengairi sawah, ladang para petani.
Begitu
juga Bapak Husein (Petani Hutan sekaligus local
guide) beliau megatakan ”bisa diambil
dari hutan macam kayu, rotan. Menurut pengalaman saya disini kalau musim panen
bisa dimanfaatkan hutannya,kalau tidak ya tidak dimanfaatkan. Kayu jangan
ditebang karena anak-anak kedepan tidak bisa menikmati”. (wawancara
langsung tanggal 20 November 2009 ; pukul 17.30 WIT )
Bapak
Bewin (Masyarakat Setempat, Local Guide,
sedang menempuh S1 di Kehutanan Universitas Tadulako), beliau berpesan kepada
kita semua ”menjaga kelestarian,
ekosistem, dan menjadi rimbawan sejati ” (wawancara langsung pada tanggal
20 November 2009 ; pukul 07.08 WIT ). Selain itu Bapak Said Tolao (Tondo Ngato
Toro/Jagawana, yang telah mendapatkan penghargaan dari Menteri Kehutanan tahun
2006 sewaktu kepala Balai Taman Nasionalnya Bapak Agus Priabudi, Local Guide) beliau berpesan ”masyarakat Indonesia harus menggunakan
obat-obatan lokal yang ada didalam hutan untuk meringankan dana operasi atau
dan rumah sakit. Ini adalah hak intelektual/jati diri, mengapa generasi
sekarang tidak mau belajar seperti ini? sementara itu meringankan biaya tanggung
jawab rumah tangga yang sebenarnya kita masih bisa menggunakan obat lokal tapi
kita harus kerumah sakit itupun belum tentu sembuh/harus operasi. Harapan saya
untuk hutan di Toro ini saya harus bergiat, saya harus berupaya jangan ada
pembabatan masal dan jangan ada penebangna tanpa beraturan kita harus menjalani
fungsi hutan itu, aturan hutan itu, aturan lokal, aturan kearifan masyarakat
adat dari sabang sampai merauke supaya bumi di Indonesia ini tidak ada
bermacam-macam ujian dan cobaan. Jika banyak bencana kita tidak boleh menyalahkan
siapa yang salah, kita perlu banyak intropeksi diri jangan ada pemikiran arogan
tebang sana tebang sini untuk kepentingan pribadi tetapi orang banyak susah.
Karena persoalannya sepanjang tanah sudah luka berarti begitu hujan turun
langsung menggerus tanah jadi hal ini kita sama-sama antisipasi penebangan kayu
masal atau perkebunan berpindah-pindah jangan ada terutama dikemiringan 40o
keatas, kemudian di hulu air supaya oksigen, debit air tidak berkurang.
Karena air ini 1 kg beras kita memasak berapa liter kita butuh air. Sementara
sebelum makan kita sudah cari air minum, tapi kalau debit air tidak ada, hutan
tidak ada berarti manusia akan hancur”. (wawancara langsung tanggal 20
November 2009 ; pukul 07.15 WIT ). Jika kita ingin mengetahui kearifan dan
aturan masyarakat Toro sebagai contoh dilarang menebang kayu didaerah
kemiringan, jika menebang pohon untuk kebutuhan hidup harus menanam sebagai
penggantinya, membuat kebun didaerah datar, jika membuat kebun didaerah sungai
tetapi lahannya datar juga tidak masalah.
Percakapan dengan Lurah Toro Bapak Mulyanto Lagimpo sangat berharap agar Toro dapat diperhatikan. (wawancara langsung tanggal 21 November 2009 ; pagi hari)
”Toro menjadi salah satu desa yang
mentargetkan wisata dengan membangun beberapa bangunan tradisonal yang berada
dikecamatan Kulawi. Selain potensi budaya, kita juga punya potensi alam seperti
air panas, hutan yang masih bagus serta situs perkampungan tua yang masih ada.
Kita usulkan untuk dikembangkan. Misalnya teman-teman yang hadir dapat
mendukung seperti pembuatan jalur tracking dan membantu mengkonsep seperti apa
program wisata disini.”
Ketika
ditanya tentang aksesbilitas bapak lurah mengatakan :
”aksesbilitas sangat diharapkan dukungan dari pemerintah.
Bisa dilihat sendiri jalan menuju Toro seperti apa, itupun sudah berapa lama
tidak diperbaikan. Sedangkan didaerah lain sudah mendapatkan perbaikan.
Sedangkan jika melihat potensi yang ada Toro merupakan lumbung beras kecamatan
Kulawi” . Mimpi saya yang ingin saya wujudkan bagaimana organisasi ekonomi dalam artian yang
bisa mengatur tataproduksi masyarakat setiap ada pemasaran karena selam ini
belum ada koperasi. Karena sebelum mengolah sawah selalu kehabisan modal maka
larinya ke tengkulak. Kita ada didalam kawasan TN, kita mencoba komunikasi
dengan desa Katu (tetangga yang sudah masuk kabupaten Poso),kita bicarakan
batasan wilayah yang sama-sama memiliki kesepakatan dengan pihak balai tentang
kesepakatan untuk pengelolaan TN. Kita diberikan hak untuk mengelola dan
mengawasi dan proses itu tidak lepas dari apa yang sudah mereka lihat dari
masyarakat Toro kita punya kearifan. Di Toro selain ada polhut(Tondongata) yang
ada di 7 dusun berjumlah 14 orang seperti pak Said, selain itu kita juga
memiliki kesepakatan hasil bumi dari swadaya murni dengan mengumpulkan beras
dengan uang, keterkaitan dengan SDH itu kita ada istilah ombo rotan selama 5
tahun (pelarangan pengolahan rotan selama 5 tahun, karena dengan alasan orang
merotan tidak ada yang kaya yangbanyak kebunnya melayang untuk bayar utang
rotan. Orang pergi merotan bawa susu sedangkan yang dirumah setengah mati, jadi
tidak membangun dengan rotan ini selain itu jaraknya sudah jauh. Lima tahun
kedepan jka rotan sudah kembali normal desa yang akan mengolah), tidak mengijinkan
kayu dari Toro keluar dari Toro selain untuk kebutuhan masyarakat Toro”.
Untuk
masalah budaya yang hampir punah ditengah-tengah perubahan jaman ini,
masyarakat tidak terlalu banyak yang berubah. Hal ini sesuai dengan pernyataan
bapak lurah saat saya wawancarai :
”tidak terlalu banyak berubah. Dalam
keseharian kita jika ada soal-soal dimasyarakat itu mekanisme adat tetap
berjalan. Kalau seperti kita juga karena memang menurut saya lembaga adat yang
paling utama. Sebagai pemerintah tinggal membantu mendukung”
Pesan-pesan
dari masyarakat lokal dan para tokoh masyrakat memang banyak memberikan
inspirasi dan kekuatan untuk selalu menjaga dan melestarikan hutan sebagai
salah satu warisan leluhur dan titipan Tuhan YME demi kemakmuran hidup
masyarakat. Pertanyaan mendasar bagi saya mengapa masyarakat bisa mengelola
hutan kita sebagai orang kehutanan tidak bisa?tentu kekuatan itu muncul karena
cambuk dari masyarakat yang dengan penuh harapan generasi yang akan datang
tetap menikmati kekayaan alam dengan menjaga dan melestarikannya secara arif
dan bijak.
Cuci Cerita dengan Pengalaman yang Ada
Saya
merasa perjalanan ini menjadi berkesan dan lengkap ketika saya mencoba
mengambil hikmah dari perjalanan ini, saya melihat dan merasakan bahwa
masyarakat sebenarnya sangat arif didalam mengelola hutan (masyarakat turut
andil didalam mengelola lahan hutan dengan ilmu yang mereka miliki); saya menjadi
lebih tahu berbagai jenis tanaman dan tumbuh-tumbuhan yang dapat ditemui selama
perjalanan dan masing-masing memiliki fungsi, peran dan manfaat yang besar bagi
manusia; saya juga melihat struktur vegetasi hutan yang sangat unik yang
berbeda dengan tempat lain; pemandangan alam yang elok dan cantik yang pernah
saya temui; yang dapat dimanfaatkan baik hasil hutan kayu, non kayu maupun jasa
lingkungan yang sebenarnya bisa dioptimalkan oleh masyarakat; kepedulian terhadap
alam harus kita tumbuhkan untuk merenungi jeritan alam agar kita tahu bahwa
hutan sangat penting bagi kehidupan.(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar