Kamis, 31 Desember 2015

CATATAN AKHIR TAHUN 2015 KOTA BOGOR BIDANG LINGKUNGAN HIDUP



Pengantar
Kota Bogor secara geografis terletak di antara 106’ 48’ BT dan 6’ 26’ LS dan terletak di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor dengan luas 118.50 km2 yang terdiri dari: 6 kecamatan, 31 kelurahan, 37 desa, 210 dusun, 623 RW dan 2.712 RT (Kota Bogor, 2015). Kota Bogor juga memiliki nilai historis sejak era pra kemerdekaan hingga era kemerdekaan saat ini dengan umur kota Bogor cukup tua (300an tahun) perlu menjadi cermin bagi pemangku kebijakan untuk membenahi kota Bogor agar dapat melayani kebutuhan warganya. Hal yang penting di kota Bogor sejak jaman dahulu yaitu perhatian tentang lingkungan hidup, dimana Bogor terkenal sebagai kota hujan dan ruang terbuka hijaunya yang seiring dengan pembangunan yang terus berkembang.
Berbagai peristiwa penting terjadi seiring cepatnya kemajuan jaman di kota Bogor khususnya bidang lingkungan hidup,  sehingga menjadi catatan akhir tahun 2015 untuk mengkritisi tentang lingkungan hidup di kota Bogor. Berangkat dari potret realita yang terjadi di lapangan, kondisi lingkungan hidup di kota Bogor yang semakin memprihatinkan secara luas akan disajikan dari berbagai aspek, sehingga kedepan perlu dilakukan reorganisasi tata kelola lingkungan hidup di kota Bogor.

Permasalahan Sampah
Rata-rata kepadatan penduduk kota Bogor tahun 2014 menurut BPS (2015) yaitu 8.698 orang/km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 1.030.720 jiwa. Beban kota Bogor menurut catatab BPS semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk yang tersebar disetiap kecamatan, khususnya yang berada dalam lingkaran pusat ibu kota Kota Bogor. Tercacat jumlah sampah setiap hari pada tahun 2009 yaitu sebesar 2.205 m3, sedangkan pada tahun 2013 sebesar 2.447 m3/hari. Selama ini sampah-sampah dibuang ke tempat Tembuangan Akhir sampah (TPA) di Desa Galuga, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor yang akan habis kontrak 31 Desember 2015. Data yang di olah Walhi Jawa Barat tahun 2014 juga menunjukkan skala yang lebih luas tentang sampah di Provinsi Jawa Barat yang menunjukkan bahwa produksi sampah kota Bogor mencapai 493.72 ton/hari. Perbandingan yang jauh di bandingkan data 2009 sampai 2014 meningkat drastis.
Di beberapa sisi lain dalam permasalahan sampah yaitu sering menjadi pemandangan umum sungai menjadi tempat pembuangan sampah oleh masyarakat di berbagai wilayah mulai dari desa, kecamatan, hingga kota baik di sungai kecil maupun sungai besar. Data BPLH Kota Bogor tahun 2013 yang bersumber dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bogor merilis masih banyaknya rumah tangga yang membuang sampah ke sungai sebanyak 4.454 rumah tangga, dan lainnya 27.468 rumah tangga.
Sumber: Dinas Kebersihan dan Pertamanan, dalam BPLH Kota Bogor tahun 2013
Setidaknya beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi yaitu: 1) Rendahnya kesadaran masyarakat untuk mengelola sampah, 2) Kurangnya perhatian khusus aparatur pemerintah tentang penangan sampah di lingkungan terkecil yaitu wilayah perdesaan, 3) Masyarakat tidak memiliki akses terhadap lokasi pembuangan sampah dilingkungannya, 4) Kurangnya gerakan yang kontinyu dalam penangan sampah di Kota Bogor.
Hal yang mengkhawatirkan adalah kota Bogor yang kepadatan penduduknya semakin tinggi belum memiliki upaya untuk menangani sampah didalam wilayahnya sendiri. Saat ini dirasakan semakin sulit untuk mendapatkan lokasi TPA dekat atau di dalam kota, selain itu semakin mahalnya mobilisasi sampah seiring dengan kenaikan BBM dan pemeliharaan sarana angkutan, beberapa hal tersebut patut dipertimbangkan oleh para pembuat kebijakan layanan publik atau para kepala daerah.

Permasalahan Pembangunan Kota
Pembangunan di wilayah perkotaan sulit untuk di hindarkan, penyebabnya antara lain kebutuhan akan fasilitas yang dibutuhkan publik seperti jalan raya, pedestrian, petokoan dan pasar, terminal, hotel, tempat rekreasi dan hiburan, dll yang sangat membutuhkan areal untuk mendukung suatu kemajuan kota. Akan tetapi realita yang terjadi saat ini yaitu masih lemahnya sinergitas perencanaan tata ruang dan perencanaan pembangunan terutama pada pelaksanaan pembangunan permukiman perkotaan. Pemukiman perkotaan merupakan salah satu tuntutan dari laju pertambahan penduduk di kota Bogor, hal tersebut dapat terjadi karena beberapa faktor berikut:
1. Tingginya kebutuhan akan pemukiman di wilayah perkotaan yang didukung dengan belum banyakknya aturan dan strategi pembangunan yang terencana.
2. Kebijakan dan strategi pembangunan permukiman perkotaan seringkali bersifat sesaat dan berorientasi pada ketersediaan program atau proyek pendukung.
3. Strategi pembangunan yang belum bersinergi dengan RTRW secara keseluruhan.
4. Tumpang tindik kebijakan dan strategi penanganan persoalanpembangunan permukiman perkotaan pada tingkat operasional wilayah kota.
Sorotan tajam saat ini yaitu semakin maraknya pembangunan perumahan menuju 6 wilayah kecamatan di Kota Bogor serta pembangunan pusat-pusat perbelanjaan dan pertokoan. Pembukaan wilayah yang diperuntukkan untuk pembangunan lain perlu diimbangi dengan adanya wilayah yang diperuntukkan atau disinergikan dengan kebutuhan kelestarian lingkungan hidup. Banyak hal yang menjadi catatan dalam pembangunan kota yaitu: 1) Semakin sempitnya ruang terbuka hijau, 2) Meningkatnya penggunaan air bawah tanah, 3) Meningkatnya penggunaan bahan pencemar udara dalam aktivitas sehari-hari masyarakat, 4) Meningkatnya jumlah penggunaan energi berbahan bakar fosil, 5) Sanitasi air serta pembuangan bahan-bahan pencemar kesungai, 6) Tata ruang yang tidak diindahkan oleh masyarakat, 7) Belum berdayanya kemandirian di tingkatan desa dalam strategi merencakan menghadapi bonus demograsi dan dampak ekonomi global terhadap tekanan kebutuhan lahan.
Catatan Walhi Jawa Barat tahun 2014 menunjukkan adanya konflik sosial di kota Bogor sebanyak 7 kali hampir rata-rata konflik karena alih fungsi lahan sehingga petani kehilangan lahan garapannya, proyek-proyek infrastruktur publik dan swasta skala besar seperti pelebaran jalan, pembangunan kawasan industri, kawasan properti, dll. Seperti saat ini, kota Bogor pelebaran jalan dengan jumlah kendaraan yang tidak seimbang akan menyebabkan berkurangnya kenyamaan dalam aktivitas di wilayah kota Bogor, begitu juga kawasan properti yang hanya mengedepankan design yang tidak memperhatikan kebutuhan untuk menyerapkan air kedalam tanah juga akan menyebabkan semakin tingginya laju air permukaan yang banyak terbuang begitu saja padahal disisi lain air sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Nampak bahwa pembangunan dilakukan akan menyebabkan dampak lain terhadap kondisi lingkungan hidup.

Mengantisipasi Krisi Ekoligis
Dalam catatan akhir tahun 2014 tentang provinsi Jawa Barat bahwa Walhi mengungkapkan Jejak krisis ekologi di Jawa Barat menjadi catatan refleksi bersama, bahwa kita semua dihadapkan pada situasi patologi ekologis dan bencana yang akan menjadi petaka kehidupan dan bahkan diprediksi, krisis ekologi ke depan akan semakin hebat, alam dan lingkungan hidup akan semakin rusak sejalan dengan kebijakan pembangunan yang semakin serakah dan eksploitasi sumber daya alam tanpa kendali dan tanpa perencanaan dan perhitungan ekologi.
Berbagai data dan kajian tentang pembangunan yang kurang memperhatikan situasi lingkungan hidup justeru akan membayakan kehidupan umat manusia sendiri banyak disajikan. Kota Bogor dengan berbagai regulasi dan kebijakan yang ada tentu perlu kembali menegaskan dan terjun langsung mengawal keseimbangan ekologi antara pembangunan dan lingkungan hidup, dengan demikian maka kota Bogor yang sering dibangga-banggakan masyarakat sebagai kota asri, sejuk, dan nyaman masih dapat dirasakan.

Penutup
Dengan catatan dari sisi yang coba dilihat dari kacamata penulis diatas yaitu permsalan sampah dan pembangunan skala luas, maka beberapa usulan dari catatan akhir ini untuk pemerintah kota Bogor antara lain:
1. Permasalahan pembangunan akan memiliki efek yang luas, maka perlu memastikan upaya pengendalian dan pengawasan terhadap semua komponen yang terlibat dalam pembangunan kota supaya taat aturan hukum dan tata ruang serta bertanggung jawab terhadap lingkungan hidup
2. Pemerintah perlu mendukung ide dan gagasan komunitas dengan berbagai inisiatif-inisiatif dalam bekerja untuk penanganan dan pemulihan lingkungan hidup.
3. Pemerintah perlu memberikan akses informasi yang terbuka bagi masyarakat atas kebijakan pembangunan sehingga masyarakat dapat berpartisipasi dalam pemantauan dan pengawasan pembangunan
4. Pemerintah perlu memastikan perlindungan akses dan aset sumber kehidupan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar