Indonesia
dengan letak geografis yang strategis di belahan bumi, ditakdirkan memiliki dua
musim yaitu musim penghujan dan musim kering. Keberkahan yang di berikan Tuhan
Yang Maha Esa tersebut patut disyukuri mengingat negara-negara lain belum tentu
di anugerahi musim yang menjadikan sumberdaya alam Indonesia melimpah dengan
tanah yanng subur, tanaman tumbuh subur, dan beraneka jenis spesies hewan ada
didalamnya. Oleh sebab itu wajib bagi kita menjaga dan melestarikannya agar
anak cucu kita dapat menikmati kekayaan alam tersebut.
Beberapa
bulan yang lalu kita dihadapkan pada musim kering yang panjang, kita
menyaksikan betapa negara kita dari sabang sampai merauke mengalami kekeringan
dari yang tingkat sedang hingga yang tingkat parah. Melalui media massa baik
cetak maupun elektroni hingga media sosial memberitakan kekeringan yang
menyebabkan masyarakat petani gagal panen, sumber-sumber mata air kering,
kebakaran hutan dan lahan yang hebat menyebabkan masyarakat terdampak penyakit
ispa bahkan meninggal, masyarakat mengantri untuk mendapatkan bantuan pasokan
air dan tidak sedikit mereka berkelahi karena berebut air. Contoh-contoh
kejadian pada saat musim kering tersebut sadar atau tidak bahwa saat itu Tuhan
memberikan ujian bagi hamba-hambanya untuk mengambil pembelajaran (hikmah) bahwa
betapa berharganya setetes air untuk makhluk hidup. Banyak yang selama ini
beranggapan bahwa air akan selalu tersedia, namun kenyataannya ketika musim
kering air bukan selalu tersedia melainkan kita yang harus mencari. Artinya
bahwa kebanyakan masyarakat menganggap remeh pentingnya air dan tidak banyak
melakukan tindakan/upaya agar air sebagai sumber kehidupan dapat selalu
tersedia. Pertanyaannya adalah jika kita terus dimanjakan dengan keadaan
seperti sekarang, bagaimana keadaan di bulan-bulan berikutnya?
Musim Penghujan Tiba
Pada
akhirnya kita saat ini dihadapkan pada musim penghujan, walaupun datangnya
sedikit terlambat namun musim tersebut akhirnya tiba. Hal yang sama terulang
kembali dari tahun-ketahun, dimana kita mengalami kebanjiran dan tidak sedikit
terjadi tanah longsor. Lebih mengejutkan lagi diwilayah-wilayah yang tahun lalu
tidak terjadi banjir sekarang terjadi banjir baik diwilayah perkotaan maupun di
pedesaan, ada apakah dengan kondisi bentangan alam Indonesia saat ini? Jika
ditelisik dari waktu-kewaktu sepertinya terjadi kemunduran kualitas lingkungan
hidup di negara kita yang kita ketahui bahwa pembangunan diperkotaan sulit
untuk dikendalikan seperti perumahan, pertokoan, jalan, dan industri yang pada
akhirnya banyak ruang terbuka hijau dan kualitas lingkungan hidup yang
tersingkirkan bahkan terabaikan karena untuk mengejar pertumbuhan ekonomi
semata.
Pertumbuhan
penduduk di perkotaan juga berdampak pada tersedotnya sumberdaya baik
sumberdaya manusia yang semakin menumpuk diperkotaan dan sumberdaya alam dalam
bentuk lain (telah diolah) yang dibutuhkan oleh masyarakat perkotaan. Efek lain
yang terjadi yaitu semakin banyaknya bahan pencemar yang mencemari udara, tanah
dan air, dan juga sampah-sampah yang menumpuk bahkan masyarakat banyak yang
membuanya ke parit atau sungai yang pada akhirnya menyumbat aliran air. Dimusim
kering tempat-tempat pembuangan tersebut terlihat kumuh dan bau yang pekat, dan
pada musim penghujan menyumbat aliran air sungai sehingga terjadilah banjir.
Banjir yang melanda perkotaan sering karena sumbatan air akibat menumpuknya
sampah-sampah dan juga akibat dari saluran air yang kurang dalam atau kurang
lebar sehingga tidak mampu menampung banyaknya air yang terbuang ke parit-parit
dan sungai-sungai.
Disisi
lain pedesaan terjadi banjir akibat meluapnya sungai-sungai diwilayah mereka, masalah
yang sering ditemui yaitu banyak parit dan sungai kecil yang tidak berfungsi
baik karena telah diratakan dengan tanah maupun karena tidak dapat mengalir
akibat sengaja alirannya dibuntukan. Sedangkan sungai-sungai besar secara
kuantitas menampung air yang mengalir dari hulu dan air yang dibuang kesungai
saat ini semakin banyak. Maka aliran air semakin deras dan mengikis badan
sungai sehingga air meluap dan menimpa lahan-lahan pertanian serta pemukiman. Masyarakat
pedesaan yang dahulunya nyaman dengan kondisi wilayahnya saat ini disibukkan
dengan banjir yang melanda wilayahnya.
Jika
ditinjau lebih dalam, maka indikasinya yaitu banyak wilayah hulu yang dahulunya
masih mampu menahan air hujan sehingga mengalirkan air secara perlahan-lahan dan
saat ini kondisinya banyak yang rusak. Rusaknya wilayah hulu dari berbagai
kajian menyebutkan bahwa semakin banyaknya alih fungsi lahan dari lahan
berhutan menjadi perkebunan, pertanian, pertambangan dan pemukiman dan lain
sebagainya. Diwilayah hilir kondisi yang sama juga terjadi, berkurangnya lahan
berhutan (ruang terbuka hijau) dan dampak pembangunan yang tidak pro-lingkungan
terus terjadi. Maka telah lengkap situasi bentangan alam Indonesia dimana
bagian hulu yang seharusnya menjaga siklus tata air telah banyak yang rusak
sedangkan wilayah hilir terus tergerus oleh pembangunan yang tidak pro-lingkungan
dan menumpuknya masalah-masalah lingkungan lainnya. Dimanakah letak kesadaran
kita sebagai masyarakat baik yang merasakan dampak secara langsung maupun tidak
langsung untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi saat ini selalu
terulang-ulang dari tahun ke tahun. Sedangkan disisi lain dimanakah tanggung
jawab pemerintah yang dengan program-programnya melakukan upaya pencegahan dan
penanggulangan banjir baik di hulu maupun di wilayah hilir? Sepertinya uang
rakyat yang digunakan belum banyak dirasakan untuk mengurus masalah yang
berulang ini.
Pendekatan Solusi
Upaya
pencegahan dan penanggulangan banjir yang terjadi saat ini setidaknya dilakukan
melalui dua pendekatan, yaitu: Pertama, Pendekatan
jangka pendek. Pendekatan jangka pendek dilakukan mengingat situasi musim
penghujan saat ini telah tiba sehingga perlu dilakukan tindakan cepat dan penuh
siap siaga. Tindakan tersebut antara lain: 1) Membersihkan selokan air dan
membebaskan sungai-sungai dari genangan sampah dan merial lainnya, 2) Membuat
sumur resapan sebagai upaya mengurangi volume air yang mengalir ke parit atau
sungai, 3) Menyiapkan logistik untuk korban terdampak banjir, 4) Melakukan
penyadaran dan pelatihan bagi masyarakat dalam mengelola lingkungan hidup. Kedua, Pendekatan jangka panjang. Hal
tersebut dilakukan sebagai bentuk upaya preventif agar kejadian serupa terjadi
kembali. Upaya tersebut antara lain: 1) Rehabilitasi hutan dan lahan kritis, 2)
Menambah ruang terbuka hijau dan membuat sumur resapan untuk membantu
infiltrasi air kedalam tanah, 3) Melakukan gerakan penyadaran untuk masyarakat
baik di wilayah hulu maupun wilayah hilir, 4) Memproduksi regulasi-regulasi
yang mengutamakan lingkungan hidup.
Pendekatan-pendekatan
tersebut sebenarnya telah banyak dilakukan baik secara individu maupun secara
lembaga seperti gerakan menanam pohon, program Corporate Social Responsibility (CSR) peduli lingkungan, hari cinta
puspa, hari konservasi nasional, hari bumi, dan banyak hari-hari peringatan
lainnya yang dilakukan untuk mengajak masyarakat lebih peduli terhadap kondisi
lingkungan hidup. Akan tetapi peringatan-peringatan tersebut masih berupa
kegiatan ceremonial belaka, belum
dijiwai oleh masyarakat secara luas. Sebagai contoh, bagaiman gerakan-gerakan
kecil peduli lingkungan belum dijiwai yaitu membuang sampah pada tempatnya dan
memilah sampah organik dan an-organik. Kondisi saat ini masih banyak masyarakat
yang membuang sampah sembarangan, dan sedikit yang melakukan penghijauan
diwilayah sekitar mereka, padahal disisi lain mereka mengalami masalah yang
sama seperti banjir dan tumpukan sampah dimana-mana.
Maka
tidak ada kata lain pendekatan yang harus dilakukan selain jangka panjang dan
jangka pendek diatas yaitu kesadaran kolektif dari seluruh komponen bangsa
terhadap situasi lingkungan hidup disekitarnya, baik semua komonen di wilayah
hulu maupun diwilayah hilir. Jika hal tersebut dilakukan maka situasi pada saat
musim penghujan ditahun yang akan datang berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya,
yaitu banjir tidak terjadi lagi. Akankah kesadaran kolektif seluruh komponen
bangsa tersebut terjadi? Sebab kebajikan yang dilakukan baik kecil maupun besar
untuk memperbaiki lingkungan hidup tidaklah sia-sia, sebagaimana sabda
Rasulullah SAW “Tak ada seorang muslim
yang menanam pohon atau menanam tanaman, lalu burung memakannya atau manusia
atau hewan, kecuali ia akan mendapatkan sedekah karenanya”. [HR.
Al-Bukhoriy]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar