Kamis, 04 Januari 2018

MUSIM HUJAN TIBA, BANJIRPUN MELANDA


Indonesia dengan letak geografis yang strategis di belahan bumi, ditakdirkan memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan musim kering. Keberkahan yang di berikan Tuhan Yang Maha Esa tersebut patut disyukuri mengingat negara-negara lain belum tentu di anugerahi musim yang menjadikan sumberdaya alam Indonesia melimpah dengan tanah yanng subur, tanaman tumbuh subur, dan beraneka jenis spesies hewan ada didalamnya. Oleh sebab itu wajib bagi kita menjaga dan melestarikannya agar anak cucu kita dapat menikmati kekayaan alam tersebut.
Beberapa bulan yang lalu kita dihadapkan pada musim kering yang panjang, kita menyaksikan betapa negara kita dari sabang sampai merauke mengalami kekeringan dari yang tingkat sedang hingga yang tingkat parah. Melalui media massa baik cetak maupun elektroni hingga media sosial memberitakan kekeringan yang menyebabkan masyarakat petani gagal panen, sumber-sumber mata air kering, kebakaran hutan dan lahan yang hebat menyebabkan masyarakat terdampak penyakit ispa bahkan meninggal, masyarakat mengantri untuk mendapatkan bantuan pasokan air dan tidak sedikit mereka berkelahi karena berebut air. Contoh-contoh kejadian pada saat musim kering tersebut sadar atau tidak bahwa saat itu Tuhan memberikan ujian bagi hamba-hambanya untuk mengambil pembelajaran (hikmah) bahwa betapa berharganya setetes air untuk makhluk hidup. Banyak yang selama ini beranggapan bahwa air akan selalu tersedia, namun kenyataannya ketika musim kering air bukan selalu tersedia melainkan kita yang harus mencari. Artinya bahwa kebanyakan masyarakat menganggap remeh pentingnya air dan tidak banyak melakukan tindakan/upaya agar air sebagai sumber kehidupan dapat selalu tersedia. Pertanyaannya adalah jika kita terus dimanjakan dengan keadaan seperti sekarang, bagaimana keadaan di bulan-bulan berikutnya?
Musim Penghujan Tiba
Pada akhirnya kita saat ini dihadapkan pada musim penghujan, walaupun datangnya sedikit terlambat namun musim tersebut akhirnya tiba. Hal yang sama terulang kembali dari tahun-ketahun, dimana kita mengalami kebanjiran dan tidak sedikit terjadi tanah longsor. Lebih mengejutkan lagi diwilayah-wilayah yang tahun lalu tidak terjadi banjir sekarang terjadi banjir baik diwilayah perkotaan maupun di pedesaan, ada apakah dengan kondisi bentangan alam Indonesia saat ini? Jika ditelisik dari waktu-kewaktu sepertinya terjadi kemunduran kualitas lingkungan hidup di negara kita yang kita ketahui bahwa pembangunan diperkotaan sulit untuk dikendalikan seperti perumahan, pertokoan, jalan, dan industri yang pada akhirnya banyak ruang terbuka hijau dan kualitas lingkungan hidup yang tersingkirkan bahkan terabaikan karena untuk mengejar pertumbuhan ekonomi semata.
Pertumbuhan penduduk di perkotaan juga berdampak pada tersedotnya sumberdaya baik sumberdaya manusia yang semakin menumpuk diperkotaan dan sumberdaya alam dalam bentuk lain (telah diolah) yang dibutuhkan oleh masyarakat perkotaan. Efek lain yang terjadi yaitu semakin banyaknya bahan pencemar yang mencemari udara, tanah dan air, dan juga sampah-sampah yang menumpuk bahkan masyarakat banyak yang membuanya ke parit atau sungai yang pada akhirnya menyumbat aliran air. Dimusim kering tempat-tempat pembuangan tersebut terlihat kumuh dan bau yang pekat, dan pada musim penghujan menyumbat aliran air sungai sehingga terjadilah banjir. Banjir yang melanda perkotaan sering karena sumbatan air akibat menumpuknya sampah-sampah dan juga akibat dari saluran air yang kurang dalam atau kurang lebar sehingga tidak mampu menampung banyaknya air yang terbuang ke parit-parit dan sungai-sungai.
Disisi lain pedesaan terjadi banjir akibat meluapnya sungai-sungai diwilayah mereka, masalah yang sering ditemui yaitu banyak parit dan sungai kecil yang tidak berfungsi baik karena telah diratakan dengan tanah maupun karena tidak dapat mengalir akibat sengaja alirannya dibuntukan. Sedangkan sungai-sungai besar secara kuantitas menampung air yang mengalir dari hulu dan air yang dibuang kesungai saat ini semakin banyak. Maka aliran air semakin deras dan mengikis badan sungai sehingga air meluap dan menimpa lahan-lahan pertanian serta pemukiman. Masyarakat pedesaan yang dahulunya nyaman dengan kondisi wilayahnya saat ini disibukkan dengan banjir yang melanda wilayahnya.
Jika ditinjau lebih dalam, maka indikasinya yaitu banyak wilayah hulu yang dahulunya masih mampu menahan air hujan sehingga mengalirkan air secara perlahan-lahan dan saat ini kondisinya banyak yang rusak. Rusaknya wilayah hulu dari berbagai kajian menyebutkan bahwa semakin banyaknya alih fungsi lahan dari lahan berhutan menjadi perkebunan, pertanian, pertambangan dan pemukiman dan lain sebagainya. Diwilayah hilir kondisi yang sama juga terjadi, berkurangnya lahan berhutan (ruang terbuka hijau) dan dampak pembangunan yang tidak pro-lingkungan terus terjadi. Maka telah lengkap situasi bentangan alam Indonesia dimana bagian hulu yang seharusnya menjaga siklus tata air telah banyak yang rusak sedangkan wilayah hilir terus tergerus oleh pembangunan yang tidak pro-lingkungan dan menumpuknya masalah-masalah lingkungan lainnya. Dimanakah letak kesadaran kita sebagai masyarakat baik yang merasakan dampak secara langsung maupun tidak langsung untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi saat ini selalu terulang-ulang dari tahun ke tahun. Sedangkan disisi lain dimanakah tanggung jawab pemerintah yang dengan program-programnya melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan banjir baik di hulu maupun di wilayah hilir? Sepertinya uang rakyat yang digunakan belum banyak dirasakan untuk mengurus masalah yang berulang ini.
Pendekatan Solusi
Upaya pencegahan dan penanggulangan banjir yang terjadi saat ini setidaknya dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu: Pertama, Pendekatan jangka pendek. Pendekatan jangka pendek dilakukan mengingat situasi musim penghujan saat ini telah tiba sehingga perlu dilakukan tindakan cepat dan penuh siap siaga. Tindakan tersebut antara lain: 1) Membersihkan selokan air dan membebaskan sungai-sungai dari genangan sampah dan merial lainnya, 2) Membuat sumur resapan sebagai upaya mengurangi volume air yang mengalir ke parit atau sungai, 3) Menyiapkan logistik untuk korban terdampak banjir, 4) Melakukan penyadaran dan pelatihan bagi masyarakat dalam mengelola lingkungan hidup. Kedua, Pendekatan jangka panjang. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk upaya preventif agar kejadian serupa terjadi kembali. Upaya tersebut antara lain: 1) Rehabilitasi hutan dan lahan kritis, 2) Menambah ruang terbuka hijau dan membuat sumur resapan untuk membantu infiltrasi air kedalam tanah, 3) Melakukan gerakan penyadaran untuk masyarakat baik di wilayah hulu maupun wilayah hilir, 4) Memproduksi regulasi-regulasi yang mengutamakan lingkungan hidup.
Pendekatan-pendekatan tersebut sebenarnya telah banyak dilakukan baik secara individu maupun secara lembaga seperti gerakan menanam pohon, program Corporate Social Responsibility (CSR) peduli lingkungan, hari cinta puspa, hari konservasi nasional, hari bumi, dan banyak hari-hari peringatan lainnya yang dilakukan untuk mengajak masyarakat lebih peduli terhadap kondisi lingkungan hidup. Akan tetapi peringatan-peringatan tersebut masih berupa kegiatan ceremonial belaka, belum dijiwai oleh masyarakat secara luas. Sebagai contoh, bagaiman gerakan-gerakan kecil peduli lingkungan belum dijiwai yaitu membuang sampah pada tempatnya dan memilah sampah organik dan an-organik. Kondisi saat ini masih banyak masyarakat yang membuang sampah sembarangan, dan sedikit yang melakukan penghijauan diwilayah sekitar mereka, padahal disisi lain mereka mengalami masalah yang sama seperti banjir dan tumpukan sampah dimana-mana.

Maka tidak ada kata lain pendekatan yang harus dilakukan selain jangka panjang dan jangka pendek diatas yaitu kesadaran kolektif dari seluruh komponen bangsa terhadap situasi lingkungan hidup disekitarnya, baik semua komonen di wilayah hulu maupun diwilayah hilir. Jika hal tersebut dilakukan maka situasi pada saat musim penghujan ditahun yang akan datang berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, yaitu banjir tidak terjadi lagi. Akankah kesadaran kolektif seluruh komponen bangsa tersebut terjadi? Sebab kebajikan yang dilakukan baik kecil maupun besar untuk memperbaiki lingkungan hidup tidaklah sia-sia, sebagaimana sabda Rasulullah SAW “Tak ada seorang muslim yang menanam pohon atau menanam tanaman, lalu burung memakannya atau manusia atau hewan, kecuali ia akan mendapatkan sedekah karenanya”. [HR. Al-Bukhoriy]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar