Sumber daya hutan merupakan anugerah dari sang
pencipta untuk dimanfaatkan secara lestari agar masyarakat dapat merasakan
keberadaannya hingga generasi penerusnya. Pembagian hutan menurut fungsinya (UU
41 tahun 1999) hutan di bagi menjadi tiga yaitu hutan produksi, hutan lindung,
dan hutan konservasi. Masing-masing memiliki peran dan fungsi sesuai dengan
peruntukannya, salah satunya yaitu hutan konservasi yang berfungsi untuk
menjaga kelestarian flora dan fauna beserta ekosistemnya. Usaha untuk menjaga
fungsi tersebut maka dilakukan berbagai cara seperti pemanfaatan, perlindungan,
dan pengawetan.
Kerja-kerja konservasi menjadi bagian dari
sebuah kecintaan kepada alam, sehingga bagi yang dapat merasakannya benar-benar
ingin menempuh jalan kedamaian dan keseimbangan hidup melalui kegiatan cinta
alam “tadabur alam” tersebut. Seseorang yang telah menjadi konservasionis
sejati tentu akan terus haus akan sebuah ketenangan jiwa dengan cara jalan
kembali kealam (back to nature).
Tanpa itu mereka merasakan kekurangan dalam jiwanya.
Kawasan konservasi di Indonesia yang masih
tersisa ini memiliki sejarah yang sangat panjang dan memiliki nilai-nilai yang
sangat belimpah. Usaha-usaha yang dilakukan manusia untuk konservasi alam baik
dalam tataran kebijakan hingga teknis kehidupan sehari-hari telah ada sejak
jaman dahulu, namun state (negara)
juga harus memiliki pengakuan dan aturan main untuk memperkuat keberadaan
kawasan-kawasan konservasi sebagai salah satu bentuk kepedulian terhadap cagar
biosfer, warisan dunia, yang tidak ternilai harganya tersebut.
Kerja konservasi menjadi tantangan bagai
generasi penerus, mengingat kualitas kepemimpinan yang dimiliki oleh mereka
harus terus dikembangkan seiring kemajuan tehnologi saat ini. Kepemimpinan yang
saling asah, asuh, dan asih menjadi sesuatu hal yang sulit didapatkan saat ini,
maka bagi seorang pemimpin dunia konservasi harus dapat menjadi leader bukan sekedar manager. Perbedaannya diantara keduanya
yaitu leader adalah seseorang yang
memberikan arah. Seorang pemimpin harus dapat memberikan arah organisasi yang
ia pimpin secara tepat. Sedangkan manager
adalah seseorang yang harus mampu melaksanakan semua yang telah ditetapkan
arahnya.seorang manaje tidak perlu memperdulikan apakah arah yang ditentukan
tersebut sesuai dengan tujuan atau aspirasi yang berkembang, baik dalam
organisasi maupun masyarakat.
Kepemimpinan dalam dunia konservasi selalu akan
berhubungan dengan permasalahan-permasalahan klasik, dari tatabatas, illegal logging, illegal trading, perambahan, perburuan, pengamanan, hingga dalam
internal organisasi konservasi (seperti menumpuknya staf dikantor, sedikitnya
pekerja yang turun kelapangan, kerja yang mengandalkan surat perintah jalan,
pendanaan, sarana dan prasarana, kurang komunikasi dengan stakeholder lainnya, gap
alamamater, ketidak jelasan arah pengelolaan kawasan konservasi). Begitu juga
permasalahan transfer “ilmu” yang kemudian menyebabkan kesenjangan yang yang
tinggi antar generasi. Jika hal tersebut tetap dibiarkan maka Corps Rimbawan
akan semakin luntur seiring menuanya organisasi konservasi yang kita miliki
ini, sehingga pertanyaannya adalah bagaimana mendapatkan pemimpin dalam dunia
konservasi? Meminjam gagasan J.C. Maxwell dalam buku Nahkoda karangan Wiratno
(2005), bahwa 85% pemimpin dibentuk oleh pengaruh pemimpin sebelumnya, 10%
sebagai karunia alam, dan 5% sebagai akibat dari krisis.
Kepemimpinan dunia konservasi perlu memiliki
makna-makna filosofis yang dapat ditularkan kepada generasi penerus sebagai
“gen” kepemimpinan dimasa yang akan datang dan perlu dipersiapkan sedini
mungkin. Karena pembelajar yang baik akan menggunakan makna-makna filosofi
sebagai spirit peningkatan kualitas pribadi seorang pemimpin dalam mengawal
keeksisan gerakan-gerakan konservasi. Meminjam istilah leader dari budaya Jawa yang disebut dengan Asta Brata (delapan
kebajikan alam semesta) maka seorang pemimpin dunia konservasi penuh dengan
tantangan-tantangan dalam mengelola organisasi konservasinya, maka perlu sifat memiliki
dan menempuh jalan dalam Asta Brata tersebut, yaitu :
1.
Jalan
matahari
Matahari
memiliki sifat panas dan penuh dengan energi, ia member sarana hidup. Artinya
bahwa setiap pemimpin harus dapat memberikan spirit (semangat), member
kehidupan, memberi energi positif kepada anak buahnya.
2.
Jalan
bulan
Bulan
mampu menerangi dalam kegelapan malam, artinya setiap pemimpin harus
menyenangkan dan member terang apabila anak buahnya dalam kehampaan, kegelapan,
kegalauan akibat ketidak jelasan arah dan tujuan.
3.
Jalan
bintang
Bintang
sangatlah indah kita pandang, bintang juga memiliki fungsi sebagai kompas (petunjuk
arah mata angin). Artinya pemimpin harus dapat memberikan pedoman, contoh atau
suri tauladan, dan arahan yang benar bagi anak buahnya.
4.
Jalan
angin (udara)
Angin
(udara) memiliki sifat dapat berada dimana-mana disetiap ruang-ruang kosong,
setiap pori-pori. Artinya pemimpin harus mampu melakukan tindakan-tindakan yang
teliti, penuh dengan hati-hati, cermat, dan harus mau dan mampu turun kelapagan
menyelami kehidupan bawahannya dan kondisi lapangan sesungguhnya. Setiap
keadaan pemimpin mampu mengatakan kebenaran, karena sifat udara adalah jujur.
5.
Jalan
mendung
Mendung
bersifat menakutkan, namun sangat berkah dan manfaat jika telah turun hujan.
Artinya seorang pemimpin harus berwibawa dalam setiap perkataan maupun
perbuatan sehingga keberadaannya sangat bermanfaat bagi anah buahnya.
6.
Jalan
api
Api
memiliki sifat tegak dan sanggup membakar apa saja yang ada didekatnya. Artinya
pemimpin harus bertindak adil, memiliki prinsip yang benar, serta tidak pandang
bulu dalam hal apapun.
7.
Jalan
samudera
Samudera
memiliki sifat luas dan rata. Artinya seorang pemimpin harus memiliki pandangan
yang luas dalam berbagai segi ilmu dan sanggup menerima persoalan dengan penuh
tanggung jawab dan tidak membenci terhadap seseorang.
8.
Jalan
bumi
Bumi
bersifat sentosa dan suci. Artinya pemimpin harus dapat berfungsi seperti sifat
bumi, yaitu dalam hal pemikiran dan perbuatannya harus sentosa budi pekertinya,
jujur, dan memeberikan anugerah (reward) kepada bawahannya yang telah berjasa
dan melakukan kerja-kerja dengan serius dan benar.
Falsafah
yang mendalam tersebut sangatlah ideal jika pemimpin-pemimpin dunia konservasi
bertindak dengan sifat-sifat “manusiawi” yang melekat dalam pribadi seseorang. Mesias
yang ditunggu-tunggu untuk menjawab kegelisahan yang saat ini terjadi adalah
bagian dari amar ma’ruf nahi munkar (berbuat
kebaikan dan menjauhi segala keburukan) untuk menjaga semangat kerja konservasi
agar hutan tetap lestari.
Semangat
kerja konservasi menurut hemat penulis harus dimulai dengan menumbuhkan jiwa
kepemimpinan dari diri seorang pekerja konservasi. Oleh karenanya
pekerjaan-pekerjaan yang mendasar dalam dunia konservasi dapat terselesaikan
dengan baik. Semangat kepemimpinan dunia koservasi harus segera ditularkan,
mengingat kronisnya kondisi kepemimpinan yang terjadi. Mengambil pemikiran
Wiratno, dkk (2012) dalam buku Tersesat Di Jalan Yang Benar, maka kepemimpinan
dunia konservasi juga perlu diarahkan pada semangat untuk kembali kerja di
lapangan, memiliki strategi penataan kawasan, melakukan dukungan ditingkatan
teknis (upt), segera melakukan intervensi kebijakan di semua lapisan.
Tidaklah
mudah melakukannya, akan tetapi membutuhkan sosok pemimpin yang ideal dan mampu
menjadi “Nahkoda” dalam kerja konservasi. Perpaduan-perpaduan antara Asta Brata
- Arahan yang jelas - dzikir, fikir, dan amal shaleh akan menghasilkan sosok
yang ideal, karena gabungan Asta Brata dan arahan yang jelas diatas akan
menghasilkan pemimpin yang ideal dalam dunia konservasi. Jika dibarengi dengan
spiritual (dzikir) yang kuat kepada Pencipta Alam Semesta, mengolah akal
(fikir) yang benar dan postif untuk dijadikan bekal dalam bertindak, serta berbuat
dengan ikhlas (amal shaleh) sebagai perwujudan syukur, maka masih ada harapan
untuk kita (pemimpin) merubah menjadi lebih baik. Insya Allah. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar