Kamis, 04 Januari 2018

DELAPAN BEKAL PEMIMPIN DUNIA KONSERVASI


Sumber daya hutan merupakan anugerah dari sang pencipta untuk dimanfaatkan secara lestari agar masyarakat dapat merasakan keberadaannya hingga generasi penerusnya. Pembagian hutan menurut fungsinya (UU 41 tahun 1999) hutan di bagi menjadi tiga yaitu hutan produksi, hutan lindung, dan hutan konservasi. Masing-masing memiliki peran dan fungsi sesuai dengan peruntukannya, salah satunya yaitu hutan konservasi yang berfungsi untuk menjaga kelestarian flora dan fauna beserta ekosistemnya. Usaha untuk menjaga fungsi tersebut maka dilakukan berbagai cara seperti pemanfaatan, perlindungan, dan pengawetan.
Kerja-kerja konservasi menjadi bagian dari sebuah kecintaan kepada alam, sehingga bagi yang dapat merasakannya benar-benar ingin menempuh jalan kedamaian dan keseimbangan hidup melalui kegiatan cinta alam “tadabur alam” tersebut. Seseorang yang telah menjadi konservasionis sejati tentu akan terus haus akan sebuah ketenangan jiwa dengan cara jalan kembali kealam (back to nature). Tanpa itu mereka merasakan kekurangan dalam jiwanya.
Kawasan konservasi di Indonesia yang masih tersisa ini memiliki sejarah yang sangat panjang dan memiliki nilai-nilai yang sangat belimpah. Usaha-usaha yang dilakukan manusia untuk konservasi alam baik dalam tataran kebijakan hingga teknis kehidupan sehari-hari telah ada sejak jaman dahulu, namun state (negara) juga harus memiliki pengakuan dan aturan main untuk memperkuat keberadaan kawasan-kawasan konservasi sebagai salah satu bentuk kepedulian terhadap cagar biosfer, warisan dunia, yang tidak ternilai harganya tersebut.
Kerja konservasi menjadi tantangan bagai generasi penerus, mengingat kualitas kepemimpinan yang dimiliki oleh mereka harus terus dikembangkan seiring kemajuan tehnologi saat ini. Kepemimpinan yang saling asah, asuh, dan asih menjadi sesuatu hal yang sulit didapatkan saat ini, maka bagi seorang pemimpin dunia konservasi harus dapat menjadi leader bukan sekedar manager. Perbedaannya diantara keduanya yaitu leader adalah seseorang yang memberikan arah. Seorang pemimpin harus dapat memberikan arah organisasi yang ia pimpin secara tepat. Sedangkan manager adalah seseorang yang harus mampu melaksanakan semua yang telah ditetapkan arahnya.seorang manaje tidak perlu memperdulikan apakah arah yang ditentukan tersebut sesuai dengan tujuan atau aspirasi yang berkembang, baik dalam organisasi maupun masyarakat.
Kepemimpinan dalam dunia konservasi selalu akan berhubungan dengan permasalahan-permasalahan klasik, dari tatabatas, illegal logging, illegal trading, perambahan, perburuan, pengamanan, hingga dalam internal organisasi konservasi (seperti menumpuknya staf dikantor, sedikitnya pekerja yang turun kelapangan, kerja yang mengandalkan surat perintah jalan, pendanaan, sarana dan prasarana, kurang komunikasi dengan stakeholder lainnya, gap alamamater, ketidak jelasan arah pengelolaan kawasan konservasi). Begitu juga permasalahan transfer “ilmu” yang kemudian menyebabkan kesenjangan yang yang tinggi antar generasi. Jika hal tersebut tetap dibiarkan maka Corps Rimbawan akan semakin luntur seiring menuanya organisasi konservasi yang kita miliki ini, sehingga pertanyaannya adalah bagaimana mendapatkan pemimpin dalam dunia konservasi? Meminjam gagasan J.C. Maxwell dalam buku Nahkoda karangan Wiratno (2005), bahwa 85% pemimpin dibentuk oleh pengaruh pemimpin sebelumnya, 10% sebagai karunia alam, dan 5% sebagai akibat dari krisis.
Kepemimpinan dunia konservasi perlu memiliki makna-makna filosofis yang dapat ditularkan kepada generasi penerus sebagai “gen” kepemimpinan dimasa yang akan datang dan perlu dipersiapkan sedini mungkin. Karena pembelajar yang baik akan menggunakan makna-makna filosofi sebagai spirit peningkatan kualitas pribadi seorang pemimpin dalam mengawal keeksisan gerakan-gerakan konservasi. Meminjam istilah leader dari budaya Jawa yang disebut dengan Asta Brata (delapan kebajikan alam semesta) maka seorang pemimpin dunia konservasi penuh dengan tantangan-tantangan dalam mengelola organisasi konservasinya, maka perlu sifat memiliki dan menempuh jalan dalam Asta Brata tersebut, yaitu :
1.      Jalan matahari
Matahari memiliki sifat panas dan penuh dengan energi, ia member sarana hidup. Artinya bahwa setiap pemimpin harus dapat memberikan spirit (semangat), member kehidupan, memberi energi positif kepada anak buahnya.
2.      Jalan bulan
Bulan mampu menerangi dalam kegelapan malam, artinya setiap pemimpin harus menyenangkan dan member terang apabila anak buahnya dalam kehampaan, kegelapan, kegalauan akibat ketidak jelasan arah dan tujuan.
3.      Jalan bintang
Bintang sangatlah indah kita pandang, bintang juga memiliki fungsi sebagai kompas (petunjuk arah mata angin). Artinya pemimpin harus dapat memberikan pedoman, contoh atau suri tauladan, dan arahan yang benar bagi anak buahnya.
4.      Jalan angin (udara)
Angin (udara) memiliki sifat dapat berada dimana-mana disetiap ruang-ruang kosong, setiap pori-pori. Artinya pemimpin harus mampu melakukan tindakan-tindakan yang teliti, penuh dengan hati-hati, cermat, dan harus mau dan mampu turun kelapagan menyelami kehidupan bawahannya dan kondisi lapangan sesungguhnya. Setiap keadaan pemimpin mampu mengatakan kebenaran, karena sifat udara adalah jujur.
5.      Jalan mendung
Mendung bersifat menakutkan, namun sangat berkah dan manfaat jika telah turun hujan. Artinya seorang pemimpin harus berwibawa dalam setiap perkataan maupun perbuatan sehingga keberadaannya sangat bermanfaat bagi anah buahnya.
6.      Jalan api
Api memiliki sifat tegak dan sanggup membakar apa saja yang ada didekatnya. Artinya pemimpin harus bertindak adil, memiliki prinsip yang benar, serta tidak pandang bulu dalam hal apapun.
7.      Jalan samudera
Samudera memiliki sifat luas dan rata. Artinya seorang pemimpin harus memiliki pandangan yang luas dalam berbagai segi ilmu dan sanggup menerima persoalan dengan penuh tanggung jawab dan tidak membenci terhadap seseorang.
8.      Jalan bumi
Bumi bersifat sentosa dan suci. Artinya pemimpin harus dapat berfungsi seperti sifat bumi, yaitu dalam hal pemikiran dan perbuatannya harus sentosa budi pekertinya, jujur, dan memeberikan anugerah (reward) kepada bawahannya yang telah berjasa dan melakukan kerja-kerja dengan serius dan benar.

Falsafah yang mendalam tersebut sangatlah ideal jika pemimpin-pemimpin dunia konservasi bertindak dengan sifat-sifat “manusiawi” yang melekat dalam pribadi seseorang. Mesias yang ditunggu-tunggu untuk menjawab kegelisahan yang saat ini terjadi adalah bagian dari amar ma’ruf nahi munkar (berbuat kebaikan dan menjauhi segala keburukan) untuk menjaga semangat kerja konservasi agar hutan tetap lestari.

Semangat kerja konservasi menurut hemat penulis harus dimulai dengan menumbuhkan jiwa kepemimpinan dari diri seorang pekerja konservasi. Oleh karenanya pekerjaan-pekerjaan yang mendasar dalam dunia konservasi dapat terselesaikan dengan baik. Semangat kepemimpinan dunia koservasi harus segera ditularkan, mengingat kronisnya kondisi kepemimpinan yang terjadi. Mengambil pemikiran Wiratno, dkk (2012) dalam buku Tersesat Di Jalan Yang Benar, maka kepemimpinan dunia konservasi juga perlu diarahkan pada semangat untuk kembali kerja di lapangan, memiliki strategi penataan kawasan, melakukan dukungan ditingkatan teknis (upt), segera melakukan intervensi kebijakan di semua lapisan.


Tidaklah mudah melakukannya, akan tetapi membutuhkan sosok pemimpin yang ideal dan mampu menjadi “Nahkoda” dalam kerja konservasi. Perpaduan-perpaduan antara Asta Brata - Arahan yang jelas - dzikir, fikir, dan amal shaleh akan menghasilkan sosok yang ideal, karena gabungan Asta Brata dan arahan yang jelas diatas akan menghasilkan pemimpin yang ideal dalam dunia konservasi. Jika dibarengi dengan spiritual (dzikir) yang kuat kepada Pencipta Alam Semesta, mengolah akal (fikir) yang benar dan postif untuk dijadikan bekal dalam bertindak, serta berbuat dengan ikhlas (amal shaleh) sebagai perwujudan syukur, maka masih ada harapan untuk kita (pemimpin) merubah menjadi lebih baik. Insya Allah. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar