Minggu, 22 April 2012

MATA AIR HILANG, AIR MATA DATANG (Memperingati Hari Bumi 22 April 2012)


Judul diatas muncul ketika melihat diberbagai kabupaten atau kota di Provinsi Lampung yang saat ini semakin berkembang pesat, akan tetapi banyak terjadi keanehan yang menurut penulis sangat bertolak belakang dengan kampanye yang saat ini sedang gencar-gencarnya dilakukan pemerintah secara nasional, yaitu Indonesia Go Green serta penurunan emisi gas-gas rumahkaca sebanyak 26 persen dari level “business as usual” pada tahun 2020. Jika tataran kebijakan tidak diimbangi dengan kondisi bawah maka yang terjadi hanyalah isapan jempol belaka tentang Indonesia Go Green dan penurunan emisi gas rumah kaca. Kita lihat ditataran bawah saja masyarakat kita masih banyak ditemui penebangan pohon dan tanaman, pembukaan wilayah resapan air, diwilayah hutan maupun diluar kawasan hutan seperti perbukitan, lereng-lereng bukit, kanan kiri daerah aliran sungai (DAS), dan daerah rawa untuk dijadikan ladang singkong, perkebunan sawit, perumahan, tambak, ruko-ruko, serta pertanian monokultur . Sedangkan kita tahu bahwa daerah tersebut memiliki fungsi ekologis yang bernilai sangat tinggi, seperti penahan longsor, daerah tangkapan air (chatment area), penahan banjir, serta sebagai sumber mata air.
Sekilas Sejarah Hari Bumi
Sebagai mana diketahui, sejarah peringatan Hari Bumi (Earth Day) diselenggarakan pertama kali pada 22 April 1970 di Amerika Serikat. Penggagasnya adalah Gaylord Nelson, seorang senator Amerika Serikat dari Wisconsin yang juga pengajar lingkungan hidup. Gagasan tentang peringatan Hari Bumi mulai disampaikan oleh Gaylord Nelson sejak tahun 1969. Saat itu Gaylord Nelson memandang perlunya isu-isu lingkungan hidup untuk masuk dalam kurikulum resmi perguruan tinggi.
Gagasan ini kemudian mendapat dukungan luas. Dukungan ini mencapai puncaknya pada tanggal 22 April 1970. Saat itu sejarah mencatat jutaan orang turun ke jalan, berdemonstrasi dan memadati Fifth Avenue di New York untuk mengecam para perusak bumi. Majalah TIME memperkirakan bahwa sekitar 20 juta manusia turun ke jalan pada 22 April 1970.
Moment ini kemudian menjadi tonggak sejarah diperingatinya sebagai Hari Bumi yang pertama kali. Tanggal 22 April juga bertepatan dengan musim semi di Northern Hemisphere (belahan bumi utara) sekaligus musim gugur di belahan bumi selatan. Sejak itu, pada tanggal 22 April setiap tahunnya Hari Bumi (Earth Day) diperingati. (Sumber : Alamendah's Blog, 2011)
Selamatkan Sumber Mata Air
Peringatan hari bumi setiap tanggal 22 April dirancang untuk meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap planet yang ditinggali manusia ini yaitu bumi. Kekhawatiran saya sebagai rimbawan semakin bertambah mengingat gejala perubahan iklim semakin terasa dari waktu ke waktu karena jauhnya impian negara kita untuk kembali hijau dan mengurangi emisi gas rumah kaca dengan kondisi dilapangan yang kita sebenarnya tidak bisa berbuat apa-apa. Maka hal inilah yang mendatangkan air mata dari waktu kewaktu terutama tentang kondisi mata air yang mulai menghilang.
Kita tentu mengenal Rawa Pacing dan Rawa Kandis serta bagian-bagian dari Rawa Bujung Tenuk di kabupaten Tulang Bawang. Jika kita melihat sekilas memang seperti tempat kumuh, yang tidak memiliki fungsi apa-apa. Akan tetapi sesungguhnya fungsi rawa antara lain sumber cadangan air, dapat menyerap dan menyimpan kelebihan air dari daerah sekitarnya dan akan mengeluarkan cadangan air tersebut pada saat daerah sekitarnya kering, mencegah terjadinya banjir, mencegah intrusi air laut ke dalam air tanah dan sungai, sumber energi, sumber makanan nabati maupun hewani.
Sering kita melihat ditempat rawa tumbuh pohon-pohon yang tahan terhadap genangan air, selain itu disekitar rawa juga banyak ditumbuhi tanaman berkayu dan bambu-bambu. Namun seiring majunya daerah tersebut banyak sekali kita lihat penebangan-penebangan pohon dan tanaman, penimbunan dengan tanah atau beton, jika hal tersebut terus terjadi bahaya akan mengancam kita yaitu adanya hilangnya sumber mata air yang merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa secara alami untuk kemaslahatan manusia. Siapakah yang akan memperdulkan kelangsungan dan keberadaan rawa tersebut kalau bukan kita lagi?
Dalam peringatan hari bumi 22 April 2012 ini harus menjadi momentum bagi seluruh masyarakat Lampung untuk kembali merefleksikan diri sejauh apa yang sudah kita perbuat untuk alam sekitar kita. Jika di kota sudah banyak terjadi pencemaran, di hutan kita tahu sudah banyak yang gundul, di daerah rawa-rawa sudah banyak beralih fungsi, apa yang akan terjadi dengan kondisi alam kita yang akan kita wariskan kepada anak cucu kita nanti? Tentu kesengsaraanlah yang kita wariskan kepada mereka generasi yang akan datang akibat kita tidak memberi contoh sikap kita yang kurang peduli terhadap alam dan lingkungan kita khususnya daerah-daerah yang menjadi cadangan sumber mata air. Mulai dari sekarang mari kita selamatkan sumber-sumber mata air agar kelak tidak menjadi warisan air mata bagi anak cucu kita.(*)

(Tulisan ini tidak dipublikasikan di media cetak)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar