“Dari sabang sampai merauke berjajar
pulau-pulau, sambung menyambung menjadi satu itulah Indonesia”, petikan
lagu tersebut tidak asing ditelinga kita. Bukti bahwa bangsa Indonesia adalah
bangsa yang besar dan kaya akan sumberdaya alam. Dari pulau yang satu kepualu
yang lain memiliki potensi yang sangat banyak, namun mengapa cengkraman
penjajah masih terus berlangsung di negeri kita ini? Kenaikan harga minyak
dunia menjadi alasan pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak,
sehingga subsidi minyak dari pemerintah dihilangkan. Akan tetapi jika subsidi
minyak dihilangkan kenapa pemerintah mengeluarkan bantuan langsung tunai (BLT)?
Perusahaan
Negara (BUMN) dan perusahaan swasta (BUMS) berlomba-lomba untuk mendapatkan
keuntungan yang sebesar-besarnya, mulai dari tambang minyak bumi, hingga
tambang batu-batuan yang nilainya trilyunan rupiah. Namun seberapa besar
kesejahteraan masyarakat terjamin dengan adanya aktivitas pertambangan
tersebut? Sampai saat ini pemerintah tidak berdaya untuk melakukan
nasionalisasi perusahaan-perusahaan yang dapat menjamin kelangsungan hidup
orang banyak, justeru yang terjadi sebaliknya yaitu berbondong-bondong menjual
(BBM) aset Negara.
Peta
perekonomian dunia semakin terbaca dengan adanya spekulasi seperti yang saat
ini dimainkan oleh para “oknum” di Indonesia yaitu dengan menaikkan harga bahan
bakar minyak, sehingga rakyat menjerit sedangkan kesenjangan terus terjadi
dimasyarakat. Apakah ini bagian dari konspirasi dunia yang mengharuskan
pemerintah untuk menswastanisasi asset-aset Negara sehingga mudah untuk
digoyahkan ketika masyarakat sangat bergantung dengan produk-produk yang
berkaitan dengan kebutuhan hidup sehari-hari. Sepertinya para pemimpin bangsa
ini gagal untuk mengemban pesan Presiden Sukarno yang beliau katakan adalah “Aku titipkan bangsa dan negara ini jika
engkau sanggup menjaganya”. Jika penjajahan “gaya baru” ini terus menerus
dibiarkan, bagaimana nasib anak cucu kita nanti? Apa yang harus kita perbuat?
Indonesia Bukan Negara Miskin
Seharusnya
pemimpin kita mensyukuri atas nikmat yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada
mereka yang diberi kepercayaan untuk memimpin rakyat Indonesia agar dapat
mengantarkan kedalam pelaksanaan nilai-nilai Pancasila. Bukan sebagai tempat
untuk menumpuk harta kekayaan yang penuh manipulasi atas nama rakyat. Indonesia
bukan negara miskin, maka jangan sampai menganggap miskin rakyat kita sendiri
sedangkan para pemimpin di Indonesia hidup dengan glamour dan penuh dengan kemewahan. Apakah ini bentuk keadilan
sosial? Kemiskinan tercipta karena adanya sistem yang mengundang “berhala”
dalam kemiskinan itu sendiri seperti Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Jika
berhala tersebut dibiarkan maka semakin kuat dan susah untuk dikalahkan.
Kekayaan/aset negara
haruslah dimanfaatkan untuk megentaskan kemiskinan disekitar kita itulah kenapa
pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 harus tetap ada, namun saat ini hasil
amandemen sudah banyak dicampurtangani oleh kepentingan pemodal. Jika
undang-undang sudah dibuat untuk memberikan peluang bagi para pemodal, apakah
hal tersebut bukan bagian dari feodalisme? Jika bukan mengapa kemiskinan
dibiarkan saja? Inilah bentuk kekufuran kita dalam hidup berbangsa dan
bernegara kepada Tuhan Yang Maha Memberi. Cukupkah dengan Corporate Sosial Responcibility (CSR) dari perusahaan-perusahaan
yang terus menerus mengeruk kekayaan sumberdaya alam bangsa Indonesia yang
terbukti sampai saat ini banyak meninggalkan masalah seperti permasalahan
kerusakan lingkungan, konflik perebutan lahan, kesenjangan sosial, sedangkan disisi lain pemerintah terus
membuat sistem feodal gaya baru.
Solusi dengan Prinsip Islam
Islam sebagai
agama yang rahmatan lil’alamin
(rahmat bagi seluruh alam) menjawab permasalahan disaat pemberitaan
gencar tentang beberapa studi perbandingan Komisi VIII DPR RI dalam rangka
penyusunan RUU Kemiskinan. Jawaban atas
pemberantasan Kemiskinan tidaklah
cukup dengan membaut undang-undang, namun bagaimana masyarakat diperkuat dengan
keimanan yang lebih baik. Itulah pemimpin sejati yang bukan hanay membangun
secara fisik gedung-gedung dan fasilitas mewah lainnya namun bagaimana
memberikan solusi nyata dimasyarakat.
Contoh-contoh para pemimpin yang baik yaitu Nabi Muhammad SAW. Beliau
mendapatkan julukan Sidiq, Amanah,
Fatonah karena kecerdasannya, kejujurannya,
dan tanggung jawabnya sehingga banyak sebutan dan gelar untuk beliu.
Namun sedikit sekali orang mencontoh beliau karena dipandang sebelah mata.
Pengaruh beliaulah yang terus memancar menerangi hati para umatnya, yang
berpegang teguh pada Al-Qur’an.
Kemiskinan haruslah diberantas ditengah-tengah hegemoni kepentingan global,
Indonesia harus berdiri diatas kaki sendiri (Berdikari) dengan Pertama, Rajin Bekerja seperti yang diterangkan dalam Al-Qur’an Surat Al-Mulk Ayat 15 yang artinya “Dialah yang
menjadikan bumi itu mudah bagimu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan
makanlah sebagian dari rezki-Nya.” Kedua, Yang Kuat
membantu yang lemah, diawali dari lingkup keluarga seperti dalam Surat Al-Anfal Ayat 75 yang artinya “Dan anggota
keluarga, sebagaimana lebih berhak terhadap anggota keluarga yang lain, menurut
Kitab Allah.” Ketiga, zakat, infaq, sedekah, dan wakaf. Hal tersebut seperti perintah Allah SWT dalam Surat
Al-Hajj Ayat 41 yang artinya “Dan sesungguhnya Allah akan menolong siapa
yang menolong (Agama-Nya) karena sesungguhnya Allah itu Maha kuat, Maha teguh.
Yaitu, mereka yang sekiranya Kami beri kedudukan yang teguh di bumi ini, mereka
mau mendirikan shalat dan menunaikan zakat…..”. Selain itu perintah Allah terdapat dalam Alqur’an surat Al-Baqarah ayat 261 yang artinya “Perumpamaan
(nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan
Allah adalah seupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada
tiap-tiap bulir; seratus biji Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang
Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”. Keempat, musaadah yaitu memberikan bantuan kepada orang lain yang mengalami musibah. Kelima, Jiwar yaitu bantuan yang
diberikan berkaitan dengan urusan bertetangga. Keenam, Memberdayakan sumber daya manusia yang menganggur. Ketujuh, Pengaturan
kebijaksanaan fiskal dalam Islam
tidak dikenal adanya konflik antara materi dan jiwa, dan tidak ada pemisahan
antara ekonomi dan negara, kebijaksanaan fiskal merupakan salah satu
perangkat untuk mencapai tujuan syariah yang dijelaskan Imam al-Ghazali
termasuk meningkatkan kesejahteraan dengan tetap menjaga keimanan, kehidupan,
intelektualitas, kekayaan dan kepemilikan.
Solusi tersebut
menjadi penawaran atas kondisi saat ini jika aset-aset Negara banyak yang
diperjualbelikan dengan mudah sehingga sektor-sektor perekonomian yang
merupakan urat nadi bangsa Indonesia menjadi lemah kemudian rakyat dibuat
semakin menderita.(*)
Tulisan ini dipublikasikan di koran Lampung News Paper pada bulan 3 April 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar