Senin, 19 Februari 2018

MENYERAHKAN DIRI PADA SANG PENCIPTA

Hasil gambar untuk menyerahkan diri pada sang pencipta

Manusia adalah makhluk yang penuh dengan ketidak pastian. Karena ketidak pastian itulah yang membuat manusia mencari suatu kepastian yang "ghaib" untuk dapat memastikan dirinya dapat lebih pasti. Ketidak pastian itu dapat berupa pekerjaan, pendidikan, jabatan, kesehatan, keuangan, bahkan nasib dan takdir itulah menjadikan manusia untuk kembali merenungkan makna pasti dan tidak pasti yang sifatnya "ghaib" tersebut.

Tatkala manusia diberikan kendali oleh Sang Pencipta yang kemudian disebut sebagai khalifatul fil ardl, maka manusia banyak terlena dengan sifat yang dimiliki oleh iblis yaitu sombong. Kesombongan yang ada dalam diri manusia menjadikannya lupa diri akan siapa yang menentukan masa depannya sebagai khalifah tadi. Iblis yang tidak patuh kepada Tuhan karena ia tidak ingin tunduk dan sujud kepada manusiapun dikarenakan sifat sombong karena dirinya dahulu satu-satunya makhluk yang ada disyurga. Setelah menikmati nikmatnya surga yang begitu lama dengan segala sajian dan fasilitasnya, maka ia lupa bahwa ia harus tunduk kepada manusia yang diciptakan oleh Sang Pencipta yang diciptakan dari sesuatu yang hina dan bahkan beda sifat dengan iblis dan maliatan. Akhirnya perintah dari Tuhan ia abaikan bahkan ia bersumpah untuk mengganggu manusia hingga hari kiamat. Dan sungguh menyesalnya iblis dikemudian hari, karena kelak akan menjadi penghuni neraka jahanam.

Ada beberapa sifat manusia sebagai khalifah yang terkadang tekecoh dengan kesombongan karena "jubah-jubah" kebesaran yang ia miliki seperti, sifat baik, sifat buruk. Sifat baik yang dipakai oleh manusia memang tidak lepas dari bimbingan Sang Pencipta melalui para malaikat-malaikatNya, namun bukan hanya itu saja, jubah baik yang dipakainya itu menjadi boomerang bagi dirinya untuk menjadi sombong karena banyaknya kebaikan-kebaikan yang telah ia lakukan namun sering ditampakkan agar orang lain lain tau akan kebaikan yang telah ia perbuat. Maka terjerumuslah ia menjadi pengikut Iblis karena ia lalai akan kebaikan yang ia lakukan seharusnya bukan untuk mencari imbalan lain baik status sosial, jabatan, uang ataupun dalam bentuk lain.

Sedangkan sifat buruk yang dimiliki manusia memiliki sisi yang memang harus ia masuk kedalam jurang keburukan bahkan bisa jadi ia akan masuk kedalam istana kebaikan karena ia menjadi penyesal keburukan yang kemudian membuatnya bertekad menjadi lebih baik dan lebih baik lagi dibandingkan masa lalu yang telah ia lalui. Manusia seperti inilah sebagaimana yang difirmankan oleh Allah SWT dalam Alquran bahwa hamba-hambaNya yang ingin menjadi lebih baik daripada ia di juurang keburukan, maka Allah akan menerima taubatnya dan akan mengangkat derajat orang tersebut yang lebih tinggi. Bahkan derajatnya dapat lebih tinggi dari orang-orang telah baik tadi, sebab tidak menutup kemungkinan bahwa kebaikan yang yang dilakukannya itu suci dari sifat takabur dan sifat-sifat buruk lainnya

Disinilah kita sebagai makhluk diciptakan oleh Yang Maha Ada dari tidak ada menjadi ada perlu merenungkan kembali bagaimana Tuhan Yang Maha Mengasihi semua ciptaannya tatkala dapat menjadi lebih baik, maka jangan sombong dengan kebaikan yang diperbuatnya. Begitu juga tatkala berbuat keburukanpun jangan kemudian lalai dari Tuhan dan ketika petunjuk sudah diberikan harus segera disambutnya dengna senang hati.

Pasrah kalau boleh dikataran adalah kata yang sepadan dengan kata tawakal. Agar lebih bernuansa agamis dan lebih memberikan penekanan yang lebih berarti maka tawakal adalah kata yang digunakan sebagai sarana untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. Akan tetapi tawakal bukanlah hanya sekedar jargon atau kata yang mudah diucapkan, setidaknya ada beberapa syarat untuk orang yang bertawakal. Seperti, ia telah berusaha susai prosedur yang diberikan sang Pencipta dan juga berusaha membuat gebrakan agar Allah yakin dirinya telah berbuat yang terbaik dan bukan karena dilihat oleh manusia atau makhluk lain melainkan karena ia dilihat oleh Allah yang menciptakannya.

Sebagaimana Nabi Ibrahim AS yang telah 3 kali berturut-turut diperintahkan oleh Allah SWT untuk mengorbankan anaknya sebagai rasa cinta kepada Tuhannya yaitu Allah SWT. Namun nabi Ibrahim belum begitu yakin karena dalam mimpinya tersebut terjadi kejanggalan yaitu perintah untuk menyembelih anaknya. Akan tetapi, karena Nabi Ibrahim AS adalah kekasih Allah maka iapun meyakini bahwa mimpinya tersebut benar dari Tuhannya. Bergegas ia melaksanakan perintahNya dan saat akan dilakukan penyembelihan ia dengan penuh keyakinan dan support dari sang putera yang akan disembelih yaitu Nabi Ismail AS rela ia menjadi korban karena diperintah oleh Allah. Akhirnya Nabi Ibrahimpun menjadi yakin.

Berkat Tawakal yang ia lakukan itulah berbuah peristiwa yang sangat sakral untuk umatnya dan umat Kanjeng Nabi Muhammad SAW agar melakukan Idul Adha (Idul Qurban) yang ditujukan untuk berkorban karena perintah Allah SWT. Hingga sekarang buah dari ketawakalan para nabi Allah seperti Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, dan Nabi Muhammad SAW kita dapat merasakan betapa kasih sayang Allah itu sangat dekat walaupun kasih sayang dalam bentuknya terkadang tidak nikmat, tidak wajar, bahkan tidak seperti yang kita inginkan.

Kita dapat menggunakan rumus ketidakpastian ini menjadi rumus pasti, atau jika dari yang pasti menjadi tidak pasti juga dapat digunakan untuk mengatasi berbagai problema hidup kita. Terkadang sikap Tawasuth (Moderat) atau tengah-tengah adalah sikap yang sangat menginginkan adanya harmoni antara sifat manusia yang ingin menghamba kepada Sang Kaliq. Seperti doa Abu Nawas yang sering kita dengan didalam puji-pujian surau-surau dekat rumah kita atau langgar-langgar dekat perkampungan kita yang berbunyi "Ilahilastulil firdausi ahla...." dan seterusnya yang maknanya bahwa Abu Nawas sebagai hamba yang tidak berdaya, tidak memiliki kekuatan apa-apa merasa bahwa dirinya merasa tidak layak masuk kedalam syurga Allah SWT karena amal yang ia miliki pasti tidak cukup untuk tiket masuk syurga, begitu pula jika ia dimasukkan Allah SWT kedalam neraka pastilah ia tidak kuat menahan siksa api neraka. Maka Abu Nawas meminta untuk diterima taubatnya dan memohon ampunanNya setiap waktu.

Perihal pasrah, seperti pekerjaan yang sekarang kita lalui tentulah tidak ada yang dapat memastikan masa depan kita, manusia hanyalah berusaha dan berdoa agar selamat hidupnya. Sebab Tuhan YME mentakdirkan dirinya untuk bekerja sebagaimana aturan yang diberlakukan dilingkungan kerjanya. Namun disisi lain dengan segala kekurannya, manusia terkadang tidak memiliki upaya yang baik untuk mensyukurinya sebab ia selalu ingin mendapatkan yang terbaik untuk dirinya sendiri ataupun keluarga. Maka manusia harus memilihnya, memilih untuk tidak memilih kemewahan-kemewahan dunia dan menggantinya dengan berbuat lebih baik sebagai bekal di hari akhir nanti. Akan tetapi ada tipe manusia yang memanfaatkan pekerjaannya untuk menumuk harta kekayaan sebagai media untuk meningkatkan status sosial atau status lainnya. Maka pasrah adalah bukti untuk mendapatkan ridha Ilahi yang menciptakan langit dan bumi untuk kemakmuran seluruh makhluknya.

Semoga kita semua menjadi hamba yang terus dapat berbuat baik secara terus menerus, dan jadikan diri kita sebagai hamba yang benar-benar menghamba hanya kepada Sang Pencipta.

Bogor, 19 Februari 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar