Kamis, 19 Oktober 2023

MENYUNTIKKAN ENERGI POSITIF DI "KAKI LANGIT" TWA SEBLAT

Gajah jinak/captive adalah adalah harapan dalam konservasi eksitu


Kesempatan kedua kalinya berkunjung ke Taman Wisata Alam (TWA) Seblat di Kabupaten Bengkulu Utara Provinsi Bengkulu. Pertama kali menginjakkan kaki di bulan Juli saat awal menjelajahi Bengkulu Utara, dan kedua kali 18 Oktober 2023. Namun kali ini lebih seru, menyeberang dengan menggunakan gajah jinak yang ada di pusat latihan gajah (PLG) Seblat.

TWA Seblat merupakan aset besar bangsa Indonesia. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor 3890/Menhut-VII/KUH/2014 tanggal 13 Mei 2014, TWA Seblat memiliki luas 7.732,8 ha. Secara administrasi berada di 2 (dua) Kabupaten yaitu Kabupaten Bengkulu Utara dan Kabupaten Mukomuko. Secara fungsi TWA Seblat memiliki fungsi konservasi pelestarian alam. 

Jika boleh berandai-andai, seandainya saat itu tidak tetapkan sebagai TWA , mungkin saat ini kita sudah tidak bisa menikmati ekosistem hutan sekunder yang bersuksesi menjadi ekosistem hutan primer yang di dalamnya memiliki keanekargaman hayati yang merupakan sumber plasma nuthfah bagi keberlanjutan kehidupan dimuka bumi. Bisa dibayangkan saat terjadi virus flu babi (ASF) saja, banyak orang mengira itu hanya isapan jempol, nyatanya telah merenggut banyak babi di hutan sumatera sehingga menyebabkan satwa liar seperti Harimau sumatera (Phantera tigris sumatrae) mengalami kekurangan makan sehingga banyak yang keluar dari hutan untuk mencari mangsa.

Ucapan "BRAVO" sepantasnya diberikan kepada para pemangku kepentingan seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Pemerintah Daerah, serta kelompok masyarakat yang telah berhasil mendukung keberadaan TWA Seblat hingga kini. 


Potensi TWA Seblat

Potensi keanekaragaman hayati di TWA Seblat harus terus dilakukan eksplorasi secara berkala, baik eksplorasi yang sifanya khusus seperti penemuan spesies-spesies baru, maupun eksplorasi dalam menginventarisir potensi berkala. BKSDA Bengkulu (2022) mencatat setidaknya terdapat 27 jenis satwa yang dilindungi dan tergolong terancam punah yang dapat ditemui di TWA Seblat. Termasuk 25 spesies prioritas nasional seperti Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus), Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae). 

Juarulis et al. (2010) dalam BKSDA Bengkulu (2022) menemukan 105 spesies burung yang terdiri dari 14 ordo, 34 famili, dan 73 genus. Sedangkan Susanto (2015) dalam BKSDA Bengkulu 2022 menemukan 85 spesies burung dari 33 famili. Dapat dikatakan keragaman di TWA Seblat menunjukkan kategori tinggi. Bahkan juga ditemukan terdapat spesies burung yang masuk dalam Appendix II seperti Elang hitam (Ictinaetus malayensis), Elang ular bido (Spilirnis cheela), Enggang cula (Buceros rhinoceros), Enggang jambul (Berenicornis comatus), dan Enggang papan (Buceris bicornis) yang masuk Appendik I.

Potensi wisata di TWA Seblat juga dapat terus dilakukan inovasi dalam upaya memberikan dampak edukasi terhadap masyrakat tentang pentingnya ekosistem hutan untuk menjaga/menyangga kehidupan. Wiasata yang dimiliki di TWA Seblat yaitu camping ground, wisata edukasi, jelajah hutan/forest tracking, forest healing. Pengunjung dapat berinteraksi dengan gajah jinak di pusat latihan gajah (PLG) yang harus didampingi mahout/pawang gajah. Selain itu pengunjung dapat menginap, menikmati pemandangan lanskap dan hijau bentang seblat yang diiringi dengan angin sepoi-sepoi. Sembari bercengkerama dan juga menikmati kopi tentu cocok untuk bersantai dan mencari inspirasi. Walaupun disisi lain perlu ada pelengkapan infrastruktur menuju lokasi dan juga perbaikan camp untuk penginapan.

Senoaji (2021) menyatakan bahwa sebagai daerah tujuan wisata, TWA Seblat telah menerapkan tarif tiket masuk kepada wisatawan yang berkunjung. Harga tiket masuknya bervariasi menurut kategiri tertentu, yakni: untuk masyarakat umum harga tiketnya Rp 7.500/orang/hari, untuk para pelajar dan mahasiswa Rp 4.500/orang/hari dan untuk wisatawan asing Rp 100.000/orang/hari. Hasil dari penjualan tiket tersebut menjadi salah sumber pendapatan negara bukan pajak. Hal tersebut belum termasuk biaya penyeberangan sungai, sebab sungai yang menghubungkan batas luar kawasan ke dalam kawasan PLG Seblat telah terputus karena terkena banjir bandang.

Selain keanekaragaman hayati dan juga potensi wisata, ada potensi lain yang ada di TWA Seblat, yaitu potensi kita untuk memberikan dukungan kepada alam semesta-hutan dan ekosistemnya agar mereka bangkit pulih sehingga kehidupan di Seblat dapat merasakan nikmatnya ekosistem yang hutan baik manfaat tangibel dan intangibel. Dalam kesempatan itu saya berkesempatan berdoa dengan menatap bentang alam hijau dari camp PLG Seblat, Semoga dengan doa-doa pengharapan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa alam Seblat pulih, jauh dari bahaya dan bencana, rakyat makmur sejahtera, satwa-satwa lestari dan juga masyarakat hidup rukun damai selama-lamanya. 

Kaitannya dengan Conserve apa? Tentu kita harus menyuntikkan energi itu ke semesta dengan berdoa di kakai langit TWA Seblat. Kumohon dan kuberusaha agar tegakan-tegakan pohon yang beraneka ragam itu, menjadi hutan yang rindang sehingga bersatu padu berjalan merestorasi dari TWA Seblat ke TN Kerinci Seblat kemudian dapat terhubung. 

Rindu nyanyian dan keliaran satwa-satwa yang dahulu mereka menjelajah jauh, dan mereka memiliki home range atau wilayah jelajah luas, sehingga mereka kembali merasakan nikmat terbesar atas rumah-rumah mereka yang kini menjadi perkebunan sawit dan penggunaan lain, seperti pertanian maupun pertambangan. Oh Tuhan, energi itu akan muncul bersama para pecinta-pecinta ciptaanmu dikemudian hari. 


Tantangan Pengelolaan

Senoaji et al (2021) mengyatakan bahwa penggunaan lahan di kawasan TWA Seblat yang berupa hutan luasnya sekitar 5.015 ha (64,9%), semak belukar sekitar 2.142 ha (27,7%), pertanian lahan kering campur sekitar 381 ha (4,9%), perkebunan sekitar 59,1 ha (0,8%), tanah kosong sekitar 109 ha (1,4%) dan sawah sekitar 6 ha (0,1%). Sebelum tahun 1995. status fungsi kawasan hutan TWA Seblat ini adalah hutan produksi, pada tahun 1995 berubah menjadi hutan produksi tujuan khusus Pusat Latihan Gajah (PLG), dan sejak tahun 2011 berubah menjadi hutan konservasi TWA. Tingkat effektivitas pengelolaan TWA Seblat termasuk dalam kategori efektif, dengan nilai 71%.  

Tantangan lain yang dihadapi selain perambahan kawasan dan perburuan ilegal, antara lain  manajemen satwa dan mahout dalam pengelolaan gajah yang harus ditingkatkan, infrastruktur baik jalan, jembatan, maupun camp PLG, pelayanan bagi pengunjung, serta tantangan yang besar yaitu mensinergikan stakeholder terkait, seperti masyarakat dan pemerintah daerah. 

Perubahan iklim yang terjadi saat ini juga menjadi pertimbangan dalam upaya mitigasi untuk mencegah terjadinya berbagai kemungkin yang terjadi seperti: 1) Kekeringan, dimana sungai yang ada debitnya mulain menurun, 2) Kebakaran hutan dan lahan, suasana kering dan panas serta angin yang kencang dapat memicu besarnya kebakaran hutan dan lahan jika tidak disiplin menerapkan penggunaan api, 3) Kekurangan pakan gajah, karena keringnya lahan cadangan makanan, maka pakan yang ada kurang pertumbuhannya. 


Yuk Selamatkan Ekosistem Seblat

Bersama mahasiswa FMIPA Unib "generasi penerus kerja konservasi"

Saat akan berbicara kemirisan kondisi saat ini, bukan hanya di Seblat hampir jika kita melihat wilayah lain diluar Seblat mungkin akan mengalami "perasaan" yang sama atas kondisi alam kita. Tidak usah saya berbicara ekspansi sawit, tambang, penyerobotan lahan, dll itu, namun apa yang bisa kita lakukan atas kondisi itu? 

Marah? Mencaci? Memaki? Mengumpat? atau ingin menjadi bagian dalam sistem pemerintahan sehingga dapat merubah keadaan. Rasanya mustahil, namun jika pilihan diantara tersebut menjadi komitmen, silahkan mengubahnya dengan "berbuat" dengan contoh/tauladan, sehingga mereka akan mengikuti gerakanmu dari belakang. Lalu jangan lupa engkau tinggalkan prasasti bahwa mengubah keadaan itu adalah MUDAH. Bukan sesuatu yang sulit, jika irama yang berbeda-beda itu ada kunci untuk mendapatkan suara sesuai dengan lagu dan syair yang akan kita dendangkan. Maka kita akan berdendang bersama. 

Kuy, kita berorkestra bersama dalam menyuarakan kelestarian sumber daya alam Indonesia khususnya di Seblat. Terus kritik dan kasih saran walaupun itu PEDAS. Tapi harus dengan adab yang baik ya FRIEND.

Salam pergerakan, dan salam perubahan.


Bengkulu, 19 Oktober 2023/12.10 WIB.


Referensi 

Bengkulu, BKSDA. 2022. Profil 37 Kawasan Konservasi Lingkup Balai KSDA Bengkulu. Bengkulu. BKSDA Bengkulu. 

http://sehatsatli.menlhk.go.id/homes/news/potensi-penyebaran-penyakit-african-swine-fever-asf-di-indonesia 

https://www.merdeka.com/peristiwa/terpapar-virus-ratusan-ekor-babi-hutan-di-sumsel-ditemukan-mati.html

http://sehatsatli.menlhk.go.id/homes/news/potensi-penyebaran-penyakit-african-swine-fever-asf-di-indonesia

Senoaji, G., Anwar, G., Suharto, E. 2021. Efektivitas Pengelolaan Taman Wisata Alam (TWA) Seblat di Provinsi Bengkulu dan Sejarah Status Fungsi Kawasannya. Jurnal Ilmu Lingkungan Volume 19 Issue 1 (2021) : 153-162 ISSN 1829-8907

Tidak ada komentar:

Posting Komentar