Sabtu, 14 Oktober 2023

LANGKAH BKSDA BENGKULU MELUASNYA INTERAKSI NEGATIF MANUSIA DAN SATWA LIAR

 


Bengkulu, 20 September 2023-Satwa kunci hutan hujan tropis Sumatera, Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) ditengah musim kemarau saat ini mulai menampakkan diri. Dari informasi yang dihimpun, harimau telah beberapa kali menampakkan diri dan mencari mangsa di areal perkebunan warga yang berada di Desa Gajah Makmur Kecamatan Malin Deman Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu.  

Menurut warga setempat, ternak yang menjadi incaran harimau yaitu ternak yang masih anakan dan ternak yang diikat di areal pada malam hari. Sebagaimana kebiasaan masyarakat yang menggembala ternaknya seperti sapi dan kambing dengan cara dilepas diareal perkebunan. Kebun yang didominasi tanaman sawit tersebut dibawah tegakan kaya akan rumput yang merupakan salah satu sumber pakan ternak, sehingga masyarakat menggembala ternaknya secara leluasa diareal kebun tersebut.

Merespon adanya interaksi negative tersebut, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu melalui proyek Catalyzing Optimum Management of Natural Heritage for Sustainability of Ecosystem, Resources and Viability of Endangered Wildlife Species (CONSERVE) melaksanakan kegiatan peningkatan kapasitas melalui praktek pembuatan kandang anti serangan harimau untuk satuan tugas (Satgas) penanggulangan konflik satwa liar di Desa Gajah Makmur Kecamatan Malin Deman Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu. 

Kegiatan dilaksanakan selama 2 (dua) hari yaitu hari Senin dan Selasa tanggal 18 dan 19 September 2023 berlokasi di kantor Desa Gajah Makmur untuk pembukaan dan penyampaian materi, serta praktik pembuatan kandang dilaksanakan di lapangan/kebun masyarakat.

Muhtadin mewakili Kepala BKSDA Bengkulu dalam sambutan pembukaan menyampaikan bahwa harimau sumatera di Seblat merupakan hewan dilindungi pemerintah karena keberadaannya kini mulai terancam punah, salah satu penyebabnya yaitu hilangnya habitat hidup sehingga sumber pakan menurun dan daya jelajahnya mulai berkurang.

Oleh sebab itu kami mengajak kepada masyarakat untuk menjaga kelestariannya dengan cara tidak memburu, menjerat, serta menjaga kawasan hutan agar tetap lestari. Jangan sampai anak cucu kita nanti tinggal cerita dan dongeng tentang harimau diwilayah sini” imbuhnya.

Lebih lanjut ia mengajak untuk menemukenali aset bangsa kita yang berupa satwa liar yaitu harimau sumatera, dimana bukan hanya Indonesia yang melindungi namun juga menjadi perhatian dunia. Pada akhir-akhir ini, harimau tersebut bermunculan, maka kita harus bersikap bijak.

Melalui pelatihan pembuatan kandang anti serangan harimau ini semoga bermanfaat dan masyarakat tidak ada rasa was-was saat ternak jauh dari pantauan, ungkapnya menutup sambutan.

 

Teori Pembuatan Kandang Anti Serangan Satwa Liar

Hadir selaku narasumber utama dalam pelatihan pembuatan kandang anti serangan harimau yaitu Waktre Waluyo dari Wildlife Conservation Society (WCS). Dalam pemaparannya bahwa kandang anti serangan harimau merupakan salah satu model dalam upaya mitigasi yang digunakan diberbagai daerah, seperti di Lampung, Bengkulu, dan Sumatera Selatan. Model kandang yang dipakai yaitu kandang yang berkawat duri yang telah dikembangkan WCS sejak tahun 2005.

Pentingnya dibuat kandang anti serangan harimau yaitu untuk mencegah terjadinya pemangsaan, memberikan ketenangan kepada pemilik ternak, ternak aman dari gangguan satwa liar, dan menjaga asset/investasi masyarakat agar tidak mengalami kerugian. Hasil survey efektifitas kandang anti serangan satwa liar menurut masyarakat di 7 (tujuh) desa di Bukit Barisan Selatan bahwa 92% kandang berduri tersebut sangat efektif untuk mencegah gangguan dari satwa liar.

Secara teknis terlihat desain sangat sederhana. Namun jika dipelajari lebih dalam desain kandang memiliki 4 (empat) kriteria, yaitu: Pertama, pancang dan kaki kandang ditanam minimal 0,5 m dari permukaan tanah. Kedua, jarak antar kawat duri yaitu 20 cm (untuk jenis satwa liar harimau. Ketiga, ukuran standar panjang, lebar dan tinggi adalah 5mx5mcx2m. Keempat, jika memungkinkan, pancang pagar kandang dapat menggunakan pohon hidup (agar lebih kokoh).

Waktre juga menyampaikan perawatan kandang yang harus dilakukan oleh masyarakat, seperti dengan melapisi kawat duri dengan cat atau melumuri oli secara berkalam, mengganti bagian kandang yang telah rusak atau rapuh, memastikan kontruksi kandang dan pagar tetap kokoh, dan menjaga kebersihan kandar agar ternak sehat dan terawat.


 Praktik Pembuatan Kandang Anti Harimau

Praktik pembuatan dilaksanakan di salah satu kebun anggota satgas desa penanggulangan konflik satwa liar. Kandang contoh yang dibuat berukuran 10mx10mx2m dan dilakukan secara gotong royong.

Perlunya kehati-hatian dalam pembuatan terutama saat memasang kawat berduri dari satu tiang ke tiang yang lainnya serta memperhatikan jarak antar tiang dan jarak atas dan jarak bawah antar kawat berduri. Perlu diperhatikan agar, bukan hanya fokus pada satu satwa liar  seperti harimau saja namun dapat juga untuk satwa lain seperti gajah dan beruang.

Tidak ada batasan ukuran maksimal dalam pembuatannya, namun menyesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat dalam pembuatan.

Salah satu anggota satgas menyampaikan terimakasih atas kegiatan pelatihan dan praktik pembuatan kandang anti serangan harimau dan satwa liat yang dikukan di desa Gajah Makmur. Sebab berguna dalam mengamankan ternak-ternak yang selama ini dikhawatirkan akan dimangsa oleh harimau yang berkeliaran.



Kepala Desa Gajah Makmur, Gutomo mengatakan bahwa Desa Gajah Makmur merupakan mitra BKSDA Bengkulu dalam upaya pelestarian hutan. Kami menyadari bahwa disekitar desa Gajah Makmur merupakan kawasan hutan, sehingga banyak risiko yang dihadapi masyarakat saat beraktivitas baik di sekitar maupun di dalam kawasan. Oleh sebab itu desa mendorong satgas ini menjadi salah satu tim gerak cepat saat terjadi konflik manusia dan satwa liar tersebut.

Kami berharap kepada BKSDA Bengkulu untuk terus mendampingi kami dalam berbagai upaya pelestarian hutan, terutama terkait dengan spesies kunci seperti harimau sumatera. Sehingga masyrakat dapat beraktivitas dengan normal dan tidak was-was yang meninggalkan hewan ternak di areal kebun”, imbuhnya.

Diketahui bahwa wilayah yang sering ditemukan jejak dan incaran harimau merupakan kawasan hutan produksi (HP) Air Rami dan sebelah utara merupakan kawasan konservasi Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Kedua wilayah tersebut merupakan habitat harimau sumatera termasuk di Taman Wisata Alam (TWA) Seblat.

Studi Winarno dan Amelia (2009) bahwa harimau bukan jenis satwa tinggal berkelompok, melainkan jenis satwa soliter. Sebagian besar waktunya hidup menyendiri, kecuali selama musim kawin atau memelihara anak. Wilayah jelajah (home range) untuk seekor harimau betina adalah sekitar 20 km2, sedangkan untuk harimau jantan sekitar 60-100 km2.

Angka luas jelajah tersebut bukanlah merupakan ketentuan yang pasti karena dalam menentukan home range juga dipengaruhi oleh keadaan geografi tanah dan banyaknya mangsa di daerah tersebut. Biasanya daerah teritori harimau jantan 3-4 kali lebih luas dibanding harimau betina.

 

Penulis: Faridh Almuhayat-RTO CONSERVE Lanskap Seblat

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar